Selasa, 03 April 2012

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja (Studi Empiris Di Pemerintahan Kabupaten Tanjung Jabung Timur)

A. Latar Belakang Masalah
Selama ini anggaran belanja pemerintah daerah dikelompokkan atas anggaran rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran.

Sementara itu penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dalam era globalisasi. Sebagaimana dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pada angka 6 yang menyebutkan:
“…Masalah lain yang tidak kalah pentingnnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran disektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kreteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/ perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membuka peluang yang luas bagi daerah untuk mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing. Dengan berlakunya undang-undang tersebut di atas akan membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yang dimilki dengan cara yang efisien dan efektif, khususnya dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat.

Hal tersebut dapat terpenuhi dengan menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah (RKA-SKPD) seperti yang tersebut dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 19 (1) dan (2) yaitu, pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Dengan membangun sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Sistem penganggaran seperti ini disebut juga dengan anggaran berbasis kinerja (ABK).

Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegitan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut didiskripsikan pada seperangkat tujuan yang dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Seperti yang disebutkan dalam penelitian Suprasto (2006) bahwa”… Anggaran berbasis kinerja mengisyaratkan penggunaan dana yang tersedia dengan seoptimal mungkin untuk menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi masyarakat”.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hotman Atiek (2005) di Lampung tentang melakukan penelitian tentang hubungan peranan Bappeda dalam melaksanakan perencanaan sesuai dengan anggaran berbasis kinerja dalam pemahaman sumber daya manusia mengenai anggaran berbasis kinerja dengan arah kebijakan umum pemerintah kabupaten. Hasil penelitian Hotman Atiek menyebutkan terdapat hubungan antara sumber daya manusia yang masih sedikit mengerti dan memahami anggaran berbasis kinerja berpengaruh dalam pelaksanaan perencanaan dan terdapat penyimpangan program yang dilaksanakan dari arah kebijakan umum dengan belum diterapkannya anggaran berbasis kinerja.
Demikian juga dengan penelitian Imam T. Raharto (2008) di Makassar dengan judul: Anggaran Berbasis Kinerja (Pelaksanaan,Masalah dan Solusi di Indonesia) dengan hasil penelitian adanya hubungan antara keluaran dan hasil yang diharapka termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran/out put dengan penerapan anggaran berbasis kinerja.

Pengelolaan keuangan daerah, dalam aspek operasionalnya tetap mengacu kebijakan yang dikeluarkan oleh Departemen Dalam Negeri. Hal tersebut memang telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pasal 129 dan 130 yang menyatakan bahwa pembinaan dan pengawasan pengelola keuangan daerah kepada pemerintah daerah dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Pembinaan tersebut meliputi pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan, pelatihan, serta penelitian dan pengembangan.

Kegiatan perencanaan dan penganggaran yang melibatkan seluruh unsur pelaksana yang ada di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), mulai dari penentuan program dan kegiatan, klasifikasi belanja, penentuan standar biaya, penentuan indikator kinerja dan target kinerja, sampai dengan jumlah anggaran yang harus disediakan, memerlukan perhatian yang serius bagi pimpinan satuan kerja perangkat daerah beserta pelaksana program kegiatan. Dokumen anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.

Dalam buku Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja yang diterbitkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2005 dinyatakan: tuntutan pentingnnya pelaksanaan penyusunan anggaran berbasis kinerja, ternyata membawa konsekuensi yang harus disiapkan beberapa faktor keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu:
1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi.
2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.
3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu dan orang).
4. Penghargaan (rewoard) dan sanksi (punishment) yang jelas.
5. Keinginan yang kuat untuk berhasil.

Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur dalam menyusun APBD, pada dasarnya sudah menerapkan sistem perencanaan yang penganggaran yang cukup baik bagi pembangunan daerah, namun belum sepenuhnya berdasarkan penganggaran berbasis kinerja, dan juga perlu adanya standart analisis belanja, standar biaya, standar pelayanan minimal, perencanaan kinerja dan target kinerja yang cukup baik. Hal ini disebabkan Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah merupakan kabupaten baru yang sedang berkembang dalam berbagai sektor pembangunan. Demikian juga sumber daya yang cukup untuk peningkatan implementasi anggaran berbasis kinerja berupa adanya upaya penyediaan sarana dan prasarana peningkatan kulaitas implementasi anggaran berbasis kinerja masih belum terselenggara secara berkelenjutan dalam upaya perbaikan penganggaran berbasis kinerja.

Berdasarkan hasil penelitian awal, peneliti menggunakan faktor komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, sumber daya yang cukup, penghargaan dan sanksi, sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan APBD yang berbasis kinerja (Studi Empiris di Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah faktor komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, sumber daya yang cukup, penghargaan dan sanksi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan APBD berbasis kinerja secara simultan dan parsial?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari bukti empiris bahwa komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan system administrasi, sumber daya yang cukup, penghargaan dan sanksi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan APBD yang berbasis kinerja secara simultan dan parsial.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan peneliti khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan penganggaran berbasis kinerja dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
2. Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, penelitian ini dapat sebagai bahan informasi tambahan atau masukan, dan sebagai bahan pertimbangan pejabat pemerintah daerah baik eksekutif maupun legislatif untuk melakukan penyempurnaan dan perbaikan penyusunan anggaran untuk melakukan visi dan misi kepala daerah yang dipilih, tentu dimulai dengan hal-hal yang berkaitan dengan pemahaman tentang indikator kinerja, capaian kinerja, standar analisis belanja dan standar harga/satuan harga dan standar pelayanan minimal.
3. Bagi Akademisi, penelitian ini dapat memperkaya hasil penelitian dan referensi bagi para Akademisi sebagai sarana pengembangan bidang anggaran berbasis kinerja, perencanaan program dan kegiatan.
4. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya tentang gambaran pengembangan penelitian selanjutnya.

E. Orginalitas Penelitian
Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan anggaran berbasis kinerja dalam penyusunan APBD yang terinspirasi dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, serta perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2008, dimana penyusunan APBD harus diawali dengan penyusunan anggaran berbasis kinerja. Berdasarkan keterkaitan antara penyusunan APBD dengan penganggaran berbasis kinerja penulis tertarik melakukan penelitian tentang keterkaitan tersebut di atas dengan judul: “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Punyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja (Studi Empiris di Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur)”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...