Kamis, 24 Mei 2012

Sutan Syahrir (Negarawan Humanis, Demokrat Sejati yang Mendahului Zamannya)



Judul              : Sutan Syahrir  (negarawan humanis, demokrat sejati yang  mendahului zamannya )

Penulis           : Rosihan Anwar
Penerbit         : Kompas
Tebal              : 191 Halaman
Tahun             : Mei   2011

Dunia politik bukanlah hal yang  digandrungi tapi adalah hal tidak bisa dielakan
       Begitulah ungkapan yang tertera kala membuka halaman awal mengenai biografi seorang negarawan Sutan Syahrir.Gerakan politik yang ia lakukan adalah sebuah refleksi bahwa dunia politik bukan hal yang  ingin diikutinya, namun juga tidak bisa dielakan dengan kondisi awal abad-20 yang kental dengan masa pergerakan untuk mencapai kemerdekaan yang mau tak mau harus terjun dalam dunia poltik. Buku ini adalah sebuah contuinitas dari banyaknya buku dan jurnal yang  menerbitkan tentang sosok tokoh pergerakan Sutan Syahrir. Buku yang ditulis oleh Rosihan Anwar ini merupakan sebuah karya persembahan terakhirnya sebelum beliau wafat.
       Sutan Syahrir lahir 5 Maret 1909 di Padang Panjang Sumatera Barat. Ia lahir dari keluarga berekonomi cukup dengan ayah yang bekerja sebagai jaksa pada pemerintahan Belanda. Dengan latar belakang inilah ia mampu menempuh pendidikan melebihi anak-anak lain di zamannya. Pendidikan yang ia lalui mulai dari jenjang ELS, MUL, AMS, kemudian menyambung pendidikan di Belanda yakni di Universitas Leiden. Perjalanan pendidikan terahir inilah yang  ahirnya mengubah watak dari sutan syahrir, dimana rasa nasionalisme bangkit dan membuatnya tergerak untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. 
       Karirnya dalam masa pergerakan dimulai setelah ia masuk dalam organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) pada tahun 1930. Namun tidak bertahan lama karena Belanda menganggap PI menganut paham radikalisasi komunis kemerdekaan secara nyata, sehingga harus disingkirkan. Maka bersama dengan Hatta, Syahrir  mendirikan organisasi Pendidikan Nasional Indonesia  baru 26 juni 1932. Namun situasi hindia belanda mengalami reaksioner di bawah kepemimpinan Jenderal Belanda yakni Jounkheer B.C De Jonge penangkapan tokoh pergerakan nasional sebagai antisipasi munculnya isu kemerdekaan serta pemberontakan. Syahrir, Soekarno, Hatta serta toko lainnya merasakan masa di bawah kepemimpinan De Jong sehingga mereka dibuang keluar Jawa. Puncak peran Syahrir dapat terlihat kala ia mampu memposisikan diri pada masa pasca kemerdekaan. Dimana syahrir menjadi perdana menteri pertama yang menganut sistem parlementer pada pemerintahan.
       Buku ini memang layak di baca oleh mahaiswa yang  memiliki jiwa-jiwa nasionalis. Walau pada bagian  cerita tentang syahrir lainnya terkesan  tidak tuntas. Namun esensi buku ini cukup menarik dan lengkap. Tentunya sebuah pendalaman serta perenungan terhadap bangsa ini yang  masih kekurangan terhadap tokoh-tokoh yang  memiliki jiwa pergerakan serta memajukan Indonesia.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...