Oleh: Leni Sulastri
Abstrak
Sikap merupakan fenomena kejiwaan yang biasanya termanifestasi dalam bentuk tindakan atau perilaku, sedangkan bahasa merupakan sistem referensial karena pada hakikatnya dia menjadi sistem yang dimanfaatkan akal budi untuk menangkap, mengolah, membentuk, menafsirkan, menerjemahkan, mengungkapkan, dan membeberkan segala yang dapat diacu oleh manusia.
Dengan demikian, sikap bahasa adalah perilaku, perbuatan, atau tindakan seseorang/sekelompok orang terhadap suatu bahasa dalam berinteraksi atau dengan kata lain sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain. Pembentukan sikap terhadap bahasa pada seseorang erat kaitannya dengan latar belakang sosial, budaya, dan lingkungan sekitarnya. Untuk itulah penelitian ini mengamati sikap bahasa yang berada di lingkungan pendidikan, lingkungan instansi pemerintah, dan masyarakat yang berada di Kabupaten Tanjungjabung Barat. Setelah mengamati sikap bahasa di tiga lingkungan tersebut diperoleh hasil bahwa sikap bahasa di lingkungan guru sekolah dasar terhadap bahasa Indonesia sedang/cukup, sikap bahasa di lingkungan pejabat pemerintahan terhadap bahasa Indonesia tinggi, dan sikap bahasa di lingkungan masyarakat terhadap bahasa Indonesia rendah.
Kata kunci: sikap, bahasa
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia, baik lisan maupun tulisan. Sumpah pemuda 1928 berisi tentang pengakuan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional. Begitu pula dalam UUD 1945 pasal 36 menyatakan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa negara yang mempunyai dasar hukum.
Dengan demikian, bahasa Indonesia mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai lambang kebanggaan bangsa, lambang identitas nasional, alat perhubungan antar daerah, dan alat pemersatu berbagai suku bangsa yang ada di nusantara. Di sisi lain, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, yaitu sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar di lembaga pendidikan, alat perhubungan pada tingkat nasional, alat pengembangan budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Sebagai bahasa nasional dan bahasa negara sudah seharusnya kita selaku warga negara Indonesia yang baik menyadari akan adanya norma dalam bahasa Indonesia. Sudah selayaknya dalam berkomunikasi kita menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidah yang telah ditetapkan. Namun, seiring berkembangnya zaman, bahasa Indonesia kini mulai dipandang sebelah mata, kesetiaan bangsa Indonesia dalam menggunakan bahasa Indonesia mulai melemah, tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasa Indonesia, bahkan kadangkala kita lebih bangga terhadap bahasa asing, misalnya bahasa Inggris.
Dalam kehidupan sehari-hari terkadang masyarakat Indonesia lebih bangga berbicara dengan menggunakan bahasa Inggris daripada berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Selain senang berbicara menggunakan bahasa Inggris, sebagian besar masyarakat Indonesia lebih senang berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baku daripada berbicara dengan menggunakan bahasa baku. Itu semua terjadi bukan secara alamiah, melainkan disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah sikap negatif terhadap bahasa Indonesia.
Faktor-faktor yang memengaruhi sikap bahasa negatif, di antaranya faktor politis, etnis, ras, gengsi, dan menganggap bahasa tersebut terlalu rumit atau susah. Sikap negatif juga akan lebih terasa apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mempunyai kesadaran akan adanya norma bahasa. Sikap tersebut nampak dalam tindak tuturnya. Mereka tidak merasa perlu untuk menggunakan bahasa secara cermat dan tertib, mengikuti kaidah yang berlaku. Tentunya keadaan seperti ini merupakan masalah besar terhadap pembinaan bahasa Indonesia.
Berkaitan dengan bahasa, pembentukan sikap terhadap bahasa pada seseorang erat kaitannya dengan latar belakang sosial, budaya, dan lingkungan sekitarnya. Hal ini berhubungan dengan status bahasa tersebut di lingkungan, termasuk di dalamnya status ekonomi dan politik. Penggunaan bahasa yang berstatus tinggi dianggap menimbulkan prestise atau sebaliknya. Pernyataan tersebut mengimplikasikan bahwa sikap seseorang terhadap suatu bahasa erat hubungannya dengan status ekonomi, politik, dan status bahasa itu sendiri. Perubahan status ekonomi, politik, dan bahasa kiranya ikut memengaruhi sikap seseorang terhadap suatu bahasa. Sikap bahasa sendiri berkaitan langsung dengan sikap penuturnya dalam memilih dan menetapkan bahasa. Sikap bahasa menjadi salah satu fenomena pada masyarakat bilingual.
Penutur maupun mitratutur dalam hal penggunaan bahasa seringkali tidak menggunakan satu jenis bahasa pada masyarakat bilingual. Dalam suatu tindak bahasa, alih kode dan campur kode seringkali digunakan. Selain itu, penutur dan mitratutur juga memiliki sikap yang berkaitan dengan pemakaian bahasa yang digunakan. Begitu pula dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Provinsi Jambi, khususnya di Kabupaten Tanjungjabung Barat.
Di Kabupaten Tanjungjabung Barat alih kode sering terjadi bila komunikasi awal terjadi antara penutur yang berbeda latar belakang etnis, kemudian hadir penutur lain (pihak ketiga) yang sama dengan salah satu penutur sebelumnya. Contohnya bila seorang penutur yang berlatar belakang etnis Melayu bertemu dengan penutur yang berlatar belakang etnis Bugis, mereka akan menggunakan bahasa Indonesia. Selagi mereka berkomunikasi, hadir seseorang atau penutur lain yang berlatar belakang etnis Bugis. Dengan demikian, biasanya secara otomatis penutur yang berlatar belakang etnis Bugis akan melakukan alih kode, yaitu akan menggunakan bahasa Bugis saat berkomunikasi dengan penutur yang baru saja hadir.
Selain alih kode, campur kode juga sering terjadi di Kabupaten Tanjungjabung Barat. Campur kode terjadi bila dalam berkomunikasi antar- penutur yang berbeda latar etnis menemui kesulitan saat mengungkapkan sesuatu. Untuk itu, penutur akan menggunakan bahasa daerahnya untuk mengungkapkan hal itu. Contohnya saat penutur berbahasa Melayu bertemu dengan penutur berbahasa Sunda, mereka akan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Melayu. Namun, saat ingin mengungkapkan sesuatu dan ternyata sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia atau bahasa Melayu, penutur berbahasa Sunda tersebut akan menggunakan bahasa Sunda untuk mengungkapkannya. Misalnya, saat sedang membicarakan anaknya yang baru saja sembuh dari sakit, penutur bahasa Sunda akan menggunakan kata mamayu untuk mengungkapkan keadaan bahwa anaknya itu makan banyak setelah sembuh dari sakit. Selanjutnya, mereka akan kembali menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Melayu.
Di Provinsi Jambi, khususnya di Kabupaten Tanjungjabung Barat, sebagian besar masyarakatnya menggunakan bahasa Melayu. Selain digunakan pada ragam tidak resmi, bahasa Melayu Jambi juga digunakan pada ragam resmi, seperti saat mengadakan rapat pemilihan ketua RT dan saat kegiatan keagamaan. Penggunaan bahasa Melayu juga terjadi di lingkungan pendidikan dan instansi pemerintah.
Di lingkungan pendidikan, sesuai dengan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, sudah seharusnya bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar. Namun, dalam kenyataannya bahasa Melayu lebih sering digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas, khususnya pada jenjang pendidikan yang rendah, sekolah dasar. Di dalam kelas guru sering melakukan alih kode dan campur kode. Guru sering menggunakan bahasa Melayu, baik dalam menyampaikan materi, memberikan contoh, maupun mengajukan pertanyaan kepada siswa. Begitu pula halnya dengan siswa. Mereka sering melakukan alih kode dan campur kode dalam proses belajar mengajar, seperti ketika mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, dan menyampaikan pendapat.
Hal yang sama juga terjadi di lingkungan instansi pemerintah. Para pejabat sering pula melakukan alih kode dan campur kode. Pejabat sering menggunakan bahasa Melayu, baik dalam rapat maupun penugasan langsung kepada bawahan.
Berdasarkan kenyataan ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana sikap bahasa guru sekolah dasar, pejabat, dan masyarakat terhadap bahasa Indonesia di Kabupaten Tajungjabung Barat. Apakah pandangan mereka positif ataukah negatif terhadap bahasa Indonesia?
Untuk itulah penelitian tentang sikap bahasa guru sekolah dasar, pejabat, dan masyarakat terhadap bahasa Indonesia di Kabupaten Tanjungjabung Barat dilakukan.
Sumber: Antologi Hasil Penelitian KBPJ 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...