Oleh:
Mhd. Zaki
BAB I PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan
lingkungan memerlukan kerjasama para ahli lingkungan dari berbagai disiplin
ilmu untuk secara bahu membahu mencari faktor-faktor yang menghambat maupun
yang mendorong pembinaan dan pengembangan lingkungan di negara kita.
Kerjasama ini sekaligus diperlukan untuk membahas permasalahan
serta memberikan pengaruhnya kearah pengelolaan lingkungan secara serasi dan
terpadu, sesuai dengan kemampuan dan keilmuannya demi keberhasilan pembangunan
berkelanjutan.
Lingkungan hidup merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa
yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi
sumber penunjang hidup bagi manusia dan makluk hidup lainnya demi kelangsungan
dan peningakatan kualitas hidup itu sendiri.[1]
Pembangunan merupakan pertumbuhan ekonomi untuk
mendukung peningkatan kesejahteraan. Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi ini,
sering terjadi pacuan pertumbuhan yang seringkali menimbulkan hal yang tidak
terduga terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial.[2]
Pembangunan yang dilakukan dengan menggali dan
mengekslorasi sumber daya alam sering kali tanpa pemerdulikan lingkungan,
sehingga menyebabkan memburuknya kondisi
lingkungan dan menimbulkan berbagai masalah. Pengelolaan pembangunan yang
diperkirakan mempunyai dampak terhadap lingkungan dipersyaratkan untuk
memperhatikan lingkungan hidup. Dalam perkembangannya, maka setiap aktivitas
dalam pembangunan yang bersentuhan dengan lingkungan hidup, memerlukan suatu
standar mengenai Baku Mutu Lingkungan (BML).[3]
Sehubungan dengan hal tersebut, Siti Sundari Rangkuti)[4]
menyatakan bahwa :
"Baku Mutu
Lingkungan diperlukan untuk memberikan pedoman terhadap pengelolaan lingkungan
secara konkret; dasar hukumnya terdapat dalam Pasal 14 UUPLH (UU No. 23 Tahun
1997) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP)".
Ketentuan ini berbeda dengan Pasal 15 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang menetapkan : bahwa Baku Mutu Lingkungan diatur dengan peraturan
perundang-undangan. Dengan demikian, Baku Mutu Lingkungan merupakan instrumen
yang penting dalam pengelolaan lingkungan hidup. Adanya aktivitas atau kegiatan
produksi yang tidak sesuai dengan Baku Mutu Lingkungan yang ada, berarti telah
terjadi pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang berlaku. Pada tingkat
tertentu, jika terjadi pencemaran lingkungan, maka hal tersebut depat
diklarifikasikan sebagai suatu tindak pidana terhadap lingkungan hidup. Hal ini
dapat diproses secara hukum ke pengadilan.
Adanya keinginan masyarakat melalui LSM lingkungan atau
perorangan yang diinformasikan melalu media masa untuk membawa pelaku tindak
kejahatan lingkungan ke pengadilan, makin memberi alasan agar pelaku tindak
kejahatan terhadap lingkungan harus dibuat jera, agar diproses menurut
ketentuan hukum yang ada.
Masalah lingkungan tidak selesai dengan memberlakukan
Undang-Undang dan komitmen untuk melaksanakannya. Penetapan suatu Undang-Undang
yang mengandung instrumen hukum masih diuji dengen pelaksanaan (uitvoering atau implementation) dan
merupakan bagian dari mata rantai pengaturan (regulatory chain) pengelolaan lingkungan. Dalam merumuskan
kebijakan lingkungan, Pemerintah lazimnya menetapkan tujuan yang hendak
dicapai. Kebijakan lingkungan disertai tindak lanjut pengarahan dengan cara
bagaimana penetapan tujuan dapat dicapai agar ditaati masyarakat.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH) mendasari kebijaksanaan lingkungan di Indonesia,
karena Undang-Undang, peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya
merupakan instrumen kebijaksanaan (instrumenten
van beleid). Instrumen kebijaksanaan lingkungan perlu ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan lingkungan dami kepastian hukum dan mencerminkan
arti penting hukum bagi penyelesaian masalah lingkungan. Instrumen hukum
kebijaksanaan lingkungan (juridische
milieubeleidsinstrumenten) tetapkan oleh pemerintah melalui berbagai sarana
yang bersifat pencegahan, atau setidak-tidaknya pemulihan, sampai tahap normal
kualitas lingkungan.[5]
Istilah
"mutu" dapat menimbulkan pengertian yang ambivalen dan banyak orang
yang senang menggunakan istilah "Nilai Ambang Batas". Perbedaan kedua
istilah itu adalah bahwa Mutu Lingkungan
mempunyai karakter diwajibkan. Dengan demikian,
Mutu Lingkungan selalu merupkan Nilai Ambang Batas tetapi tidak semua
Nilai Ambang Batas merupakan Mutu Lingkungan
selama tidak diwajibkan berdasarkan ketentuan hukum. Karena dari aspek yuridis
dan teknis ekologi, fungsi Mutu
Lingkungan dalam pengelolaan lingkungan terutama untuk menentukan ada atau
tidak ada pencemaran terhadap lingkungan. Untuk menentukan ada atau tidak ada
kerusakan lingkungan, UUPLH mengintrodusir istilah Kriteria Kerusakan
Lingkungan (KBKL), bagi kegiatan yang mempunyai "dampak besar dan
penting" terhadap lingkungan, Mutu
Lingkungan dikaitkan lebih jauh dengan prosedur AMDL. Mutu Lingkungan harus tercermin dalam rencana
pengelolaan lingkungan (RKL). Mutu
Lingkungan dipakai sebagai pedomen bagi PKL suatu kegiatan yang niscaya
dituangkan sebagai persyaratan perizinan suatu rencana kegiatan.
Oleh karena itu penegakan hukum lingkungan semakin
penting sebagai salah satu sarana untuk mempertahankan dan melestarikan
lingkungan hidup yang baik. Penegakan hukum yang berkaitan dengan masalah
lingkungan hidup meliputi aspek hukum pidana, perdata, tata usaha negara dan
hukum internasional.
- Perumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka penulis mencoba membahas tentang
- Bagaimana Penegakan Hukum Lingkungan dalam Kaitannya dengan Hukum Administrasi?
- Metode Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan, penulisan makalah ini
disusun secara teratur dan sistematis yang dimuat dalam suatu metode penulisan
sebagai berikut.
BAB I. Bab ini merupakan bab pendahuluan yang menjadi
dasar dari kajian dalam makalah ini, yang terdiri dari latar belakang dan
perumusan masalah.
BAB II. Bab ini merupakan bab yang membahas pengertian
umum yang berisi kerangka konseptual dan kerangka teoritis tentang Baku Mutu
Lingkungan.
BAB III. Pada bab ini akan dibahas bagaimana penegakan hukum lingkungan dalam kaitannya
dengan hukum administrasi.
BAB IV. Merupakan bab
pebutup yang berisi kesimpulan pembahasan makalah sebagai jawaban permasalahan
yang diangkat, selanjutnya diikuti dengan saran sepanjang hal tersebut relepan
dan mempunyai kaitan dengan penegakan hukum lingkungan.
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
- Kerangka Konseptual
Lingkungan hidup merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa
yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi
sumber penunjang hidup bagi manusia dan makluk hidup lainnya demi kelangsungan
dan peningakatan kualitas hidup itu sendiri.
Pembangunan merupakan pertumbuhan ekonomi untuk
mendukung peningkatan kesejahteraan. Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi ini,
sering terjadi pacuan pertumbuhan yang seringkali menimbulkan hal yang tidak
terduga terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Pembangunan yang dilakukan dengan menggali dan
mengekslorasi sumber daya alam sering kali tanpa pemerdulikan lingkungan,
sehingga menyebabkan memburuknya kondisi
lingkungan dan menimbulkan berbagai masalah. Pengelolaan pembangunan yang
diperkirakan mempunyai dampak terhadap lingkungan dipersyaratkan untuk
memperhatikan lingkungan hidup. Dalam perkembangannya, maka setiap aktivitas
dalam pembangunan yang bersentuhan dengan lingkungan hidup, memerlukan suatu
standar mengenai Baku Mutu Lingkungan (BML).
- Kerangka Teoritis
Dasar hukum penetapan ukuran baku lingkungan di
Indonesia dapat ditemukan dalam ketentuan perundang-undangan, baik yang berasal
dari zaman Hindia Belanda maupun setelah kemerdekaan.
Pengertian baku mutu lingkungan secara umum dalam arti
tradisional (umumnya sektoral) dalam perundang-undangan Hindia Belanda dapat
ditemukan, antara lain, pada Hinder Ordonante,
Mijn Politie Reglement, dan ketentuan tentang bangunan (PU).
Istilah baku mutu lingkungan dalam perundang-undangan
setelah kemerdekaan, untuk pertama kalinya dimuat dalam TAP MPR No. IV/1978
tentang GBHN dalam BAB IV, huruf D, butir 13c, yang menyebutkan bahwa:
Dalam pelaksanaan pembangunan perlu
selalu diadakan penilaian yang saksama terhadap pengaruhnya bagi lingkungan
hidup, agar pengamanan terhadap pelaksanaan pembangunan dan lingkungan hidupnya
dapat dilakukan sebaik-baiknya. Penilaian tersebut perlu dilakukan, naik secara
sektoral, maupun regional, dan untuk itu perlu dikembangkan kreteria baku mutu
lingkungan hidup.
Secara Konstitusional, konsep baku mutu lingkungan di
atas dapat pula dianggap sebagai penegasan dan
pelaksanaan UUD 1945 tentang kewajiban Negara dan tugas Negara untuk melindungi
kekayaan alam sebagaimana tersebut dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dan Pasal
33 ayat (3), yaitu bahwa kekayaan alam Indonesia harus digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
BAB
III PEMBAHASAN
Penegakan Hukum Lingkungan dalam Kaitannya dengan Hukum Administrasi
Mewujudkan supremasi
hukum melalui upaya penegakan hukum serta konsisten akan memberikan landasan
kuat bagi terselenggaranya pembangunan, baik dibidang ekonomi, politik, sosial
budaya, pertahanan keamanan. Namun dalam kenyataan untuk mewujudkan supremasi
hukum tersebut masih memerlukan proses
dan waktu agar supremasi hukum dapat benar-benar memberikan implikasi yang
menyeluruh terhadap perbaikan pembangunan nasional.
Dalam hubungan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, penegakan hukum dibidang lingkungan hidup
dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu :
1.
Penegakan hukum Lingkungan
dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi / Tata Usaha Negara.
2.
Penegakan Hukum Lingkungan
dalam kaitannya dengan Hukum Perdata.
3.
Penegakan Hukum Lingkungan
dalam kaitannya dengan Hukum Pidana.
Contoh kasus, di Provinsi Sumatera Selatan, menurut data
yang ada pada Bapedalda Provinsi Sumatera Selatan, disebutkan bahwa pada Tahun
2001 terdapat beberapa kasus pencemaran lingkungan hidup. Di Kota Palembang
yaitu masalah lingkungan yang diakibatkan pencemaran oleh PT. PUSRI dan PT. Sri
Melamin Rejeki berupa limbah amoniak dan urea (cair dan gas).
Sedangkan di Prabumulih pencemaran lingkungan dilakukan
oleh Pertamina OEP Prabumulih pada alur sungai di Desa Sialingan dan di Muara
Enim terdapat 2 (dua) kasus pencemaran / kerusakan lingkungan yang diakibatkan
oleh JOB Pertamina / HEDI kegiatan pengeboran di daerah Kecamatan Penukal Abab
serta permasalahan komponan lingkungan hidup (sosial, alami dan binaan)
terhadap keberadaan PT. Musi Huta Persada. Sedangkan di Musi Rawas pencemaran
Sungai Lakitan oleh PT. London Sumatera. Kasus pencemaran yang diakibatkan oleh
kegiatan baik itu sektor migas, prekonomian, kehutanan, dapat dikemukakan
hal-hal sebagai berikut :
1.
PT. Sri Melamin Rejeki yang
melakukan pembangunan limbah tidak terkendali sehingga telah diberikan
peringatan tertulis oleh Gubernur Sumatera Selatan. Apabila batas waktu awal
tahun 2003 belum memenuhi Standar Mutu
Limbah, maka kegiatan tersebut akan ditutup sementara.
2.
Kegiatan pengolahanminyak bumi
UP III Plaju yang memenuhi potensi besar buangan limbah cair ke sungai Musi dan
sungai Komering diberikan peringatan oleh Gubernur Sumatera Selatan, sebagai
tidak lanjut Pertamina melakukan evaluasi kinerja kelola lingkungan bekerjasama
dengan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Berita Harian Kompas tanggal 28
Juli 2003 tentang pembuangan limbah Sea Union, Ltd dilokasi Sungai Selincang
Desa Sinar Rambang Kecamatan Rambang Kapak Tengah Prabumulih telah ditinjau
oleh Tim Bapedalda Provinsi Sumatera Selatan tanggal 30 Juli 2003 dan telah
diberikan peringatan oleh Gubernur melalui Surat Nomor : 660/3556/Bpdl-2/2003 tanggal 17
September 2003.
3.
Berdasarkan Surat Gubernur
Nomor : 540/0378/IV/2003 tanggal 4 Januari 2003 tentang Kegiatan Tambang Emas
PT. BarisanTropikal Mining di Desa Sukamenang Kecamatan Karang Jaya Kabupaten
Musi Rawas telah ditinjau Tim Bapedalda Provinsi Sumatera Selatan tanggal 20
Februari dan telah ditindaklanjuti
dengan Surat Gubernur Nomor : 660/268/Bpdl/2003 tanggal 13 Mei 2003 agar
ditindaklanjuti oleh Dinas Pertambangan Provinsi Sumatera Selatan.
Permintah telah melakukan berbagai upaya penegakan hukum
terhadap unit usaha atau kegiatan yang tidak melalukan upaya pengelolaan
lingkungan hidup dengan baik, karena upaya pengelolaan lingkungan hidup sebagai
bagian yang integral dari upaya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan. Penegakan hukum lingkungan secara konsekuen tentunya perlu
keseriusan dari seluruh lepisan masyarakat sehingga permasalahan lingkungan dapat
diminimalisasikan.
Selama ini pemerintah, khususnya pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan telah berupaya melakukan penegakan hukum melalui penerapan
sanksi administrasi terhadap perusahaan yang melakukan membuang limbah
melampaui Mutu. Sanksi administrasi merupakan suatu upaya hukum yang
harus dikatakan sebagai kegiatan preventif oleh karena itu sanksi administrasi
perlu ditempuh dalam rangka melakukan penegakan hukum lingkungan. Disamping
sanksi-sanksi lainnya yang dapat diterapkan seperti sanksi pidana.
Upaya penegakan sanksi administrasi oleh pemerintah
secara ketata dan konsisten sesuai dengan kewenangan yang ada akan berdampak
bagi penegakan hukum, dalam rangkan menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal ini, maka
penegakan sanksi administrasi merupakan garda terdepan dalan penegakan hukum
lingkungan (primum remedium). Jika
sanksi administrasi dinilai tidak efektif, berulan dipergunakan sarana sanksi
pidana sebagai senjata pamungkas (ultimum
remedium).
Ini berarti bahwa kegiatan penegakan hukum pidana
terhadap suatu tindak pidana lingkungan hidup baru dapat dimulai apabila :
- Aparat yang berwenang telah menjatuhkan sanksi administrasi dan telah menindak pelanggar degan menjatuhkan suatu sanksi administrasi tesebut, namun ternyata tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi, atau
- Antara perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan pihak masyarakat yang menjadi korban akibat terjadi pelanggaran, sudah diupayakan penyelesaian sengketa melalui mekanisme altenatif di luar pengadilan dalam bentuk musyawarah / perdamaian / negoisasi / mediasi, namun upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, dan atau litigasi melalui pengadilan pedata, namun upaya tersebut juga tidak efektif, baru dapat digunakan instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup.
Pada dasarnya setiap kegiatan pembangunan akan
menimbulkan perubahan yang bersifat positif ataupun negatif. Untuk mewujudkan
pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup, maka perlu diusahakan peningkatan
dampak positif dan mengurangi dampak negatif.
Kewenangan pemerintah untuk mengatur merupakan suatu hal
yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Dari sisi Hukum Administrasi Negara,
kewenangan ini di sebut dengan kewenagan atribusi (Atributive bevoeghdheid), yaitu kewenangan yang melekat pada badan-badan
pemerintah yang diperoleh dari Udang-Undang. Sehingga badan-badan pemerintah
tersebut dengan demikian memilii kewenangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal
8 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997.
Dengan demikian, badan-badan pemerintah yang berwenang
meiliki legitimasi (kewenangan bertindak dalam pengertian politik) untuk
menjalankan kewenangan hukumnya. Karena masalah legitimasi adalah persoalan
kewenangan yaitu kewenangan menerapkan sanksi seperti pengawasan dan pemberian
sanksi yang merupakan suatu tugas pemerintah seperti yang diamanatkan oleh
undang-undang. Dalam hal pengawasan dilakukan oleh suatu lembaga yang dibentuk
khusus oleh pemerintah.
Sanksi administrasi merupakan kewenangan pemerintah
provinsi yang dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, hal ini dapat
tercantum dalam pasal 25 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang berbunyi :
(1)
Gubernur/Kepala Daerah Tingkat
I berwenang melakukan paksaan pemerintahan terhadap penanggung jawab usaha dan
/ atau kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta
menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan
tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan /atau pemulihan atas beban biaya
penanggung jawab usaha dan /atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan
Undang-Undang.
(2)
Wewenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat diserahkan kepada Bupati / Walikotamadya / kepala Daerah
Tingkat II dengan Peraturan Daerah Tingkat I.
(3)
Pihak ke-tiga yang
berkepentingan berhak mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk
melakukan paksaan pemerintahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2).
(4)
Peksaan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) didahulukan dengan surat
perintah dari pejabat berwenang.
(5)
Tindakan penyelamatan,
penanggulangan dan/atau pemulihansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diganti dengan pembayaran uang tertentu.
Dalam kasus pencemaran oleh beberapa perusakan di
Provinsi Sumatera Selatan, pihak pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Bapedalda
Provinsi Sumatera Selatan, telah memberikan sanksi administrasi berupa
peringatan tertulis dari Gubernur
Sumatera Selatan.
Kemampuan daya dukung lingkungan hidup terdapat beban
pencemaran mempunyai keterbatasan. Apabila kondisi ini dibiarkan akan berdampak
terhadap kehidupan manusia. Oleh karena itu penegakan hukum adminitrasi oleh
lembaga pemerintah harus dilaksanakan.
Sanksi-sanksi hukum adminitrasi yang khas antara lain :
- Bestuursdwang (paksaan pemerintahan)
Diuraikan sebagai tindakan-tindakan yang nyata dari
pengusaha guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum
administrasi atau (bila masih) melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh
para warga karena bertentangan dengan undang-undang.
- Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin pembayaran, subsidi).
Penarikan kembali suatu keputusan yang menguntungkan
tidak selalu perlu didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini
tidak termasuk apabila keputusan(ketetapan) tersebut berlaku untuk waktu yang
tidak tertentu dan menurut sifanya "dapat diakhiri" atau diatrik
kembali (izin, subsidi berkala).
BAB
IV PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Penegakkan hukum lingkungan dapat
dilakukan dengan pemberian sanksi yang berupa sanksi administrasi.
2.
Sanksi administrasi menurut
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
diberikan oleh Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I terhadap penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk mencegah dan
mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan
oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan,
dan/atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan,
kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-Undang.
B. Saran
Pembangunan merupakan pertumbuhan ekonomi untuk
mendukung peningkatan kesejahteraan. Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi ini,
sering terja dipacuan pertumbuhan yang seringkali menimbulkan dapat yang tidak
terduga terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan salah
satu aset utama untuk mendukung terciptanya tujuan utama pembangunan. Telah
dipahami bersama bahwa ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan
hidup yang baik akan mendukung kesinambungan pembangunan pada saat ini dan di
masa yang akandatang. Beberapa permasalahan pokok dalam pengelolaan lingkungan
hidup antara lain mencakup rendahnya pemahaman akan pentingnya pengelolaan
sumber daya alam dan lingk ungan hidup secara berkesinambungan dan disertai
lemahnya penegakan hukum telah membawa dampak buruk bagi upaya pembangunan
sumber daya alam serta mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup. Hal ini antara
lain ditandai oleh tingginya
tingkat kerusakan hutan maraknya pencurian hasil hutan, terutama kayu, serta pencurian hasil laut yang mengancam keberlanjutan dan kelestarian sumber daya laut terutama berbagai jenis ikan, terumbu karang dan biota laut lainnya.
tingkat kerusakan hutan maraknya pencurian hasil hutan, terutama kayu, serta pencurian hasil laut yang mengancam keberlanjutan dan kelestarian sumber daya laut terutama berbagai jenis ikan, terumbu karang dan biota laut lainnya.
Permasalahan pokok lain yang masih dihadapi adalah
berkaitan dengan masih tingginya tingkat pencemaran lingkungan hidup akibat
belum dipatuhinya beberapa peraturan di bidang sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Di antaranya masalah masih tingginya pencemaran sungai dan laut oleh
limbah industri dan rumah tangga, pencemaran udara akibat emisi gas buang
kendaraan bermotor diperkotaan, serta belum optimalnya pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3). Selain itu untuk mengurangi biaya lingkungan, perlu
diprioritaskannya upaya minimasi limbah melalui produksi bersih dan daur ulang.
Di bidang sumber daya mineral, maraknya penambangan liar yang tidak
memperhatikan aspek pelestarian fungsi lingkungan masih banyak terjadi. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan pengusahaan sumber daya alam hutan dan tambang. Selanjutnya, permasalahan lain adalah menyangkut: masih kurang optimalnya upaya untuk meningkatkan pengakuan atas hak kepemilikan, kemitraan dan akses masyarakat adat dan lokal dalam pola pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup, sehingga perlu dipercepat dan disempurnakan mekanisme pelaksanaannya.
Di bidang sumber daya mineral, maraknya penambangan liar yang tidak
memperhatikan aspek pelestarian fungsi lingkungan masih banyak terjadi. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan pengusahaan sumber daya alam hutan dan tambang. Selanjutnya, permasalahan lain adalah menyangkut: masih kurang optimalnya upaya untuk meningkatkan pengakuan atas hak kepemilikan, kemitraan dan akses masyarakat adat dan lokal dalam pola pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup, sehingga perlu dipercepat dan disempurnakan mekanisme pelaksanaannya.
Hal–hal yang perlu diperhatikan dalan proses pengelolaan
lingkungan hidupdalah;Mengembangkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di
wilayah perdesaandan perkotaan. Menegakkan hukum yang tegas dan konsisten dalam
kasus pelanggaran ketentuan AMDAL dan perusakan SDA, membentuk pola kemitraan
dengan masyarakat lokal dalam monitoring pengelolaan SDA dan pengendalian
kualitas lingkungan hidup.
Kerusakan lingkungan yang disebakan oleh emisi gas buang
sepertinya masihmenduduki posisi tertinggi sebagi salah satu dari penyebab dari
rusaknya lingkungan yang mengakibatkan pencemaran udara, sehingga penulis
berpendapat pemerintah khususnya tiap daerah perlu meninjau kembali secara
lebih mendalam mengenai hal tersebut melalui pemeriksaan secara berkala kadar emisi gas buang terhadap kendaraan
bermotor serta mengganti alat transportasi umum yang setidaknya dapat
mengurangi atau menurunkan tingkat pencemaran lingkungan akibat emisi gas
buang, saya akan ambil satu contoh misalnya untuk wilayah DIY saja nampaknya
semakin hari polusi udara semakin memburuk, hal tersebut justru ditanggapi oleh
pemerintah jogja dengan mengeluarkan kebujakan mengenai larangan merokok dibeberapa
tempat umum yang menurut saya tidak sepenuhnya tepat,lainhalnya apabila
dilakukan penggantian angkutan umum (bis kota) dengan kendaraan yang berbahan
bakar bensin, seperti misalnya COLT. Hal tersebut sepertinya lebih efisien
dibandingkan bus kota yang berbahan baker solar, selain itu kendaraan tersebut
lebih berukuran kecil sehingga mampu menjangkau wilayah-wilayah terpencil dijogja.
Salah satu hal lain yang tidak kalah penting yang
menjadi penyebab kerusakan lingkungan adalah masuknya proyek–proyek besar dari
sebuah perusahaanyang memanfaatkan lahan–lahan masyarakat di wilayah pedesaan
yang tidak diikuti oleh sikap kritis masyarakat, seperti yang terjadi da salah
satu desa di Kabupaten Musirawas, Sumatra Selatan, misalnya sebuah perusahaan
yang bergerak dibidang perkebunan akasia, bekerja sama dengan masyarakat
sekitar untuk menanami lahan–lahan milik warga dengan pohon akasia tersebut
kemudian satelah beberapa tahun dan dilakukan panen atau penebangan pohon, maka
masyarakatakan memperoleh uang dari perusahaan tersebut.
Dari hal tersebut jelas sekali sangat merugikan, pada
awalnya penanaman pohon akasia dengan jumlah yang besar akan berdampak
dikemudian hari pada saat dilakukannya penebangan dari situ jelas hubungan
antara perusahaan tersebut dengan masyarakat tersebut telah berakhir, artinya
setelah masa penebangan maka maka perusahaan tidak melakukan penanaman lagi
sehingga banyak lahan – lahan gundul. Dari hal tersebut sehrusnya masyarakat
lebih kritis, dengan tidak hanya berorientasi pada keuntungan materi saja namun
lebih melihat dampak terhadap lingkungan secara jangka panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...