Rabu, 16 Mei 2012

Bahasa Pers yang Memprihatinkan Menjadi Panutan Masyarakat


Diyas Puspandari, S.S., M.Pd.
Institut Teknologi Telkom
dya@ittelkom.ac.id

Abstrak
Salah satu fungsi yang diemban pers adalah sebagai pembentuk norma dalam masyarakat. Hal ini harus diterima dengan rasa bangga oleh insan pers karena pekerjaan mereka menjadi bermakna bagi khalayak ramai. Akan tetapi, kebanggaan seperti ini harus diimbangi dengan rasa tanggung jawab yang tinggi, karena bahasa insan pers dipergunakan sebagai model berucap masyarakat, termasuk masyarakat pelajar bahkan terpelajar.
Melalui pers kita mengenal anjuran untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar, namun pers sendiri tidak mempedulikan bahasa yang baik dan benar. Pers sering menyimpang dari kaidah bahasa yang sudah ditetapkan oleh Pusat Bahasa. Media massa juga sering mengekor memakai istilah yang salah kaprah.
Tulisan ini mengambil data dari beberapa media massa, yaitu Kompas, Media Indonesia, DetikCom, dan Liputan6.Com, yang terbit pada rentang 9-16 Maret 2008, yaitu minggu terdekat dengan saat dibuatnya tulisan ini, Hal ini dilandasi oleh alasan supaya data (media massa yang diteliti) masih cukup baru.
Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan sebagai berikut. Apakah media massa khususnya yang dijadikan sampel telah menggunakan bahasa Indonesia dengan baik?
Data menunjukkan bahwa media massa sering menggunakan istilah asing dengan begitu mudah, tanpa memperhatikan pedoman pembentukan istilah, seperti title, fit and proper test, dan centers of excellence yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Selain penggunaan istilah asing yang tidak tepat, masih juga ditemukan kesalahan dalam pemakaian tanda baca yang berakibat makna ganda, penulisan lambang bilangan, dan penulisan kata yang salah.
Pemakaian bahasa Indonsia di media massa yang "memprihatinkan" tersebut merupakan kelemahan pers yang harus segera diperbaiki karena bahasa media massa bersifat terbuka, artinya setiap saat orang dapat membaca atau mendengarnya dan kemudian mengikutinya. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa bahasa jurnalistik merupakan cermin masyarakat kita dalam berbahasa. Oleh karena itu, diharapkan insan pers berhati-hati dalam berbahasa dan selalu berpatokan pada kaidah-kaidah kebahasaan sehingga masyarakat pembacanya terpengaruh untuk berbahasa dengan baik. Dari sini diharapkan budaya berbahasa masyarakat kita semakin tinggi pula sehingga mencerminkan bangsa yang mampu menghargai bahasanya sendiri.

1. PENDAHULUAN
Dalam berbahasa, masyarakat kita selalu mencontoh pemakai bahasa di sekitarnya, seperti politikus, penyiar, atau wartawan dalam menyampaikan beritanya. Televisi dan surat kabar adalah contoh media massa yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Melalui media massa inilah masyarakat mengekor bahasa para pejabat, politikus, atau wartawan. Sadar atau tidak, pihak-pihak ini telah menjadi panutan bagi masyarakat dalam berbahasa Indonesia. Bentukan-bentukan istilah, penggunaan-penggunaan kata yang dipublikasikan oleh pihak-pihak ini begitu mempengaruhi masyarakat pembacanya meskipun kenyataannya, mereka sendiri masih ”berantakan” dalam berbahasa.
Kesalahan yang memasyarakat ini, seakan membenarkan setiap pemakaian bahasa yang masyarakat baca melalui media massa. Seharusnya, media massa mampu menjadi contoh berbahasa yang baik bagi masyarakatnya, bukan malah membiasakan hal-hal yang salah sehingga diikuti oleh masyarakat kita. Hal ini dapat ditemukan pada pemakaian bentuk-bentuk bahasa yang akan dijabarkan dalam tulisan ini.
Masih ditemukannya penulisan kata yang salah pada berbagai media massa, baik lokal maupun nasional, akan menjadi kajian utama dalam tulisan ini. Media massa yang diteliti adalah Kompas, Media Indonesia, DetikCom, Liputan6.Com, yang terbit pada rentang 9-16 Maret 2008, yaitu minggu terdekat dengan saat dibuatnya tulisan ini, Hal ini dilandasi oleh alasan supaya data (media massa yang diteliti) masih cukup baru. Media massa yang dipilih menjadi obyek kajian didasarkan pada alasan bahwa media nasional ini cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah kesalahan berbahasa pada Kompas, Media Indonesia, DetikCom dan Liputan6.Com, yang terbit pada rentang 9-16 Maret 2008 dan hal-hal yang harus diperhatikan oleh media massa untuk mengurangi kesalahan-kesalahan tersebut.
Sekait dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dari tulisan ini adalah mendeskripsikan kesalahan berbahasa yang masih muncul di media massa yang menjadi obyek kajian dan memberikan saran untuk mengurangi kesalahan-kesalahan tersebut.

2. ANALISIS BAHASA PERS
Bahasa pada media massa diharapkan dapat menjadi contoh bagi masyarakat pembacanya. Oleh karena itu, kesalahan-kesalahan umum yang sering terjadi di media massa sebisa mungkin harus dikurangi atau ditiadakan.
Dalam bahasa jurnalistik dimungkinkan adanya kelonggaran-kelonggaran menyangkut aturan, namun seorang wartawan tetap dituntut menguasai bahasa Indonesia secara baik dan benar. Dengan demikian, dia akan tahu batas-batas kelonggaran itu sehingga mampu menerapkannya saat menyajikan berita. Bila penguasaan bahasa Indonesia seorang wartawan lemah, hal ini akan berpengaruh pada efektivitas penyampaian berita.

2.1 Kehematan:
Dalam mempraktikkan prinsip "ekonomi kata", wartawan harus mampu membedakan antara kata yang dapat dihilangkan (kehematan) dengan kata pada frasa idiomatik, seperti "dibandingkan dengan" atau "sesuai dengan" sehingga prinsip ekonomi kata dapat diwujudkan tanpa melanggar aturan kebahasaan. Dengan demikian kecenderungan memangkas kata "dengan" pada kedua frasa idiomatik itu tidak akan terjadi karena aturan bahasa menetapkan agar frasa berpasangan "dibandingkan dengan" dan "sesuai dengan" dipertahankan, dan perkecualian hanya mungkin terjadi pada judul yang lahannya sempit. Contoh kehematan dapat dicermati pada kalimat-kalimat di bawah ini.

a. Artikel dengan judul ”Ketoprak Butuh Perguruan Tinggi” pada rubrik Humaniora dalam Kompas Selasa, 11 Maret 2008 (paragraf ke-6 kalimat ke-2)
... Masa jaya ketoprak terjadi pada era 1960-an hingga sekitar akhir tahun 1970-an ....
Frasa sekitar akhir tahun 1970-an terlalu berlebihan, dapat dipersingkat menjadi akhir 1970-an atau akhir tahun 70-an. Kata sekitar di atas tidak diperlukan karena akhir 1970-an sudah menjelaskan kurang lebih atau sekitar. Kata tahun juga tidak perlu ditulis karena 1970-an sudah jelas menyatakan tahun (konteks sudah jelas). Kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut.
... Masa jaya ketoprak terjadi pada era 1960-an hingga akhir 1970-an ....
Atau
... Masa jaya ketoprak terjadi pada era 60-an hingga akhir tahun 70-an ....
Selain belum hemat dalam pemakaian kata, frasa hingga sekitar akhir tahun 1970-an pun tidak jelas, karena kalimat di atas bermakna ganda:

(1) Masa jaya ketoprak terjadi pada era 60-an hingga akhir 70-an. (misalnya 1978−1979)
(2) Masa jaya ketoprak terjadi pada era 60-an hingga akhir 1970.(November−Desember 1970)
b. Artikel dengan judul ”Ketoprak Butuh Perguruan Tinggi” pada kolom Humaniora ” dalam Kompas, Selasa 11 Maret 2008 (paragraf ke-6 kalimat ke-4)
... Pada sekitar tahun 1960-an mulai banyak penulis yang menyesuaikan cerita dongeng ketoprak dengan literatur sejarah.
Kalimat di atas pun masih menggunakan kata sekitar dan tahun pada konteks yang sudah jelas. Selain itu, kalimat di atas juga menggunakan kata yang berlebihan pada frasa cerita dongeng, mestinya cukup menggunakan kata cerita saja, sehingga dapat diperbaiki seperti kalimat di bawah ini.
... Pada 1960-an mulai banyak penulis yang menyesuaikan cerita ketoprak dengan literatur sejarah.

2.2 Struktur kalimat:
a. Artikel dengan judul ”Cara Berpikir Birokrat yang Salah” pada kolom Economix dalam Kompas Rabu, 12 Maret 2008 (paragraf ke-3, kalimat ke-1)
Ada persoalan utama banjir yang selalu muncul di setiap musim hujan....
Subjek kalimat di atas tidak jelas, sehingga seharusnya diperbaiki seperti kalimat di bawah ini.
Persoalan utama adalah banjir yang selalu muncul di setiap musim hujan....

b. Berita “Anak Tukang Becak Asal Palembang Raih Sarjana di Malaysia” di Detik.Com edisi 14 Maret 2008 (paragraf ke-7 kalimat ke-1)
Sriwijaya Foundation sendiri yang berdiri pada 2003 memang memberikan kesempatan pada putra-putri Sumsel mendapatkan beasiswa ke sejumlah universitas negeri di Malaysia....
Kalimat di atas menggunakan kata pada yang seharusnya kepada untuk menyatakan keterangan tujuan atau peruntukan. Selain itu, kalimat di atas juga menghilangkan kata untuk bagi keterangan sebab yang tidak dapat dihilangkan dalam isi berita. Penghilangan kata untuk di sini mungkin untuk alasan ekonomi kata, namun tidak tepat apalagi kalimat di atas menggunakan kata sendiri yang sebenarnya tidak perlu. Jika dikaitkan dengan ekonomi kata, seharusnya kata sendiri yang dihilangkan. Oleh karena itu, kalimat di atas diperbaiki menjadi berikut.
Sriwijaya Foundation yang berdiri pada 2003 memang memberikan kesempatan kepada putra-putri Sumsel untuk mendapatkan beasiswa ke sejumlah universitas negeri di Malaysia....

c. Berita dengan judul ”Awas, Mafia Narkoba Asing Mengintai ” pada Liputan6.Com edisi 9 Maret 2008 (paragraf ke-2 kalimat ke-3).
Petugas kemudian melakukan tes urin kepada setiap pengunjung yang jumlahnya lebih dari seratus....
Kalimat di atas mendapat pengaruh bahasa daerah sehingga muncul pemakaian –nya yang tidak tepat. Akhiran –nya digunakan untuk menyatakan kata ganti orang ke-3. Dari penjelasan ini, kata jumlahnya dapat diganti dengan berjumlah, sehingga kalimat di atas diubah sebagai berikut.
Petugas kemudian melakukan tes urin kepada setiap pengunjung yang berjumlah lebih dari seratus....

2.3 Pemakaian Tanda Baca
a. Artikel dengan judul ”Pasola di Sumba Barat” pada kolom Tradisi dalam Kompas, Jumat, 14 Maret 2008-09-18 (paragraf ke-2 baris ke-5)
... Setelah itu penangkapan nyale baru boleh dilakukan oleh masyarakat. ...
Kalimat di atas belum menggunakan tanda baca dengan tepat agar bermakna jelas. Kalimat di atas bisa bermakna ganda seperti di bawah ini.
(1) Setelah itu, penangkapan nyale, baru boleh dilakukan oleh masyarakat.
(2) Setelah itu, penangkapan nyale baru, boleh dilakukan oleh masyarakat.
Agar bermakna jelas, penulis harus menggunakan tanda baca khususnya tanda koma (,) dengan tepat seperti pada kalimat (1) atau kalimat (2).

2.4 Pemakaian istilah asing:
a. Editorial dengan judul ”Target Ekonomi yang Realistis” pada harian Media Indonesia edisi 10 Maret 2008 (paragraf ke-1 kalimat ke-2)
... Bukankah pemerintah telah memberi tittle tahun ini adalah tahun politik?
Kata tittle pada kalimat di atas dapat diganti dengan nama, oleh karena itu kalimat di atas seharusnya diperbaiki menjadi:
... Bukankah pemerintah telah memberi nama tahun ini adalah Tahun Politik?

b. Editorial dengan judul ”DPR sebagai Lembaga Seleksi” pada Media Indonesia edisi 12 Maret 2008 (paragraf ke-10 kalimat ke-1)
Karena itu, agar DPR lebih patut dan lebih layak menjalankan fungsi-fungsi utamanya, fit and proper test untuk merekrut pejabat publik sebaiknya dikembalikan ke domain eksekutif....

Terdapat istilah fit and proper test pada kalimat di atas yang sebenarnya dapat diganti dengan istilah Indonesia menjadi uji kelayakan. Jadi, kalimat di atas diperbaiki menjadi:
Karena itu, agar DPR lebih patut dan lebih layak menjalankan fungsi-fungsi utamanya, uji kelayakan untuk merekrut pejabat publik sebaiknya dikembalikan ke domain eksekutif....
d. Editorial dengan judul ”SPMB dan Dilema Pendidikan Tinggi” pada harian Media Indonesia edisi 16 Maret 2008 (paragraf ke-5 kalimat ke-2)
... Kampus pun harus mampu menjadi center of excellence...
Istilah center of excellence pada kalimat di atas sebaiknya diganti dengan istilah pusat unggulan, sehingga kalimat di atas diperbaiki menjadi:
... Kampus pun harus mampu menjadi pusat unggulan...

2.5 Penulisan lambang bilangan
a. Berita dengan judul “Jika Ada Solusi Happy Ending ” di Detik.Com edisi 12 Maret 2008
(paragraf ke-1 kalimat ke-1)
41 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) keluar dari Perhimpunan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) karena berbeda pendapat soal pengelolaan dana formulir peserta tes masuk PTN. ...
Kalimat di atas terdapat penulisan bilangan yang tidak tepat. Bilangan 41 jika ditulis dengan huruf memang terdiri dari tiga kata, yaitu empat puluh satu. Sesuai dengan kaidah dalam pedoman ejaan, seharusnya ditulis dengan angka, tetapi karena angka tidak boleh mengawali kalimat, maka susunan kalimat di atas harus diubah menjadi kalimat di bawah ini.
Karena berbeda pendapat soal pengelolaan dana formulir peserta tes masuk PTN, 41 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) keluar dari Perhimpunan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) ...

b. Berita politik dengan judul ” Anggota DPR Gagas Hak Angket Kasus BLBI” pada Liputan6.Com edisi 11 Maret 2008 (paragraf ke-1 kalimat ke-1).
Sedikitnya 40 anggota dewan dari berbagai fraksi telah menandatangani dukungan hak angket atas kasus dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (10/3) siang....
Penulisan bilangan di atas, seharusnya mengunakan huruf, yaitu empat puluh karena bilangan ini terdiri dari dua kata dan tidak menjelaskan rincian.


2.6 Penulisan Kata
a. Berita dengan judul ”Awas, Mafia Narkoba Asing Mengintai ” pada Liputan6.Com edisi 9 Maret 2008 (paragraf ke-5 kalimat ke-1).
Salah satu tersangka yang bertanggungjawab atas keberadaan ekstasi itu adalah seorang warga negara Malaysia bernama Steven....
Pada kalimat di atas terdapat penulisan kata yang tidak tepat, yaitu kata bertanggungjawab yang seharusnya ditulis secara terpisah menjadi bertanggung jawab. Hal itu disebabkan oleh alasan bahwa kata bertanggung jawab hanya mendapatkan awalan saja, sehingga penulisannya harus dipisah.

b. Berita dengan judul ”Awas, Mafia Narkoba Asing Mengintai ” pada Liputan6.Com edisi 9 Maret 2008 (paragraf ke-10 kalimat ke-1).
Dari hasil penyelidikan polisi, para mafia narkoba baik lokal maupun asing ternyata terus merubah modus penyelundupan barang haram itu ke Indonesia.
Kata merubah pada kalimat di atas, tidak tepat. Kata merubah memiliki arti menjadi rubah. Berdasarkan konteks kalimat di atas, kata yang tepat adalah mengubah, yaitu kata dasar ubah yang mendapat awalan meN- sehingga menjadi mengubah. Selain itu, kalimat di atas belum menggunakan tanda baca dengan tepat, yaitu tanda koma (,) di antara keterangan baik...maupun.... Oleh karena itu, kalimat di atas diperbaiki sebagai berikut.
Dari hasil penyelidikan polisi, para mafia narkoba, baik lokal maupun asing, ternyata terus mengubah modus penyelundupan barang haram itu ke Indonesia.

3. PENUTUP
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa media massa yang menjadi objek tulisan ini belum sepenuhnya menerapkan aturan kebahasaan dengan baik. Hal itu dapat dilihat dari aspek kehematan kata, struktur kalimat, tanda baca, penggunaan istilah asing, penulisan lambang bilangan, dan penulisan kata.
Dari kelemahan-kelemahan yang telah disebutkan pada pembahasan, wartawan khususnya, diharapkan menguasai pedoman ejaan agar dapat menuliskan kata dengan tepat, menggunakan tanda baca dengan tepat, dan mampu menuliskan lambang bilangan dengan tepat sehingga dapat meminimalisir kesalahan dan dapat menjadi contoh bagi masyarakat dalam berbahasa.

Selain penguasaan terhadap pedoman ejaan, diharapkan juga adanya penguasaan terhadap pedoman pembentukan istilah, sehingga mengurangi pemakaian istilah asing yang sebenarnya sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, penguasaan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya akan menjadi kelebihan tersendiri bagi seorang wartawan. Selain sangat berguna bagi penambahan wawasan dari berbagai sumber, penguasaan bahasa asing juga akan banyak membantu wartawan dalam memahami kata serapan karena dia akan mengetahui asal usul terbentuknya kata serapan. Penguasaan proses penyerapan ini sangat penting karena jumlah kata serapan dari bahasa asing sangat banyak, bahkan hampir mengimbangi jumlah kata-kata asli dari bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama harus diperkaya oleh bahasa daerah, bahasa Inggris, dan bahasa asing lainnya. Dalam kaitan ini, wartawan perlu benar-benar mencermati interaksi antarbahasa yang tidak pernah berhenti. Interaksi bahasa ini kadang-kadang bisa memunculkan kata-kata baru. Penguasaan bahasa yang baik akan memberi keleluasaan bagi wartawan untuk menampilkan gaya atau variasi penyajian berita. Demikian pula dalam hal diksi (pemilihan kata).
Penguasaan tata bahasa yang sederhana perlu dipahami juga oleh wartawan agar tidak mengakibatkan rusaknya struktur bahasa Indonesia karena pengaruh bahasa daerah atau bahasa asing.
Satu hal lagi yang harus dikuasai oleh seorang penulis adalah penguasaan terhadap kalimat efektif. Aspek ini perlu dikuasai agar maksud penulis dapat ditangkap dengan tepat oleh pembaca. Dengan penguasaan konsep kalimat efektif, tidak akan muncul lagi kalimat-kalimat ambigu atau bermakna ganda.
Jika aspek-aspek di atas dikuasai dengan baik dan diterapkan dengan baik pula, maka tanpa disadari penguasaan bahasa masyarakat kita pun akan berkembang menjadi lebih baik lagi karena mereka sudah terbiasa mencontoh bahasa media massa yang semakin baik pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...