Minggu, 07 Agustus 2016

Perbandingan Pemarkah Jamak di Beberapa Desa di Wilayah Kerinci, Provinsi Jambi (Tinjauan Morfosintaksis)

Oleh: Leni Sulastri, Zumalal Laeli, Mahdeliza, 
Natal P. Sitanggang
Abstrak

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah pemarkah jamak di empat desa di wilayah Kabupaten Kerinci, yakni  Desa Pondok, Desa Lolo Kecil, Desa Baru Lempur, dan Desa Tarutung, Provinsi Jambi. Penelitian ini menggunakan metode simak dengan cara teknik sadap, teknik simak bebas libat cakap, dan teknik catat.
Data yang terkumpul dianalisis menggunakan metode agih atau distribusional. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa pemarkah jamak di keempat desa di wilayah Kerinci tersebut adalah menggunakan kata uhang atau urang yang berarti ‘orang/para’, menggunakan pemarkah jamak dengan cara dwilingga pada nomina, verba, dan adjektiva, serta menggunakan numeralia.  
Kata kunci: pemarkah jamak, Kerinci, morfosintaksis. 

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 
Kategori jamak dalam sebuah bahasa merupakan hal yang penting untuk mengenali karakteristik dan tipologinya. Terdapat sejumlah bahasa yang menjadi berbeda dari yang lainnya karena pengaruh pemarkahan jamak dalam morfosintaktisnya. Dalam bahasa Inggris, misalnya,  jumlah nomina dalam posisi subjek akan mempengaruhi bentuk verba dalam posisi predikat. Bahkan aspek jamak dapat memengaruhi bentuk demonstrativa yang menerangkannya. Keberpengaruhan aspek tersebut dalam bahasa Inggris dapat kita perhatikan dalam contoh (1) berikut.

(1) The boy is lazy.
(2) The boys are lazy.
(3) I have this book.
(4) I have these books.
Tampak bahwa pada (1) subjek tunggal diikuti oleh kata bantu (to be) dalam bentuk tunggal (is). Berbeda dari itu, pada (2) kata bantu  menjadi are disebabkan oleh bentuk subjek tunggal menjadi jamak. Pada (3) demonstrativa this mengikuti bentuk intinya yang tunggal (book), dan pada (4) berubah menjadi these ketika inti frasanya berbentuk jamak (books). Keberpengaruhan yang demikian, menjadikan bahasa Inggris termasuk dalam tipologi bahasa yang mengenal sistem agreement (persesuaian).

Sejumlah bahasa daerah di Nusantara juga  ada yang mengenal bentuk persesuaian seperti itu. Bahasa daerah yang mengenal persesuaian yang demikian di antaranya adalah bahasa Sunda. Persesuaian karena aspek jumlah dapat kita perhatikan pada contoh berikut. 
(5) Budak eta keur maca buku carita. 
‘Anak itu sedang membaca buku cerita.’
(6) Barudak eta keur maraca buku carita. 
‘Anak-anak sedang membaca buku cerita.’

Dalam (5) kata budak ‘anak’ menunjukkan bentuk tunggal (satu orang anak), sementara pada (6) kata barudak ‘anak-anak’ menyatakan jamak yang dalam hal itu dimarkahi bentuk {-ar-} dan mengalami persesuaian pada predikat, maraca ‘(banyak pelaku) membaca’.
Dalam bahasa Kerinci untuk mengungkapkan bentuk jamak terkadang tidak termarkahi secara morfologis, tetapi secara leksikal termaktub dalam kata uhang ‘orang’ sebagai nomina yang taktakrif jumlahnya. Penggunaannya dalam konstruksi kalimat dapat diperhatikan dalam bentuk berikut.

(7) Uhang tani nanam sayor kek ladangnyo.
‘Para petani menanam sayur di ladang mereka.’
Sebelum berbicara lebih lanjut mengenai pemarkah jamak, penelitian ini akan menjelaskan struktur kata bahasa kerinci. Di dalam kenyataan pemakaian bahasa, bahasa Kerinci mempunyai peristiwa yang agak menyulitkan dalam struktur katanya, yaitu gejala munculnya dua bentuk atau lebih pada sebuah kata dasar, 

Sumber: Antologi Hasil Penelitian KBPJ 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...