Senin, 26 September 2011

Perceraian yang Terjadi dengan Alasan Khulu' dan Fasakh

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Keluarga dalam pandangan Islam memiliki nilai yang tidak kecil. Bahkan Islam menaruh perhatian besar terhadap kehidupan keluarga dengan meletakkan kaidah-kaidah yang arif guna memelihara kehidupan keluarga dari ketidakharmonisan dan kehancuran. Kenapa demikian besar perhatian Islam? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga adalah batu bata pertama untuk membangun istana masyarakat muslim dan merupakan madrasah iman yang diharapkan dapat mencetak generasi-generasi muslim yang mampu meninggikan kalimat Allah di muka bumi. Bila pondasi ini kuat, lurus agama dan akhlak anggotanya maka akan kuat pula masyarakat dan akan terwujud keamanan yang didambakan. Sebaliknya, bila tercerai berai ikatan keluarga dan kerusakan meracuni anggota-anggotanya maka dampaknya terlihat pada masyarakat, bagaimana kegoncangan melanda dan rapuhnya kekuatan sehingga tidak diperoleh rasa aman.
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU No. 1 Tahun 1974, Bab I, Pasal 1). Yang bertujuan “membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami dan istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya, membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil.
Menurut Islam perkawinan diartikan dengan Akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Keluarga Sakinah adalah Keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai iman, takwa dan akhlak yang mulia.
Keluarga Sakinah atau rumah tangga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin merupakan idaman dan dambaan setiap manusia, khususnya bagi yang sudah berkeluarga. Apa artinya harta melimpah, jabatan terpenuhi, pendidikan cukup berhasil, namun situasi rumah tangga kacau, seluruh keluarga satu sama lain saling tertekan, hati membara dan selalu bergejolak tidak ada rasa tentram/damai.
Dekade akhir-akhir ini, nampak sudah menjadi trend, bahkan ada kebanggaan dan tidak ada rasa malu perselingkuhan, kawin cerai, pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga dan sejenisnya. Hal ini manakala tidak segera teratasi/terkendali, bagaimana masa depan anak cucu, semakin hari akan semakin suram.
Teknik Pelaksanaan Pembinaan Perkawinan dengan melakukan penyuluhan kepada remaja usia nikah tentang Undang-undang Perkawinan, hukum munakahat, keluarga sakinah, penyalah-gunaan narkoba, dan pencegahan HIV/AIDS, Kursus calon pengantin dan Konsultasi jodoh, Pembinaan kepada wali nikah, Penyuluhan pencatatan nikah dan jangn menikah di bawah tangan, meningkatkan kemampuan petugas, pelayanan nasehat dengan media dan kerjasama dengan lembaga sosial masyarakat.
Nsehat Perkawinan adalah suatu pelayanan sosial mengenai masalah keluarga, khususnya hubungan suami istri, Tujuan yang hendak dicapai ialah terciptanya situasi yang menyenangkan dalam suatu hubungan suami istri, sehingga dengan situasi yang menyenangkan tersebut suatu keluarga dapat mencapai kebahagiaan.
Nasehat perkawinan adalah suatu proses, jadi memerlukan waktu yang relatif lama, tidak hanya sekali saja. Mungkin untuk sepasang suami istri membutuhkan waktu beberapa tahun, tetapi mungkin juga ada yang hanya beberapa bulan saja. Hal ini tergantung kepada kondisi masing-masing keluarga.
Seorang penasehat perkawinan harus selalu mempunyai persiapan mental bahwa tugasnya tidak hanya satu kali saja dalam beberapa puluh menit. Ia harus selalu siap bahwa pekerjaannya mungkin memerlukan waktu lama. Karenanya persiapan apa yang akan dikerjakan harus disesuaikan dengan hal ini.
Nasehat perkawinan dapat diberikan oleh seseorang saja, akan tetapi lebih sempurna bila diberikan oleh suatu tim penasehat, yang terdiri dari berbagai profesi, misalnya ahli agama, ahli ilmu jiwa, psikiater, ahli pendidikan, ahli kemasyarakatan, ahli hukum, pekerja sosial, dokter dan sebagainya. Masing-masing ahli ini akan memberikan nasehat sesuai dengan bidang keahliannya, terutama dalam pemecahan suatu masalah yang dialami oleh klien ( orang yang diberi nasehat).
Harus disadari bahwa ada saja kemungkinan pada suatu saat klien akan membutuhkan lagi nasehatnya di masa mendatang. Oleh karena itu harus disiapkan pendataan dan pengadministrasiannya berupa file, berkas yang rapi.
Bagi para remaja yang akan memasuki jenjang perkawinan sering menemui kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan. Tidak saja untuk menegakkan prinsip-prinsip yang sangat asasi seperti disebutkan diatas melainkan juga banyak faktor-faktor lain yang juga cukup dominan. Disinilah fungsi dan peranan nasehat sebagai upaya bantuan kepada pihak-pihak yang membutuhkannya agar tidak terjadi kegagalan yang tidak diinginkan.
Perkawinan merupakan salah satu aktivitas individu. Aktivitas individu umumnya akan terkait pada suatu tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan, demikian juga dengan perkawinan. Perkawinan merupakan aktivitas dari suatu pasangan, maka sudah selayaknya mereka pun mempunyai tujuan tertentu. Tetapi karena perkawinan itu terdiri dari dua individu, maka ada kemungkinan bahwa tujuan mereka tidak sama. Bila hal tersebut terjadi, maka tujuan perkawinan itu harus dibulatkan agar terdapat suatu kesatuan dalam pencapaian tujuan tersebut.
Perkawinan mempunyai tujuan antara lain membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, maka sebenarnya tidak perlu diragukan lagi, apakah sebenarnya yang ingin dicapai dalam perkawinan itu. Namun karena keluarga atau rumah tangga itu berasal dari dua individu yang berbeda, maka dari dua individu itu mungkin terdapat tujuan yang berbeda, untuk itu perlu penyatuan tujuan perkawinan demi tercapainya keluarga yang sakinah.
Tanpa adanya kesatuan tujuan antara suami dan isteri dalam keluarga dan kesadaran bahwa tujuan itu harus dicapai bersama-sama, maka dapat dibayangkan bahwa keluarga itu akan mudah mengalami hambatan-hambatan yang merupakan sumber permasalahan besar dalam keluarga, akhirnya dapat menuju keretakan keluarga yang berakibat lebih jauh sampai kepada perceraian. Tujuan adalah merupakan titik tuju bersama yang akan diusahakan untuk dicapai secara bersama-sama pula.
Kebahagian yang merupakan salah satu tujuan dari perkawinan adalah sesuatu hal yang relatif dan subyektif. Relatif karena sesuatu hal yang pada suatu waktu dapat menimbulkan kebahagiaan, namun pada waktu yang lain mungkin tidak dapat menimbulkan lagi kebahagiaan. Subyektif oleh karena kebahagiaan bagi seseorang belum tentu kebahagiaan bagi orang lain.
Tujuan perkawinan akan terkait pada frame of reference dari individu yang bersangkutan. Dengan demikian maka timbul pertanyaan bagaimana keluarga bahagia itu ?. Walalupun kebahagiaan itu relatif dan subyektif, tetapi adanya ukuran atau patokan umum yang dapat digunakan untuk menyatakan bahwa keluarga itu merupakan keluarga yang bahagia atau walfare.
Keluarga dapat dikategorikan sebagai keluarga bahagia bila dalam keluarga itu tidak terjadi kegoncangan-kegoncangan atau pertengkaran-pertengkaran, sehingga keluarga itu berjalan dengan baik tanpa goncangan-goncangan atau pertengkaran-pertengkaran yang berarti (free from quarelling).
Tujuan perkawinan yang lain selain membentuk keluarga bahagia, juga bertujuan lain yaitu bersifat kekal. Dalam perkawinan perlu ditanamkan bahwa perkawinan itu berlangsung untuk waktu seumur hidup dan selama-lamanya kecuali dipisahkan karena kematian.
Tujuan perkawinan menurut Islam adalah menuruti perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur. Hal ini senada dengan firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi:
            ••   •     
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia (Allah) menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu berfikir”.

Tujuan kedua dari perkawinan menurut Islam adalah menenangkan pandangan mata dan menjaga kehormatan diri, sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi saw yang dirawayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang berbunyi:
عن عبداللـه بن مسعود, رسول اللـه صلعم قال , يامعسرالسباب من استطاع منكم البائـه فاليتزوج فانـه اغض للبصر واحسنوا للفرج , ومن لم يستطع فعليه بالصوم فانه له وجـاء
Artinya : Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasullulah SAW Berkata: Hai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamu yang telah sanggup kawin, maka hendaklah kawin. Maka sesungguhnya kawin itu menghalangi pandang (terhadap yang dilarang oleh agama) dan memelihara faraj. Dan barangsiapa yang tidak sanggup hendaklah berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Indonesia sebagai negara hukum telah mengatur Undang-Undang tentang Perkawinan yang tertuang dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974, dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 yaitu tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Intruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan peraturan-peraturan lainnya mengenai perkawinan.
Berkaitan perkawinan masih banyak persoalan yang perlu diteliti dan dilihat lebih jauh, persoalan yang ingin dituangkan penulis dalam penelitian ini adalah perceraian yang terjadi dengan alasan khulu’ dan fasakh.
Persoalan khulu’ dan fasakh ini diangkat penulis karena khulu’ dan fasakh merupakan sesuatu yang bersifat sensitif, dan masih sering terjadi di dalam kehidupan masyarakat Islam Indonesia. khulu’ dan fasakh ini termasuk salah satu alasan perceraian yang dapat diterima dan disahkan oleh Pengadilan Agama, karena kedua masalah tersebut terdapat dalam undang-undang dan peraturan-peraturan yang sah dan berlaku di Indonesia.
Pola hidup yang Islami selaras dengan tujuan syari’at Islam. Syari’at Islam mengajarkan untuk memelihara lima hal yang dharuriyat (primer), yaitu memelihara agama, nyawa, akal, harta dan keturunan. Dalam memelihara keturunan, Islam mensyari’atkan nikah salah satu tujuannya agar keturunan yang terlahir darinya jelas identitasnya.
Nikah merupakan hukum yang paling kokoh dari sunnah para Rasul yang merupakan nikmat Allah SWT untuk hamba-Nya. Sejak Nabi Adam AS, Allah juga telah mewariskan bumi ini kepada umat manusia untuk tinggal di dalamnya, oleh karena itulah harus ada peraturan/undang-undang yang menjelaskan kepada manusia bagaimana menciptakan kehidupan perkawinan pada jalan yang lurus dan dengan kadar yang kuat. Dengan alasan itu pula, Islam mengatur hubungan dengan memberikan batasan-batasan, menjelaskan hak dan kewajiban agar bahtera hidup berlayar dengan tenang dan damai, rumah tangga berjalan tidak sia-sia dan kehidupan yang dipenuhi dengan ridha-Nya
Allah SWT telah mensyariatkan perkawinan. Hal ini bertujuan untuk tercipta hubungan yang harmonis antara pria dan wanita di bawah naungan Syariat Islam dan batasan-batasan hubungan antara mereka. Seorang wanita tak mungkin untuk tidak merasa butuh kepada seorang suami yang mendapinginya secara sah meskipun dia memiliki kedudukan yang tinggi, harta yang melimpah ruah maupun intelektualitas yang tinggi, Begitu sebaliknya suami, tidak mungkin tidak membutuhkan seorang istri yang mendampinginya.
“Jika semua umat Islam mau sadar dan mengikuti jalan yang telah ditetapkan Allah SWT niscaya akan hidup dalam kebahagiaan di bawah naungan cahaya Islam, suasana saling mencintai, kasih sayang antara sesama umat, disertai kemuliaan hidup bersama akan menjadi warna yang semarak dalam tatanan masyarakat”

Untuk membangun sebuah gedung yang kokoh, orang akan memilih bahan bangunan yang berkualiats tinggi, letak yang strategis dan baik demi menjamin kekuatan dan kelestariannya. Dalam membangun bangunan yang terdiri dari unsur benda seperti kayu, beton dan sebagainya, manusia tidak dapat melakukannya secara sembarangan, apalagi dalam membangun dan membina rumah tangga yang terdiri dari Suami, Istri serta mungkin anak-anak. Pemilihan dan penelitian dalam pembinaan keluarga lebih memerlukan perhatian. Bangunan Gedung atau rumah hanya berorientasi pada dunia fana, sedangkan pembangunan keluarga lebih erat hubungan dengan kebahagiaan hidup di dunia dan juga kehidupan di akhirat .
Nilai akhlak, perilaku dan sikap sosial ekonomi mempengaruhi perekonomian rumah tangga muslim. Sebuah rumah tangga dikatakan Islami jika rumah tangga ini menyadari tujuan, ciri-ciri khasnya dan dasar-dasar berdasarkan Islam, oleh karena itu rumah tangga muslim berbeda dengan rumah tangga yang menyandarkan perekonomian pada sikap kapitalis atau sosialis.
Pernikahahan yang dilaksanakan menurut syariat Islam dapat menjaga harkat laki-laki dan perempuan. Yaitu adanya keterikatan dalam menjaga kehormatan benih yang tertanam dalam rahim perempuan, harkat pelaku pernikahan dan kehormatan benih manusia yang terjaga ini mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap peningkatan kualitas kejiwaan, moral kehidupan dan peradaban pelakunya, masyarakat dan segenap umat manusia
Sesungguhnya rumah tangga merupakan refleksi kerja sama antara suami dan istri. Oleh karena itu dibutuhkan saling pengertian dan saling membantu diantara keduanya untuk dapat mewujudkan kebahagiaan yang didambakan bersama.
Dalam pernikahan tak terlepas dari hak dan tanggung jawab suami serta istri. Keduanya harus saling bekerja sama sehingga akan tercipta keharmonisan keluarga, Seorang istri bekerja sesuai dengan spesifikasi kewanitaannya, seperti menangani ekonomi dalam rumah tangga dan memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya, begitupun sebaliknya suami bekerja di luar rumah dan melakukan usaha untuk memenuhi ekonomi rumah tangga.
Dengan cara itu semangat gotong royong diantara keduanya (suami-istri) akan semakin sempurna. Rumah tangga akan berjalan di atas prinsip yang mulia, dengan demikian akan terjalin keharmonisan hidup rumah tangga berupa cinta kasih (Mawaddah wa rahmah) di bawah kebenaran Islam. Walaupun demikian, kenyataan menunjukkan masih banyak masyarakat awam yang kurang memperhatikan dan mempelajari masalah perkawinan sebagaimana ajaran Al-Qur’an dan tuntunan Rasulullah SAW, terutama terjadi di kalangan mereka yang kurang mempelajari masalah ilmu agama secara mendasar dan mendalam, mereka masih banyak beranggapan bahwa ilmu perkawinan itu sebagai sesuatu hal yang mudah yang bisa diperoleh dari pengalaman dan sambil lalu.
Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan agama (value transmitter). Artinya, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sangat sepele, seperti menerima sesuatu dengan tangan kanan sampai pada hal-hal yang sifatnya sangat rumit, seperti interpretasi yang kompleks tentang ajaran agama atau tentang berbagai interaksi manusia. Suatu keluarga akan menjadi kokoh, bilamana keenam fungsi yang disebutkan tadi berjalan harmonis. Sebaliknya, bila pelaksanaan fungsi-fungsi di atas mengalami hambatan akan terjadi krisis keluarga. Keluarga juga akan mengalami konflik, bila fungsi-fungsi itu tidak berjalan secara memadai. Misalnya, jika fungsi edukatif tidak berjalan efektif maka kemungkinan hubungan anak dan orangtua akan mengalami ketidakteraturan (disorder).
Kehancuran keluarga sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari, baik di media cetak, maupun di media elektronik. Indikasi ini terlihat dari seringnya terjadi pertengkaran antara suami istri yang yang berujung pada kekerasan dan akhirnya menimbulkan perceraiaan, kurangnya perhatian orang tua terhadap anak, suami yang mengabaikan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dan ekonomi keluarga, istri yang menceritakan kejelekan suami, dan juga istri yang terlambat bahkan jarang memasak sehingga suami marah serta hal lainnya yang merupakan gambaran kurang tahunya sebagian masyarakat tentang ilmu yang berkenaan dengan pernikahan.
Pertengkaran, perceraian yang terjadi disebabkan oleh kekurangan bahkan ketidak tahuan suami dan istri tentang konsep ajaran Islam yang sebenarnya. Bahkan terkadang hal itu terjadi karena ketidak tahuan kewajiban dan hak keduanya, apakah itu dalam hal pemenuhan ekonomi keluarga, istri yang terlalu banyak menuntut dalam pemenuhan kebutahan sehari-hari, sehingga istri memandang apa yang telah dilakukan oleh suami lebih tidak memadai. Bahkan suami terkadang beranggapan istri tidak bisa berbakti dan sebagainya, sehingga hal itu menjadi pemicu terjadinya konflik dalam rumah tangga.
Kenyataan setelah diadakan penelitian pendahuluan Pengadilan Agama Sungai Penuh, bahwa banyak sekali terjadi perceraian lantaran mereka tidak mengetahui tetang hukum Islam, istri menikah lagi sementara dia mesih punya suami, belum bercerai dan tanpa sepengetahuan suami, kurang terpenuhinya kebutuhan rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga sehingga terjadinya khulu’ dan fasakh sebagai alasan perceraian yang terjadi dan kasusnya disidangkan.
Oleh karena itu, Alasan penulis melakukan pengkajian masalah ini, untuk mengetahui secara mendalam tentang problema yang terjadi dalam keluarga dan untuk mencari solusi atau jalan keluarnya, serta kedudukan khulu’ dan fasakh sebagai alasan perceraian kasus yang diselesaikan di Pengadilan Agama Sungai Penuh Kerinci untuk dijadikan bahan dalam pembinaan keluarga/rumah tangga dan dijadikan kontribusi terhadap pembina keluarga sakinah dan para penghulu serta hakim agama di Pengadilan Agama Sungai Penuh, sehingga akhirnya terwujud rumah tangga/ keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Di samping kita perlu mempelajari dan memahami seberapa jauh nilai positif dari pernikahan yang digariskan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan-Peraturan yang mengukuhkannya serta syariat Islam bagi kehidupan manusia di dunia ini.

B. Identifikasi Masalah
Persoalan dalam keluarga, sumbernya kembali pada pendidikan dan pertumbuhan anggota keluarga. Dimana perjalanan manusia secara bertahap dimulai sejak terbukanya mata terhadap kehidupan, persoalan tidak terpenuhinya ekonomi keluarga, kemiskinan, dan kekerasan dalam rumah tangga, menjadi awal pertengkaran sehingga menjadikan rusaknya tatanan rumah tangga yang akan membawa keluarga semakin jauh dari nilai-nilai Islam sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya “Hampir saja kefakiran menjadikan seseorang kafir”.
Permasalahan dan sumber keburukan bisa menimbulkan penyakit. Untuk itu perlu pembinaan awal tumbuhnya masyarakat, yakni membenahi tatanan keluarga. Bila tatanan keluarga baik maka sejahteralah masyarakatnya. Sebaliknya, jika sebuah rumah tangga tidak lagi ditemukan kedamaian, maka ini merupakan langkah awal dari kehancuran dan tidak jarang akan bermuara kepada perceraian dan bila hal ini terjadi, maka jelas diungkapkan dalam Hadits, bahwa perbuatan baik yang dibenci oleh Allah adalah Thalaq.
Perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan, talak, khulu', fasakh, li'an dan sebaginya termuat dalam undang-undang nomor I tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, hal ini bertujuan untuk menjadi dasar yang kokoh bagi pembinaan masyarakat. Misalnya dalam hal lamaran, ikatan perkawinan, dan bawaan pengantin yang disahkan sebagai garis penghubung pada akad nikah yang diharapkan mendatangkan mahligai yang indah, kebahagiaan, ketulusan, dan kesucian diri. Demikian juga dengan persoalan yang realitanya dihadapi di Pengadilan Agama Sungai Penuh, bahwa perceraian melalui khulu' dan fasakh termasuk jenis perceraian yang banyak diproses dan disidangkan. Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan, maka dapat dirumuskan pertanyaan pokok dari penelitian ini yaitu Bagaimana khulu ' dan fasakh dijadikan alasan perceraian di Pengadilan Againa Sungai Penuh?

C. Rumusan Masalah
Dari pertanyaan pokok tersebut di atas, dikemukakan pula sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan Khulu’ dan Fasakh menurut Undang-undang No I Tahun 1974 dan PP No 9 Tahun 1975 dan Hukum Islam?
2. Bagaimana penyelesaian kasus khulu’ dan fasakh sebagai alasan perceraian di Pengadilan Agama Sungai Penuh?
3. Bagaimana implikasi perceraian khulu’ dan fasakh terhadap pasangan suami isteri?

D. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan masalah-masalah yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk menyelesaikan dan mencari jawaban atas masalah-masalah tersebut dengan upaya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kedudukan Khulu’ dan Fasakh menurut Undang-undang No I Tahun 1974 dan PP No 9 Tahun 1975 dan Hukum Islam?
2. Untuk mengetahui prosedur dan tata cara pengaduan Isteri dengan alasan khulu’ dan fasakh dapat diterima di Pengadilan Agama Sungai Penuh serta cara penyelsaian kasusnya?
3. Untuk mengetahui akibat khulu’ dan fasakh terhadap pasangan suami isteri tersebut.

E. Kegunaan Penelitian
Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pembinaan, pembangunan dan pembaharuan hukum Islam di Indonesia. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada pemerintah yang diwakili oleh Departemen Agama, anggota DPR-RI selaku pembuat Undang-Undang dan anggota masyarakat yang berkecimpung dalam bidang hukum Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...