Jumat, 27 Mei 2016

Makna Nonproposisional dalam Peribahasa Berbentuk Ibarat

Ermitati
Abstrak

Tulisan ini  akan membicarakan dua masalah yang berkaitan dengan penggunaan peribahasa (ibarat). Masalah pertama menyangkut pertanyaan: Makna nonproposisional apa yang tersandi dalam suatu peribahasa (ibarat)? Masalah kedua,  dalam konteks bagaimana peribahasa (ibarat)  itu digunakan? Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, tulisan ini akan mendeskripsikan makna nonproposisional yang tersandi dalam peribahasa (ibarat).
Makna nonproposisional itu akan diamati berdasarkan teori semantik linguistik (Lyons, 1995), yang menganalisis makna berdasarkan trikotomi sistem-proses-hasil. Tindakan kompleks itu melibatkan tiga jenis tindakan yakni (a) tindakan penghasilan inskripsi, (b) tindakan penghasilan kalimat, dan (c) tindakan pengkontekstualan kalimat. Seorang yang menuturkan suatu kalimat akan menghasilkan proposisi dan daya ilokusi.  Berdasarkan data yang dianalisis, terdapat 2 jenis  makna yang tersandi dalam ibarat, yakni (1) makna nonproposisional tentang sifat dan (2) makna nonproposisional tentang keadaan.
Katakunci: semantik ,peribahasa, ibarat, bahasa Indonesia

Abstract
This paper will discuss two issues related to the use of proverbs. The first problem concerns the question: what This paper non-propositional meaning encrypted in a proverb, particularly an advice? The second problem, in what context are those proverbs (advices) used? By using a qualitative research method, this paper will describe the meaning of encrypted non-propositional in proverbs (advices). The non-propositional meaning will be observed on the theory of linguistic semantics (Lyons, 1995), who analyzed the meaning based on the system trichotomy-process-outcome. Complex actions   involve three types of action that is (a) the act of inscription production, (b) the act of sentence production, and (c) the act of sentence contextualization. A person who utters a sentence will generate propositions and illocution power. Therefore, Lyons distinguishes narrative sentence of the proposition and differentiate narrative statement of the utterance inscription production. Based on the analyzed data, there are 2 kinds of meanings are encoded in the supposing, namely (1) nonpropositional meaning of attitude and (2) nonpropositional meaning of situation.
Keywords: semantic, proverb, supposing, Indonesian 

1. Pendahuluan
Dalam bahasa Indonesia, ada satu bentuk bahasa yang  sangat lazim digunakan dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Bentuk bahasa itu disebut ibarat. Ibarat merupakan salah satu bentuk peribahasa. Sebagaimana kita ketahui, peribahasa merupakan salah satu warisan nenek moyang kita  yang sangat penting karena peribahasa digunakan secara turun-temurun oleh bangsa Indonesia  untuk menberi nasihat, pengajaran, atau dijadikan pedoman hidup. Sebagaimana didefinisikan oleh Kridalaksaana (1993:169), peribahasa sebagai kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna, dan fungsinya dalam masyarakat; dipergunakan untuk penghias karangan atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi nasihat, pengajaran, atau pedoman hidup.  Nasihat, pengajaran, atau pedoman hidup yang terdapat dalam peribahasa tidak dinyatakan  secara eksplisit dalam proposisi yang dituturkan oleh pembicara. Oleh sebab itu, peribahasa merupakan salah satu bentuk bahasa yang sangat menarik jika dikaji dari sudut pandang makna nonproposisional. 

Tulisan ini  akan membicarakan dua masalah yang berkaitan dengan penggunaan peribahasa, khususnya ibarat. Masalah pertama menyangkut pertanyaan: Makna nonproposisional apa yang tersandi dalam suatu ibarat? Masalah kedua,  dalam konteks bagaimana peribahasa dalam bentuk ibarat  itu digunakan? Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, makna nonproposisional yang tersandi dalam peribahasa (ibarat) itu akan diamati berdasarkan konsep yang terkandung dalam masing-masing peribahasa yang lazim dipakai oleh penutur bahasa Indonesia. 

Penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi tentang pengungkapan makna nonproposisional yang tersandi dalam peribahasa, khususnya, peribahasa dalam bentuk ibarat. Makna nonproposisional yang tersandi dalam peribahasa berbentuk ibarat  itu akan diamati berdasarkan konsep  yang terkandung dalam masing-masing peribahasa yang lazim dipakai oleh penutur bahasa Indonesia. Berdasarkan konsep itu,  makna ibarat yang terkandung dalam peribahasa itu diklasifikasi menjadi dua bagian, yakni (a) makna nonproposisional tentang sifat dan (b) makna nonproposisional tentang keadaan.  kedua jenis makna nonproposisional yang terkandung dalam peribahasa berbentuk ibarat itu akan diuraikan dalam  seksi pembahasan.

Makna nonproposisional yang terdapat dalam ibarat tersebut akan dianalisis dengan teori makna kalimat yang kemukakan oleh Lyons. Lyons (1995:201) menyatakan bahwa definisi makna kalimat yang hanya bergantung pada isi proposisi dan kondisi kebenaran memiliki kelemahan karena berbagai jenis makna yang tersandi dalam unsur leksikal dan struktur gramatikal suatu kalimat tidak dapat dijelaskan hanya berdasarkan isi proposisinya saja. Oleh sebab itu, Lyons (1995:44-5) menyebutkan bahwa makna kalimat dan makna tuturan memiliki makna proposisional (propositional meaning) dan makna nonproposisional (non propositional meaning). Makna proposisional adalah makna yang tersandi dalam ungkapan bahasa alami, yang dapat benar atau takbenar bergantung pada kebenaran atau takbenaran suatu proposisi, sedangkan makna nonproposisional bertalian dengan makna subjektif (subjective meaning) dan makna sosial (social meaning). Makna subjektif dirumuskan oleh Lyons sebagai jenis makna kalimat yang dicirikan oleh pengungkapan sikap atau daya ilokusi pembicara, sedangkan makna sosial ialah jenis makna yang berkaitan dengan kemungkinan bagi seorang penutur bahasa untuk mengungkapkan perasaan atau  sikapnya dengan perbedaan bentuk yang tersandi dalam sistem bahasa. 

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tujuan menentukan kaidah-kaidah yang mengatur tentang makna nonproposisional dalam peribahasa yang digunakan oleh penutur bahasa Indonesia. Metode itu dijabarkan dalam teknik-teknik yang sesuai dengan hakikat dan sifat penelitian ini. Untuk mencapai tujuan itu, penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yakni (a) tahap pengumpulan data, (b) tahap penganalisisan data, dan (c) penyajian hasil analisis. 

Pada tahap pengumpulan data, peneliti ini menggunakan metode observasi dan metode introspeksi dengan teknik perekaman, pencatatan, dan pemancingan. Teknik pencatatan digunakan untuk mencatat data yang diperoleh dari sumber data tertulis, antara lain, buku peribahasa dan kamus bahasa Indonesia. Selain itu, teknik pencatatan juga digunakan untuk mencatat data yang  diperoleh dari informan. Hal itu dilakukan jika data yang diperlukan tidak ditemukan pada sumber data utama. Teknik pemancingan digunakan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengecekan kesahihan data yang terkumpul.

Pada tahap penganalisisan data digunakan metode deskriptif dengan teknik jabarannya, yakni teknik pendefinisian, teknik penganalogian, dan teknik pengkontekstualan. Teknik pendefinisian digunakan untuk mendefinisikan masing-masing leksem pembentuk peribahasa. Kemudian, peneliti ini menentukan ciri intrinsik yang terdapat pada suatu leksem. Ciri intrinsik suatu leksem itu dapat menjadi pengungkap makna nonproposisional yang tersandi dalam suatu peribahasa. Teknik penganalogian digunakan untuk menganalogikan ciri intrinsik yang terdapat pada suatu leksem dengan perilaku, keadaan, perbuatan, atau sifat seseorang. Dengan teknik penganalogian itu, ditentukan makna nonproposisional yang tersandi pada suatu peribahasa. Sementara itu,  teknik pengkontekstualan digunakan untuk menempatkan suatu peribahasa dalam konteks pemakaiannya. Dengan demikian, penutur bahasa Indonesia dapat memahami penggunaan suatu peribahasa dalam percakapan sehari-hari. 

Sumber: Jurnal Mlangun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...