A. Prinsip Pencegahan Infeksi
1. Pengertian Infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Jika mikroorganisme gagal menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi ini disebut asimptomatik. Penyakit timbul jika patogen berbiak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal. Jika penyakit infeksi dapat ditularkan langsung dari satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular atau contagius (Perry, 2005: 933).
Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen- komponen lain dalam asuhan selama persalinan persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan, dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karenabakteri, virus, dan jamur. Dilakukan pula untuk mengurangi risiko penularan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan dengan cara pengobatannya, seperti misalnya HIV/AIDS (APN, 2007: 7).
2. Patofisiologi Infeksi
Reaksi pertama pada infeksi adalah reaksi umum yang melibatkan susunan saraf dan sistem hormon yang menyebabkan perubahan metabolik. Pada saat itu terjadi reaksi jaringan limforetikularis di seluruh tubuh berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B).
Reaksi kedua berupa reaksi lokal yang disebut inflamasi akut. Reaksi ini terus berlangsung selama masih terjadi pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa diberantas, sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bertumpuk di sel jaringan tubuh lain membentuk flegmon.
Trauma yang hebat, berlebihan dan terus-menerus menimbulkan reaksi tubuh yang juga berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini disebut fase organisasi. Bila dalam fase fase ini pengrusakan jaringan terhenti, akan terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa. Akan tetapi bila pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak hilang.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi terjadinya Infeksi
Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian virus. Jumlah organisme yang dapat menyebabkan infeksi pada pejamu yang rentan berbeda pada setiap lokasinya, jika organisme bersentuhan dengan dengan kulit, risiko infeksi rendah. Jika organisme bersentuhan dengan selaput lendir atau kulit yang terkelupas maka risiko infeksi meningkat (Tietjen, 2004: 1-8). Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi menurut Azis Alimul Hidayat (2006: 134) adalah:
a) Sumber Penyakit
Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi dapat berjalan cepat atau lambat.
b) Kuman penyebab
Kuman penyebab dapat menentukan jumlah mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dan virulensinya.
c) Cara Membebaskan dari Sumber Kuman
Cara membebaskan kuman dapat menentukan apakah proses infeksi cepat atau teratasi atau diperlambat seperti tingkat keasaman (pH), suhu, penyinaran, dan lain-lain.
d) Cara Penularan
Cara penularan seperti kontak langsung, melalui makanan atau udara, dapat memyebabkan penyebaran kuman ke dalam tubuh.
e) Cara masuknya Kuman
Proses penyebaran kuman berbeda, tergantung dari sifatnya. Kuman dapat masuk melalui saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit, dan lain-lain.
f) Daya Tahan Tubuh
Daya tahan tubuh yang baik dapat memerlambat prosses infeksi atau mempercepat prosespenyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk proses infeksi.
Sedangkan menurut Potter (2005: 933) adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi. Perkembang biakan infeksi terjadi dalam siklus yang bergantung pada elemen-elemen berikut ini:
Agens infeksius
Tempat atau sumber pertumbuhan patogen
Portal keluar dari tempat tumbuh tersebut
Cara penularan
Portal masuk ke pejamu
Pejamu yang rentan.
Infeksi dapat terjadi jika rantai ini tetap berhubungan. Tenaga kesehatan menggunakan kewaspadaan dan pengendalian infeksi untuk memutuskan rantai tersebut sehingga infeksi tidak terjadi (Potter, 2005: 933).
4. Tanda-tanda Infeksi
Tubuh memiliki pertahanan normal terhadap infeksi. Flora normal tubuh yang tinggal di dalam dan luar tubuh melindungi seseorang dari beberapa patogen. Setiap sistem organ memiliki mekanisme pertahanan yang mempertahankan terhadap paparan mikroorganisme infeksius (Perry, 2005: 937).
Respons selular tubuh terhadap cedera atau infeksi adalah inflamasi. Inflamasi adalah reaksi protektif vaskuler dengan menghantarkan cairan, produk darah, dan nutrien ke jaringan interstisial ke daerah cedera. Tanda inflamasi termasuk bengkak, kemerahan, panas, nyeri atau nyeri tekan, dan hilangnya fungsi bagian tubuh yang terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik, muncul tanda dan gejala lain, termasuk demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah, dan pembesaran kelenjar limfe (Perry, 2005: 939).
a) Tanda-tanda Infeksi maternal
1) Tanda dini Infeksi
(a) Sedikit peningkatan suhu tubuh ibu
(b) Takikardia janin
(c) Perasaan tidak sehat
2) Tanda Lanjut Infeksi
(a) Perasaan tidak sehat
(b) Suhu tinggi
(c) Takikardia ibu dan/atau janin
(d) Kematian intrauterus
(e) Bayi yang tidak sehat saat dilahirkan
(f) Tanda non spesifik infeksi seperti malaise, sakit kepala, demam, atau mialgia
(g) Nyeri tekan uterus atau cairan/flour vagina berbau menyengat (Chapman, 2006: 212-213).
b) Tanda-tanda Infeksi pada saat Persalinan
1) Nadi cepat (110x/menit atau lebih)
2) Suhu lebih dari 38◦C
3) Menggigil
4) Air ketuban atau cairan vagina berbau (APN, 2007: 90)
5. Tujuan Pencegahan Infeksi
Infeksi Nasokomial dan infeksi dari pekerjaan merupakan masalah yang penting di seluruh dunia dan terus meningkat. Sebagian besar infeksi dapat dicegah dengan strategi dan menaati praktik-praktik pencegahan infeksi yang direkomendasikan (Tietjen, 2004: 1-2). Adapun tujuan pencegahan infeksi dalam asuhan persalinan normal (APN, 2007: 1-2) adalah:
a) Meminimalkan infeksi yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur).
b) Menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa (hepatitis dan HIV/AIDS).
6. Definisi Tindakan dalam Pencegahan Infeksi
Cara paling mudah untuk mencegah penyebaran infeksi adalah membunuh mikroorganisme ketika mereka berada di tangan, alat dan perabot seperti tempat tidur pasien (Ester, 2005: 42). Cara efektif untuk membunuh mikrooraganisme meliputi:
a) Asepsis atau teknik aseptik
Asepsis atau teknik aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan infeksi. Caranya adalah menghilangkan dan/atau menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, jaringan dan benda-benda mati hingga tingkat aman.
b) Antisepsis
Antisepsis adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya.
c) Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap benda-benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
d) Mencuci dan membilas
Mencuci dan membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua darah, cairan tubuh atau benda asing (debu, kotoran) dari kulit atau instrumen.
e) Desinfeksi
Desinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir semua mikroorganisme penyebab penyakit pada benda-benda mati atau instrumen.
f) Desinfeksi tingkat tinggi (DTT)
Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri, dengan cara merebus atau cara kimiawi.
g) Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrumen (APN, 2007).
7. Tindakan Pencegahan Infeksi
Cara efektif untuk mencegah penyebaran penyakit dari orang ke orang atau dari peralatan ke orang dapat dilakukan dengan meletakkan penghalang di antara mikroorganisme dan individu pasien atau petugas kesehatan. Penghalang ini dapat berupa upaya fisik, mekanik ataupun kimia yang meliputi pencucian tangan, penggunaan sarung tangan, penggunaan cairan antiseptik, pemprosesan alat bekas pakai, dan pembuangan sampah.
a) Mencuci Tangan
Untuk mencegah penularan infeksi kepada dirinya dan kliennya, para pelaksana pelayanan KIA perlu mencuci tangannya sebelum memeriksa klien. Mencuci tangan hendaknya menjadi suatu kebiasaan dalam melaksanakan pelayanan sehari-hari (DepKes, 2000: 1).
Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari perrmukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme (Tietjen, 2004).
Indikasi Cuci Tangan:
1) Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu dan bayi baru lahir
2) Setelah kontak fisik dengan ibu dan bayi baru lahir
3) Sebelum memakai sarung tangan DTT atau steril
4) Setelah melepaskan sarung tangan
5) Setelah menyentuh benda yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh atau selaput mukosa lainnya.
Untuk mencuci tangan:
1) Lepaskan perhiasan di tangan
2) Basahi tangan dengan air bersih dan mengalir
3) Gosok kedua tangan dengan kuat menggunakan sabun biasa atau yang mengandung anti septik selama 10-15 menit (pastikan sela-sela jari digosok secara menyeluruh). Tangan yang terlihat kotor harus dicuci lebih lama.
4) Bilas dengan tangan dengan air bersih yang mengalir
5) Biarkan tangan kering dengan cara diangin-anginkan atau keringkan dengan kertas tissu atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
b) Penggunaan Sarung Tangan
Sarung tangan digunakan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh, selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya), peralatan, sarung tangan, atau sampah yang terkontaminasi (APN, 2007: 17).
Jika sarung tangan diperlukan, ganti sarung tangan untuk menangani setiap ibu atau bayi baru lahir untuk menghindari kontaminasi silang atau gunakan sarung tangan yang berbeda untuk situasi yang berbeda pula (APN, 2007: 17). Menurut Tietjen (2004: 4-3) ada 3 jenis sarung tangan yaitu:
1) Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif pembedahan.
2) Sarung tangan pemeriksaan, dipakai unutk melindungi petugas kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.
3) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
Sumber: http://ika-misna.blogspot.com/2012/04/pencegahan-infeksi-terutama-untuk.html
1. Pengertian Infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Jika mikroorganisme gagal menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi ini disebut asimptomatik. Penyakit timbul jika patogen berbiak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal. Jika penyakit infeksi dapat ditularkan langsung dari satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular atau contagius (Perry, 2005: 933).
Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen- komponen lain dalam asuhan selama persalinan persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan, dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karenabakteri, virus, dan jamur. Dilakukan pula untuk mengurangi risiko penularan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan dengan cara pengobatannya, seperti misalnya HIV/AIDS (APN, 2007: 7).
2. Patofisiologi Infeksi
Reaksi pertama pada infeksi adalah reaksi umum yang melibatkan susunan saraf dan sistem hormon yang menyebabkan perubahan metabolik. Pada saat itu terjadi reaksi jaringan limforetikularis di seluruh tubuh berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B).
Reaksi kedua berupa reaksi lokal yang disebut inflamasi akut. Reaksi ini terus berlangsung selama masih terjadi pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa diberantas, sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bertumpuk di sel jaringan tubuh lain membentuk flegmon.
Trauma yang hebat, berlebihan dan terus-menerus menimbulkan reaksi tubuh yang juga berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini disebut fase organisasi. Bila dalam fase fase ini pengrusakan jaringan terhenti, akan terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa. Akan tetapi bila pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak hilang.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi terjadinya Infeksi
Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian virus. Jumlah organisme yang dapat menyebabkan infeksi pada pejamu yang rentan berbeda pada setiap lokasinya, jika organisme bersentuhan dengan dengan kulit, risiko infeksi rendah. Jika organisme bersentuhan dengan selaput lendir atau kulit yang terkelupas maka risiko infeksi meningkat (Tietjen, 2004: 1-8). Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi menurut Azis Alimul Hidayat (2006: 134) adalah:
a) Sumber Penyakit
Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi dapat berjalan cepat atau lambat.
b) Kuman penyebab
Kuman penyebab dapat menentukan jumlah mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dan virulensinya.
c) Cara Membebaskan dari Sumber Kuman
Cara membebaskan kuman dapat menentukan apakah proses infeksi cepat atau teratasi atau diperlambat seperti tingkat keasaman (pH), suhu, penyinaran, dan lain-lain.
d) Cara Penularan
Cara penularan seperti kontak langsung, melalui makanan atau udara, dapat memyebabkan penyebaran kuman ke dalam tubuh.
e) Cara masuknya Kuman
Proses penyebaran kuman berbeda, tergantung dari sifatnya. Kuman dapat masuk melalui saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit, dan lain-lain.
f) Daya Tahan Tubuh
Daya tahan tubuh yang baik dapat memerlambat prosses infeksi atau mempercepat prosespenyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk proses infeksi.
Sedangkan menurut Potter (2005: 933) adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi. Perkembang biakan infeksi terjadi dalam siklus yang bergantung pada elemen-elemen berikut ini:
Agens infeksius
Tempat atau sumber pertumbuhan patogen
Portal keluar dari tempat tumbuh tersebut
Cara penularan
Portal masuk ke pejamu
Pejamu yang rentan.
Infeksi dapat terjadi jika rantai ini tetap berhubungan. Tenaga kesehatan menggunakan kewaspadaan dan pengendalian infeksi untuk memutuskan rantai tersebut sehingga infeksi tidak terjadi (Potter, 2005: 933).
4. Tanda-tanda Infeksi
Tubuh memiliki pertahanan normal terhadap infeksi. Flora normal tubuh yang tinggal di dalam dan luar tubuh melindungi seseorang dari beberapa patogen. Setiap sistem organ memiliki mekanisme pertahanan yang mempertahankan terhadap paparan mikroorganisme infeksius (Perry, 2005: 937).
Respons selular tubuh terhadap cedera atau infeksi adalah inflamasi. Inflamasi adalah reaksi protektif vaskuler dengan menghantarkan cairan, produk darah, dan nutrien ke jaringan interstisial ke daerah cedera. Tanda inflamasi termasuk bengkak, kemerahan, panas, nyeri atau nyeri tekan, dan hilangnya fungsi bagian tubuh yang terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik, muncul tanda dan gejala lain, termasuk demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah, dan pembesaran kelenjar limfe (Perry, 2005: 939).
a) Tanda-tanda Infeksi maternal
1) Tanda dini Infeksi
(a) Sedikit peningkatan suhu tubuh ibu
(b) Takikardia janin
(c) Perasaan tidak sehat
2) Tanda Lanjut Infeksi
(a) Perasaan tidak sehat
(b) Suhu tinggi
(c) Takikardia ibu dan/atau janin
(d) Kematian intrauterus
(e) Bayi yang tidak sehat saat dilahirkan
(f) Tanda non spesifik infeksi seperti malaise, sakit kepala, demam, atau mialgia
(g) Nyeri tekan uterus atau cairan/flour vagina berbau menyengat (Chapman, 2006: 212-213).
b) Tanda-tanda Infeksi pada saat Persalinan
1) Nadi cepat (110x/menit atau lebih)
2) Suhu lebih dari 38◦C
3) Menggigil
4) Air ketuban atau cairan vagina berbau (APN, 2007: 90)
5. Tujuan Pencegahan Infeksi
Infeksi Nasokomial dan infeksi dari pekerjaan merupakan masalah yang penting di seluruh dunia dan terus meningkat. Sebagian besar infeksi dapat dicegah dengan strategi dan menaati praktik-praktik pencegahan infeksi yang direkomendasikan (Tietjen, 2004: 1-2). Adapun tujuan pencegahan infeksi dalam asuhan persalinan normal (APN, 2007: 1-2) adalah:
a) Meminimalkan infeksi yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur).
b) Menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa (hepatitis dan HIV/AIDS).
6. Definisi Tindakan dalam Pencegahan Infeksi
Cara paling mudah untuk mencegah penyebaran infeksi adalah membunuh mikroorganisme ketika mereka berada di tangan, alat dan perabot seperti tempat tidur pasien (Ester, 2005: 42). Cara efektif untuk membunuh mikrooraganisme meliputi:
a) Asepsis atau teknik aseptik
Asepsis atau teknik aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan infeksi. Caranya adalah menghilangkan dan/atau menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, jaringan dan benda-benda mati hingga tingkat aman.
b) Antisepsis
Antisepsis adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya.
c) Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap benda-benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
d) Mencuci dan membilas
Mencuci dan membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua darah, cairan tubuh atau benda asing (debu, kotoran) dari kulit atau instrumen.
e) Desinfeksi
Desinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir semua mikroorganisme penyebab penyakit pada benda-benda mati atau instrumen.
f) Desinfeksi tingkat tinggi (DTT)
Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri, dengan cara merebus atau cara kimiawi.
g) Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrumen (APN, 2007).
7. Tindakan Pencegahan Infeksi
Cara efektif untuk mencegah penyebaran penyakit dari orang ke orang atau dari peralatan ke orang dapat dilakukan dengan meletakkan penghalang di antara mikroorganisme dan individu pasien atau petugas kesehatan. Penghalang ini dapat berupa upaya fisik, mekanik ataupun kimia yang meliputi pencucian tangan, penggunaan sarung tangan, penggunaan cairan antiseptik, pemprosesan alat bekas pakai, dan pembuangan sampah.
a) Mencuci Tangan
Untuk mencegah penularan infeksi kepada dirinya dan kliennya, para pelaksana pelayanan KIA perlu mencuci tangannya sebelum memeriksa klien. Mencuci tangan hendaknya menjadi suatu kebiasaan dalam melaksanakan pelayanan sehari-hari (DepKes, 2000: 1).
Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari perrmukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme (Tietjen, 2004).
Indikasi Cuci Tangan:
1) Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu dan bayi baru lahir
2) Setelah kontak fisik dengan ibu dan bayi baru lahir
3) Sebelum memakai sarung tangan DTT atau steril
4) Setelah melepaskan sarung tangan
5) Setelah menyentuh benda yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh atau selaput mukosa lainnya.
Untuk mencuci tangan:
1) Lepaskan perhiasan di tangan
2) Basahi tangan dengan air bersih dan mengalir
3) Gosok kedua tangan dengan kuat menggunakan sabun biasa atau yang mengandung anti septik selama 10-15 menit (pastikan sela-sela jari digosok secara menyeluruh). Tangan yang terlihat kotor harus dicuci lebih lama.
4) Bilas dengan tangan dengan air bersih yang mengalir
5) Biarkan tangan kering dengan cara diangin-anginkan atau keringkan dengan kertas tissu atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
b) Penggunaan Sarung Tangan
Sarung tangan digunakan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh, selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya), peralatan, sarung tangan, atau sampah yang terkontaminasi (APN, 2007: 17).
Jika sarung tangan diperlukan, ganti sarung tangan untuk menangani setiap ibu atau bayi baru lahir untuk menghindari kontaminasi silang atau gunakan sarung tangan yang berbeda untuk situasi yang berbeda pula (APN, 2007: 17). Menurut Tietjen (2004: 4-3) ada 3 jenis sarung tangan yaitu:
1) Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif pembedahan.
2) Sarung tangan pemeriksaan, dipakai unutk melindungi petugas kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.
3) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
Sumber: http://ika-misna.blogspot.com/2012/04/pencegahan-infeksi-terutama-untuk.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...