BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW, berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan kedunia melalui wahyu
Allah SWT.[1] Islam yang
diwahyukan kepada Rasul yang terakhir Muhammad adalah mata rantai yang terakhir
agama Allah, sehingga dinyatakan sebagai agama yang sempurna. Islam menjadi
panutan seluruh umat manusia sepanjang masa, serta merupakan cerahan rahmat dan
kasih sayang-Nya. Dengan demikian Islam adalah agama rahmat yang bersifat universal,
sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 3 :
Artinya: Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nukmat-Ku dan telah Ku-ridhoi Islam itu
jadi agama bagimu.[2]
Sumber-sumber hukum Islam memberi petunjuk kepada
mujtahid atas hukum syara’. Sumber hukum Islam dapat dibagi dua macam
yang
disepakati dan yang diperselisihkan.
Sumber hukun yang disepakati ialah : 1. Al-Qur’an, 2.
Hadits (As-Sunnah), 3. Al-Ijma’, 4. Al-Qiyas. Sedangkan sumber-sumber hukum
yang masih diperselisihkan diantara para ulama ialah : 1. Al-Istishab, 2.
Al-Istihsan, 3. Al-masholih Al-Mursalah, 4. Al-Urf, 5. Mazhab Sahabat, 6.
SyadduzDzara, 7. Syari’at umat sebelum
kita, 8. Dalalah Iqtiran dan 9. Ra’yun Nabi. [3]
Namun yang menjadi sumber utama hukum Islam adalah
Al-Qur’an dan Sunnah. Implikasinya dalam kehidupan aktual, juga pendalaman dan
perluasan pemahamannya, memerlukan pemikiran terus-menerus untuk memenuhi
tuntutan perkembangan hidup manusia dari zaman ke zaman. Oleh karena itu,
berpikir adalah suruhan Islam. Akan tetapi sesuai dengan relativitas hasil
pemikiran, pengalaman Islam dalam realitas kehidupan umatnya kita temukan
beragam , tergantung dari pola pikir dan kemampuan daya nalar masyarakat bersangkutan
dalam menafsirkan “Ayatullah” dan “Sunnah” Nabi Muhammad SAW.
Keberagaman pengalaman keagamaan ini tidak menjadi
masalah sejauh tidak terjadi benturan pemahaman antara mazhab satu dengan
lainnya. Namun kenyataan berbicara bahwa beda faham (ikhtilaf) sering
menjerumuskan umat Islam kepada saling tuding ahli Bid’ah, kafir mengkafirkan
dan sebagainya, yang pada masa tertentu telah menimbulkan pertentangan dalam
sejarah kebudayaan Islam. Perbedaan faham bahkan sering dituding sebagai biang
kejatuhan umat.
Hal ini dapat kita lihat tidak komprominya (baca:
tidak toleran) antara kelompok yang berikhtilaf. Padahal kalau mereka
menyadari, yang sebenarnya diperselisihkan adalah masalah “Furu” atau “Cabang”
dan bukan masalah pokok agama. Maka dengan “Sikap Toleran”, perpecahan umat
Islam tidak akan separah yang kita temukan.
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tak
soal apakah bersifat keduniaan atau keilahian, bersifat fisik atau sprituil,
individual atau sosial, rasional atau emosional. Oleh karena itu, pendidikan,
pengajaran ilmu pengetahuan maupun teknologi, menurut Islam, harus meliputi
iman, kebaikan dan keadilan bagi umat manusia, baik bagi dirinya sebagai
makhluk Allah maupun bagi dirinya
sebagai anggota masyarakat atau umat manusia.
Dikaitkan dengan pembelajaran Fiqih, pendidikan adalah
proses “Sosialisasi”. Proses dimana anak mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan,
sikap, kepercayaan dan bergaul ditengah-tenga masyarakat.
Pada jenjang Pendidikan Madrasah Aliyah seperti
Madrasah Aliyah Negeri 3 (yang selanjutnya disingkat dengan MAN 3) Sungai Penuh
di Pendung Talang Genting, mata pelajaran Fiqih merupakan salah satu dari enam
belas mata pelajaran yang diajarkan. Mata pelajaran tersebut dipelajari mulai
dari Kelas I sampai kelas III, yang pada gilirannya mempunyai imbas terhadap
berbagai tingkah laku siswa dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam
pelaksanaan ibadah dan pergaulan mereka (siswa) terhadap yang lain. Terutama
sikap toleransi mereka dalam beribadah antara lain keyakinan dalam beribadah berdasarkan
Ittiba’, mengakui kesalahan sendiri, mengakui kebenaran orang lain dan
sikap dalam bependapat. Keempat sikap toleran ini akan dibahas lebih jauh dalam
bab berikutnya dan sikap ini juga yang membuat ragu bagi penulis tentang
kebenarannya dilapangan.
Bertolak dari latar belakang seperti tersebut diatas,
penulis tertarik untuk meneliti apakah pengetahuan agama seseorang (dalah hal
ini adalah pengetahuan Fiqih) berpengaruh terhadap sikap toleran dalam
beribadahnya ?
B.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah seperti tersebut
diatas tergambar begitu luasnya cakupan masalah yang harus diteliti, tetapi
dikarenakan keterbatasan peneliti seperti : Pengetahuan, waktu, dana dan
kemampuan, maka penelitian ini hanya dibatasi pada “Pengaruh Pengetahuan Fiqih
Terhadap Sikap Toleransi dalam Beribadah”.
Sedangkan pengaruh
pengetahuan lain akan diteliti pada kesempatan lain atau oleh peneliti
yang lain.
[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1998), cet. Ke. X, hlm. 388
[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta :
Depag RI, 19984/1985), hlm. 157
[3] Depag RI, Fiqih Ushul Fiqih Mantiq, (Jakarta : Dirjen Binbaga Islam, 1984/1985),
cet. Ke-II, hlm. 67
Untuk info lebih lengkap bisa email ke dee_nbl@yahoo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...