Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, akan menambah kewenangan yang dimiliki oleh daerah dan bertambah juga tanggung jawab yang diemban oleh pemerintah daerah. Dengan bertambahnya kewenangan daerah, tuntutan dan kesiapan serta tanggung jawab daerah untuk melaksanakan kewenangan tersebut menjadi bertambah pula, oleh karena itu daerah harus menyiapkan sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana, dan prasarana.
Pemberian kewenangan otonomi kepada daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan kepada asas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, sedangkan otonomi untuk daerah propinsi diberikan secara terbatas yang meliputi kewenangan lintas daerah kabupaten dan daerah kota, dan kewenangan yang tidak atau belum dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota serta kewenangan di bidang pemerintahan tertentu lainnya (RI UU No. 22, 56-57). Walaupun otonomi diberikan secara terbatas akan tetapi memiliki kewenangan yang makin luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri baik dalam bidang pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan. Adapun yang berhubungan dengan aktiva tetap dan persediaan ini menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 pasal 85 ayat (1) Barang milik daerah yang digunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat digadaikan, dibebani hak tanggungan, dan/atau dipindahtangankan. Ayat (2) Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang: pada huruf (c) tindakan hukum lain mengenai barang milik daerah, sedangkan pada penjelasan pasal 85 ayat 2 huruf (c), yang dimaksud dengan tindakan hukum lain adalah menjual, menggadaikan, menghibahkan, tukar guling, dan/atau memindahtangankan. Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 pasal 27 ayat (1) Pemerintah pusat menyelenggarakan suatu sistem informasi keuangan daerah. (2) Informasi yang dimuat dalam sistem informasi keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan data terbuka yang dapat diketahui masyarakat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. Pada penjelasan pasal 27 ayat (1) Sumber informasi bagi sistem informasi keuangan daerah terutama adalah laporan informasi APBD sebagaimana dimaksud pasal 24 Ayat (1).
Untuk menyelenggarakan otonomi daerah diperlukan kemampuan daerah dalam mengelola aktiva tetap dan persediaan yang dimiliki oleh daerah maka daerah harus memiliki sistem dan prosedur audit aktiva tetap dan persediaan. Untuk mewujudkan keinginan yang demikian itu maka pemerintah pusat telah mengeluarkan beberapa peraturan pelaksana antara lain Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah seperti pada pasal 38 berbunyi, kepala daerah menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan daerah yang terdiri atas: (a) laporan perhitungan APBD, (b) nota perhitungan APBD, (c) laporan aliran kas, (d) neraca daerah. Selanjutnya dalam penjelasan pasal 38 huruf d berbunyi penyusunan neraca daerah dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintah secara bertahap sesuai dengan kondisi masing-masing pemerintah.
Pemerintah pusat lebih menegaskan kembali dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2001 tentang Informasi Keuangan Daerah seperti tercantum dalam pasal 2 berbunyi: daerah wajib menyampaikan informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah kepada pemerintah pusat, termasuk pinjaman daerah. Selanjutnya pada pasal 3 ayat (1) Jenis informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 terdiri dari: pada angka (3) neraca daerah. Pada ayat (2) Informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Selanjutnya dalam pasal 7 berbunyi: dalam hal daerah tidak menyampaikan informasi sesuai ketentuan dalam peraturan pemerintah ini, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran dana perimbangan setelah mendapat pertimbangan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
Masalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan kendala utama bagi daerah dalam menyelenggarakan pelayanan bagi masyarakat, hal ini disebabkan, karena proporsi pendapatan asli daerah relatip masih kecil apabila dibandingkan dengan proporsi bantuan pemerintah pusat. Evaluasi DAU 2001, hal 23-24 memberikan gambaran pada nomor urut 5, Kondisi Keuangan Propinsi di Indonesia sebagai berikut.
1. Penerimaan. Penerimaan keuangan seluruh propinsi di Indonesia berasal dari penerimaan 28 propinsi. Dalam penelitian ini sumber penerimaan berasal dari PAD, BHP dan BHBP, dan sumbangan dan bantuan. Namun sumber penerimaan setelah DAU berasal dari PAD, BHP dan BHBP, Bagian Daerah serta DAU. Rata-rata penerimaan seluruh propinsi di Indonesia, pada tahun 1999/2000 sebesar Rp1,05 trilyun. Penerimaan terbesar dicapai oleh Propinsi Jawa Timur, yaitu sebesar Rp3,96 trilyun, sedangkan penerimaan terkecil oleh Propinsi Maluku Utara sebesar Rp24,01 milyar. Propinsi lain yang mencapai penerimaan di atas rata-rata antara lain Propinsi Sumatra Utara, Jawa Barat, Propinsi DKI Jakarta, dan Propinsi Jawa Tengah.
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD). Rata-rata PAD seluruh propinsi di Indonesia adalah Rp159,04 milyar. Daerah yang menerima PAD terbesar adalah Propinsi DKI Jakarta, sedangkan daerah penerima terkecil adalah Propinsi Maluku Utara.
Salah satu laporan pertanggungjawaban kepala daerah adalah neraca daerah. Adapun elemen Neraca terdiri dari: (a) Aktiva Lancar. (b) Aktiva tetap. (c) Kewajiban Lancar. (d) Kewajiban Jangka Panjang. (e) Ekuitas (Bastian, 2001:331). Salah satu bagian dari pada aktiva lancar adalah persediaan, untuk mengetahui bagaimana cara menentukan nilai aktiva tetap dan persediaan maka kita harus mengetahui bagaimana cara mengadministrasikan aktiva tetap dan persediaan itu sendiri dan selanjutnya menentukan bagaimana sistem dan prosedur audit aktiva tetap dan persediaan yang dapat digunakan untuk menilai persediaan dan aktiva tetap dalam rangka menyusun neraca daerah. Permasalahan yang terjadi di daerah adalah belum tertib dan teraturnya pencatatan aktiva tetap dan persediaan sehingga akan menyulitkan untuk melakukan audit aktiva tetap dan persediaan hal ini akan mengakibatkan tidak akurat dalam memberikan penilaian terhadap aktiva tetap dan persediaan.
Sumber: http://pustakanet.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...