BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia (Ichsan, 1988). Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif dan ekonomis (UU No.23 1992).
Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula (Yasrin, 1996). Manusia yang sehat dan memiliki tingkat kesegaran yang baik akan mampu berprestasi dalam pekerjaan sehingga tingkat produktivitas akan meningkat (Pradono, 1999).
Hasil penelitian survey kesegaran jasmani pada usia kerja yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1993 yaitu 92,4% termasuk kategori kurang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pradono tahun 1998 pada usia 20-39 tahun warga Kebon Manggis, Jakarta Timur diperoleh hasil pengukuran VO2max 50,2% termasuk kategori sangat kurang, 26,8% kurang, 15% cukup dan 7,7% baik.
Kesegaran jasmani seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni, faktor internal dan faktor eksternal. Yang dimaksud faktor internal adalah sesuatu yang sudah terdapat dalam tubuh seseorang yang bersifat menetap misalnya genetik, umur, jenis kelemin. Sedangkan faktor eksternal diantaranya aktivitas fisik, lingkungan dan kebiasaan merokok (Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas, 1994; Abdullah, 1994).
Dr. Brotz telah menuliskan pada tahun 1983 dalam journal of American Medical Association sebagai berikut: tidak ada obat yang bisa digunakan sekarang atau masa depan yang memberikan dan mempertahankan kesehatan yanglebih baik dari pada kebiasaan yang senantiasa berolahraga. Banyak penelitian mengenai efek latihan olahraga pada usia muda. Dari penelitian Allewison dan Andrews 1976, sepertiga hari sekolah dicurahkan pada pendidikan jasmani. Hasilnya secara dramatis terlihat sebagai anak yang kuat, badan yang sehat dan cenderung memiliki kemampuan akademik yang baik (Sumardjono, 1987).
US Centers for Desease Control and Prevention (CDC) dan American Collage of Sport Medicine melaporkan bahwa sebanyak 250.000 jiwa melayang setiap tahun karena gaya hidup yang pasif. Ketidak aktifan memberikan kontribusi kematian yang besar (34%) dan menelan biaya $5,7 milyar pertahun (Sharkey).Kekurangan gerak atau kurangnya keterlibatan secara aktif dalam berolahraga dapat menyebabkan derajat kesegaran jasmani yang rendah. Kondisi biologik ini nampak pada keadaan nyata seperti:
- Orang lekas menderita kelelahan pada saat melakukan tugas sehari-hari yang tergolong berbobot sedang
- Sistem otot dalam keadaan lemah yang menyebabkan kekuatan, kecepatan dan daya tahan renda
- Penampilan tampak loyo dan gairah hidup kurang
Kekurangan gerak dan kurangnya latihan dengan intensitas yang memadai dapat menimbulkan penyakit kurang gerak. Penyakit ini menampakkan dirinya dalam beberapa gejala seperti tubuh tambun atau berkadar lemak tinggi, fungsi organ tubuh yang lemah dan hidup yang cenderung tidak bergairah. Penderita cenderung mengidap penyakit berbahaya seperti penyakit jantung, paru-paru, dan ginjal, tekanan darah tinggi dan gangguan pencernaan (Lutan, 1991).
Aspek penting lainnya dari hidup aktif termasuk menghilangkan kebiasaan negatif, seperti kecanduan rokok. Berdasarkan Public Health Promotion Office for Desease Prevention and Health Promotion, rokok mengakibatkan 400.000 kematian setiap tahun termasuk 30% kanker (85% kanker paru-paru) dan 25% karena masalah kardiovaskuler (Sharkey,2003).
Menurut survey WHO pada tahun 1990, ternyata 75% pria Indonesia dan 15% wanita Indonesia adalah perokok aktif. Indonesia Pneumobile Project (IPP) melaporkan bahwa tahun 1989 di Jakarta dan Surabaya pada 4118 subyek yang terdiri dari anak sekolah dan pekerja didapatkan populasi perokok pada pria sebanyak 45,7% dan wanita sebanyak 1,8% .
Daya tahan kardiorespirasi atau aerobic capacity merupakan komponen terpenting dari kebugaran jasmani (Ichsan, 1997). Seseorang dengan kapasitas aerobik yang baik, memiliki jantung yang efisien, paru-paru yang efektif, peredaran darah yang baik pula, yang dapat mensuplai otot-otot sehingga yang bersangkutan mampu bekerja secara kontiniu tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan (Sumaedjono, 1996).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani merupakan kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas sehari-hari dengan kesungguhan dan tnggung jawab, tanpa memiliki rasa lelah dan penuh semangat untuk menikmati penggunaan waktu luang dan menghadapi kemungkinan berbagai bahaya dimasa yang akan datang (Ichsan, 1988).
2.2. Komponen-Komponen Kesegaran Jasmani
Komponen kesegaran jasmani terdiri dari dua kelompok yaitu : Health related fitness dan Skill related fitness (Nieman, 2004). Health related fitness merupakan kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan terdiri dari :
- Cardyo respiratory endurance
- Body composition
- Musculoskletal :
- Flexibility
- Muscular strenghth
- Muscular endurance
Sedangkan Skill related fitness merupakan kesegaran jasmani berhubungan dengan keterampilan terdiri dari :
- Agality
- Balance
- Coordination
- Speed
- Power
- Reaction time
2.3. Pengertian Daya Tahan Kardiorespirasi
Daya tahan kardiorespirasi adalah kesanggupan sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkannya ke jaringan yang aktif sehingga dapat digunakan pada proses metabolisme tubuh (Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas, 1994).
Daya tahan kardiorespirasi merupakan komponen terpenting dari kesegaran jasmani (Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas, 1994; Len Kravitz, 1997).
Blain berpendapat daya tahan kardiorespiasi yang tinggi menunjukkan kemampuan untuk bekerja yang tinggi, yang berarti kemampuan untuk mengeluarkan sejumlah energi yang cukup besar dalam periode waktu yang lama ( Pradono, 1999).
Daya tahan kardiorespirasi disebut juga aerobic capacity. Dalam laboratorium pengukuran yang paling objektif dilakukan dengan menghitung ambilan maksimal O2 (VO2max) (Effendi, 1983).
2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Tahan Kardiorespirasi
Daya tahan kardiorespirasi dipengaruhi beberapa faktor yakni genetik, umur dan jenis kelamin, aktivitas fisik, komposisi lemak tubuh dan kebiasaan merokok.
1. Genetik
Daya tahan kardiovaskuler dipengaruhi oleh faktor genetik yakni sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh seseorang sejak lahir. Penelitian dari Kanada telah meneliti perbedaan kebugaran aerobik diantara saudara kandung (dizygotic) dan kembar identik (monozygotic), dan mendapati bahwa perbedaannya lebih besar pada saudara kandung dari pada kembar identik.
Baru-baru ini, Manila dan Bouchard (1991) telah memperkirakan bahwa herediter bertanggung jawab atas 25 –40% dari perbedaan nilai VO2max dan Sundet, Magnus Tambs (1994) berpendapat bahwa lebih dari setengah perbedaan kekuatan maksimal aerobik dikarenakan oleh perbedaan genotype, dan faktor lingkungan (nutrisi) sebagai penyebab lainnya. Ini mendukung pendapat bahwa cara untuk menjadi atlet berdaya tahan tinggi adalah dengan memilih orang tua dengan teliti.
Kita mewarisi banyak faktor yang memberikan konstribusi pada kebugaran aerobik, termasuk kapasitas maksimal sistem respiratory dan kardiovaskuler, jantung yang lebih besar, sel darah merah dan hemoglobin yang lebih banyak (Sharley, 2003).
Pengaruh genetik pada kekuatan otot dan daya tahan otot pada umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serat merah dan serat putih. Seseorang yang memiliki lebih banyak lebih tepat untuk melakukan kegitan bersifat aerobic, sedangkan yang lebih banyak memiliki serat otot rangka putih, lebih mampu melakukan kegiatan yang bersifat anaerobic.
Demikian pula pengaruh keturunan terhadap komposisi tubuh, sering dihubungkan dengan tipe tubuh. Seseorang yang mempunyai tipe endomorf (bentuk tubuh bulat dan pendek) cenderung memiliki jaringan lemak yang lebih banyak bila dibandingkan dengan tipe otot ektomorf (bentuk tubuh kurus dan tinggi) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas, 1994).
2. Umur
Umur mempengaruhi hampir semua komponen kesegaran jasmani. Daya tahan kardiovaskuler menunjukkan suatu tendensi meningkat pada masa anak-anak sampai sekitar dua puluh tahun dan mencapai maksimal di usia 20 sampai 30 tahun (Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas, 1994). Daya tahun tersebut akan makin menurun sejalan dengan bertambahnya usia, dengan penurunan 8-10% perdekade untuk individu yang tidak aktif, sedangkan untuk individu yang aktif penurunan tersebut 4-5% perdekade (Brian.Jsharkey, 2003).
Peningkatan kekuatan otot pria dan wanita sama sampai usia 12 tahun, selanjutnya setelah usia pubertas pria lebih banyak peningkatan kekuatan otot, maksimal dicapai pada usia 25 tahun yang secara berangsur-angsur menurun dan pada usia 65 tahun kekuatan otot hanya tinggal 65-70% dari kekuatan otot sewaktu berusia 20 sampai 25 tahun.
Pengaruh umur terhadap kelenturan dan komposisi tubuh pada umumnya terjadi karena proses menua yang disebabkan oleh menurunnya elastisitas otot karena berkurangnya aktivitas dan timbulnya obes pada usia tua (Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas, 1994).
3. Jenis Kelamin
Kesegaran jasmani antara pria dan wanita berbeda karena adanya perbedaan ukuran tubuh yang terjadi setelah masa pubertas.
Daya tahan kardiovaskuler pada usia anak-anak, antara pria dan wanita tidak jauh berbeda, namun setelah masa pubertas terdapat perbedaan. Rata-rata wanita muda memiliki kebugaran aerobik antara 15-25% lebih kecil dari pria muda dan ini tergantung pada tingkat aktivitas mereka. Tapi pada atlet remaja putri yang sering berlatih hanya berbeda 10% dibawah atlet putra dalam usia yang sama dalam hal VO2max.
Wanita memiliki jaringan lemak 27% dari komposisi tubuhnya lebih banyak dibanding pria 15% dari komposisi tubuhnya (Ardle, 1981).
Menurut Larry Gshaver (1981), satu gram hemoglobin dapat bersatu dengan 1,34 ml oksigen. Pada pria dalam keadaan istirahat terdapat sekitar 15-16gr hemoglobin pada setiap 100ml darah dan pada wanita rata-rata 14gr pada setiap 100ml darah. Keadaan ini menyebabkan wanita memiliki kapasitas aerobik lebih rendah dibanding pria. Selain itu ukuran jantung pada wanita rata-rata lebih kecil dibanding pria(Hairy,1989).
Pengambilan oksigen pada wanita 2,2L lebih kecil daripada pria 3,2L. Kapasitas vital paru wanita juga lebih kecil dibanding pria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...