Herman Budiyono
M. Rusdi
Rita Suryetni
Jurnal Mlangun Volume III No. I Juni 2010
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pengaruh penerapan Model Pembelajaran Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual (MP-SAVI) dan Motivasi Belajar (MB) siswa terhadap hasil belajar membaca intensif. Rancangan penelitan yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan desain faktorial 2x2. Satu perlakuan/faktor dengan dua level (X1 dan X2) dan variabel moderator yang memiliki dua tingkatan (Y1 dan Y2).
Subjek penelitian ada dua kelompok, yaitu kelas eksperimen (KE) dan kelas kontrol (KK). Hasil penelitian menunjukkan secara umum ada pengaruh antara penerapan MP-SAVI dan MB siswa terhadap hasil belajar membaca intensif. Penerapan MP-SAVI berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa, hasil penghitungan melalui uji ANOVA dua jalur dengan perolehan nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tablel (16,59>2,68). Motivasi belajar memiliki kontribusi yang positif terhadap hasil belajar, perolehan nilai F hitung lebih besar daripada F table (4,96>2,68). Tidak ada interaksi antara MP-SAVI dengan MB dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Interaksi antara penerapan MP-SAVI dengan MB memperoleh F hitung lebih kecil daripada F table (1,32<2,68). Kata Kunci: model pembelajaran, SAVI, motivasi belajar, membaca intensif I. Pengantar Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang demikian pesat menuntut terciptanya masyarakat yang gemar belajar dan membaca. Melalui membaca seseorang akan lebih dulu mengetahui dan memahami sebuah informasi. Hernowo (2003:33) menyatakan bahwa seseorang akan memperoleh pengalaman baru dari orang lain jika melakukan kegiatan membaca.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia (BI) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah siswa memiliki kemampuan berbahasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kemampuan berbahasa itu meliputi kemampun mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat hal tersebut saling berkait sehingga setiap materi pembelajaran berbahasa dapat dikembangkan secara terpadu. Menurut Tarigan (1986:7) membaca adalah proses yang dilakukan pembaca dalam rangka memperoleh pesan melalui bahasa tulis. Iskandarwassid (2008:248) mengatakan bahwa membaca merupakan kegiatan untuk mendapatkan makna dari apa yang tertulis dalam teks. Artinya kegiatan membaca bukan sekedar menangkap informasi dari teks atau bahasa tulis, tetapi kegiatan membaca juga melibatkan pemikiran, perenungan, dan khayalan.
Kegiatan membaca bukanlah suatu kegiatan sederhana, tetapi merupakan kegiatan yang melibatkan faktor-faktor yang ada dari dalam dan luar diri pembaca. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan membaca yang berasal dari dalam dan luar diri pembaca sangat menentukan tingkat kemampuan membaca dan daya baca seseorang. Keterampilan membaca melibatkan proses mental yang tinggi, seperti pengingatan, pengkhayalan, pemikiran, pengaturan, penerapan, dan pemecahan masalah. Oleh karena itu, pembelajaran membaca yang dilaksanakan di sekolah-sekolah harus dilaksanakan secara terencana dan dikelola dengan tepat sehingga kompetensi dasar membaca yang diharapkan dalam kurikulum tercapai dengan baik.
Keterampilan membaca tidak bisa ditransfer begitu saja kepada siswa, juga tidak hanya diterapkan pada salah satu studi khusus, tetapi membaca harus menyangkut kemampuan menginterpretasi banyak hal dari suatu pengalaman tertentu. Oleh karena itu, pembelajaran membaca harus dilakukan dengan cara pembimbingan yang intensif agar mencapai hasil yang baik. Harras (1989:34) menyatakan bahwa pembelajaran membaca di sekolah-sekolah belum menggembirakan dan belum mencapai sasaran yang diharapkan. Hal senada diungkapkan Tulalessy (1999:3) bahwa penghambat pertumbuhan dan perkembangan membaca di Indonesia antara lain rendahnya wawasan membaca, rendahnya kompetensi membaca para guru, kurang memadainya kompetensi dasar dalam kurikulum, kegiatan belajar verbal di sekolah-sekolah, serta kurangnya bahan bacaan. Sikap guru yang cenderung acuh terhadap pentingnya membaca berkontribusi terhadap rendahnya minat baca siswanya. Pembelajaran membaca belum menyentuh wilayah keterampilan membaca. Proses pembelajaran yang diciptakan guru pun masih monoton dan kurang bermakna. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan sebuah cara yang memungkinkan seluruh potensi yang ada di dalam diri siswa terlibat dalam pembelajaran tersebut.
Salah satu solusi agar seluruh potensi yang ada dalam diri siswa terlibat dalam pembelajaran membaca adalah penggunaan “model pembelajaran somatis, auditori, visual, dan intelektual” (MP-SAVI). Sudarni (2008:14) menyatakan bahwa MP-SAVI dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan bagi anak. Pelajaran dikemas dalam suasana bermain dan bereksperimen. Pembelajaran menggunakan MP- SAVI, guru dapat mengelola kelasnya dengan memperhatikan individu-individu yang sedang belajar. MP-SAVI adalah model pembelajaran yang menekankan pemanfaatan semua alat indra yang dimiliki siswa. Somatis bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan.
Auditori bermakna belajar melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi. Visual bermakna belajar menggunakan indera mata (mengamati, menggambar, membaca, atau mendemonstrasikan) menggunakan media dan alat peraga. Intelektual bermakna belajar menggunakan kemampuan berpikir (minds-on), konsentrasi pikiran, dan berlatih menggunakannya (melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan). MP-SAVI (adaptasi dari Dahlan, 1990) ada enam tahapan kegiatan seperti pada Tabel 1. Untuk lebih lengkap bisa lihat Jurnal Mlangun Volume III No. I Juni 2010, terbitan Balai Bahasa Jambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...