Sabtu, 20 April 2013

Mengangkangi Perda

Oleh: Mhd. Zaki, S.Sos., M.H.
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jambi Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pengaturan Pengangkutan Batubara dalam Provinsi Jambi dan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Jambi Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengangkutan Batubara nampaknya kembali “dikangkangi”. Inilah polah tingkah tak terpuji yang belakangan ini dilakukan oleh para pengusaha batubara setelah sebelumnya tercatat sudah beberapa kali membuat kesepakatan dengan pemerintah daerah, namun kesepakatan tersebut hanya di atas kertas yang pada perjalanannya tetap saja diingkari.
Sebelum  Perda dan Pergub ini dibuat, sebenarnya juga sudah ada kesepakatan moratorium tentang angkutan batubara yakni penundaan atau penghentian sementara aktivitas pengangkutan batubara yang menggunakan jalur darat sebelum dibuat Perda dan Pergub. Namun moratorium itu juga tidak berjalan seperti harapan masyarakat. Selanjutnya setelah Perda itu disahkan pemerintah juga telah memberi toleransi pemberlakuan Perda moratorium batubara ini yang seharusnnya mulai per 1 Januari 2013 ditunda hingga 1 April 2013. Namun sampai saat ini masih dijumpai pelanggaran.

Yang mengecewakan lagi adalah langkah moratorium sebagai usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka mempertimbangkan dan memperhatikan kepentingan masyarakat sering dibalas dengan aksi mogok para supir truk pengangkut batubara di sepanjang jalan umum yang sering mereka lewati. Hal ini menurut penulis sama saja dengan “mengangkangi” Perda dan Pergub tersebut. Aksi tersebut terang saja telah mengganggu dan merugikan masyarakat pengguna jalan umum lainnya. 

Tentunya ini menjadi tanda  tanya, apa sesungguhnya yang terjadi?, sehingga Perda dan Pergub yang telah dibuat oleh pemerintah daerah itu seakan tidak pernah mereka patuhi. Benarkah pemerintah daerah telah kehilangan wibawa sebagai pembuat kebijakan, sekaligus perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah?

Perlu Ketegasan
Dalam kasus ini ada dua kemungkinan yang perlu dicermati. Pertama, kalau diamati selama ini pemerintah daerah boleh dikatakan belum menunjukkan keseriusan terhadap penegakan Perda dan Pergub yang telah mereka buat. Aparat yang semestinya berwenang melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran Perda dan Pergub tesebut juga belum bekerja secara maksimal. Ini bisa dilihat bagaimana para supir truk yang melanggar sampai hari ini belum ada yang dikenai sanksi tegas sebagai konsekuensi atas pelanggaran Perda dan Pergub tersebut. 

Ketidaktegasan para aparat dalam mengawasi dan bertindak terhadap pelanggaran Perda dan Pergub yang dilakukan oleh para supir truk pengangkut batubara tersebut semakin membuat para supir angkutan batubara menjadi leluasa melewati jalan umum tanpa rasa bersalah. Padahal pengaturan itu dimaksudkan untuk kepentingan umum, salah satunya menjaga agar kondisi jalan menjadi lebih awet.
Kedua, itikad baik atau keinginan yang sungguh-sungguh dari kalangan pengusaha batubara untuk membuat jalur khusus dan memanfaatkan jalur sungai sebagai jalur alternatif angkutan batubara perlu dipertanyakan. Sesuai dengan Pasal 5 Ayat (1) Perda No 13 tahun 2013 mengatur: Setiap pengangkutan batubara dalam Provinsi Jambi wajib melalui jalan khusus atau jalur sungai. Selanjutnya dalam penjelasan disebutkan pula bahwa yang dimaksud dengan “jalan khusus” adalah jalan yang dibangun oleh pelaku usaha yang digunakan untuk jalur pengangkutan batubara dari lokasi tambang menuju pelabuhan terminal batubara.

Dari penjelasan tersebut sudah jelas bahwa para pelaku usaha batubara berkewajiban membangun sarana jalan khusus untuk jalur pengangkutan batubara dari lokasi tambang menuju pelabuhan terminal batubara. Namun pengusaha nampaknnya keberatan dengan aturan tersebut. Maklum untuk membangun jalan khusus memerlukan biaya yang tidak sedikit. Hitung-hitungan untung rugi bagi perusahaan tentu lebih mereka utamakan.   

Kemungkinan Pihak yang Bermain
Dengan kejadian ini tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi ini untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan cara yang tidak legal. Seperti diketahui sebelum diberlakukan Perda dan Pergub tentang angkutan batubara, mereka yang mengangkut batubara melalui jalan umum dikenai retribusi yang disetorkan ke petugas dilapangan. 

Dengan masih dijumpainya truk pengangkut batubara yang melintasi jalan umum patut diduga masih adanya oknum yang menerima upeti dari para pengusaha khususnya dari para supir truk yang melintasi jalan umum tersebut. Karena rasanya tidak mungkin mereka berani melintasi jalan umum kalau seandainya mereka tidak banyar setoran. 

Sekarang sudah seharusnya pemerintah bertindak tegas, baik kepada pengusaha batubara, maupun kepada oknum yang terlibat terbukti menerima upeti dari pengusaha batubara. Karena ini menyangkut nama baik dan kewibawaan gubernur selaku kepala daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...