Selasa, 02 Agustus 2016

Tradisi Lisan Kenduri Sko: Analisis Makna dan Fungsi

Oleh: Ricky A. Manik 
Abstrak
Penyelamatan tradisi lisan dari kepunahan tidak bisa tidak harus dilakukan dan diupayakan. Inventarisasi belumlah cukup dalam upaya penyelamatan karena makna dan fungsi tradisi tersebut belum dapat diketahui oleh generasi berikutnya. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penulis bukan saja hendak menginventarisasi, melainkan juga hendak melihat makna dan fungsi tradisi lisan Kenduri Sko.
Ada dua strategi yang penulis gunakan dalam penelitian ini, pertama pengumpulan data dengan perekaman (audiovisual) dan wawancara. Kedua  Kenduri Sko akan dilihat sebagai fakta semiotik dengan aspek empiris dan aspek nonempiris. Melalui aspek empiris akan dikaji teks pepatah-petitih dalam pengukuhan pemangku adat, sedangkan aspek nonempiris akan dilihat secara keseluruhan tradisi Kenduri Sko sebagai kesadaran kolektif kebahasaan dan kesadaran kolektif kebudayaan. Metode berikutnya adalah dengan melihat fungsi-fungsi folklor menurut Bascom dan Hutomo. Penelitian ini menemukan bahwa Kenduri Sko adalah warisan nenek moyang yang berupa benda pusaka, aturan-aturan, norma-norma, nilai-nilai, dan sebagai ucapan rasa syukur atas apa yang menjadi milik masyarakat Kerinci, sedangkan fungsinya adalah sebagai sistem proyeksi, pengukuhan pranata, pendidikan, dan alat kontrol.
Kata kunci: tradisi lisan, Kenduri Sko, semiotik, kesadaran kolektif 

1. Pendahuluan 
1.1 Latar Belakang
Kehidupan suatu kelompok masyarakat tidak dapat dilepaskan dari kebudayaannya. Kebudayaan hadir disebabkan oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat ini dengan serta-merta telah menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan tradisinya masing-masing. Namun, seiring perubahan zaman, tradisi yang dimiliki oleh masyarakat ini juga mengalami perubahan atau bahkan punah. Tradisi tersebut bisa saja masih bertahan karena dianggap berguna dan bermanfaat banyak bagi masyarakat selaku pemilik dan pendukungnya. 

Indonesia merupakan bangsa yang memiliki beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Ribuan suku bangsa ini memiliki berbagai tradisi yang sudah terintegral di dalam kehidupan masyarakatnya, mulai dari tradisi perkawinan, kelahiran, kematian, pesta adat, dan lain sebagainya. Setiap suku ini memiliki ciri dan cara-cara tertentu dalam melakukan bentuk upacara tradisinya tersebut. 

Seiring zaman, dengan berbagai perkembangan pola hidup masyarakat yang ditandai dengan kemodernan, membuat kebudayaan atau tradisi yang dimiliki masyarakat ikut mengalami perkembangan dan perubahan pula. Hal yang dapat dilihat dari perubahan tradisi itu adalah dengan masuknya agama ke dalam kebudayaan masyarakat tersebut. Agama bagaimana pun merupakan andil terbesar dalam mengubah tradisi dan kebudayaan suatu masyarakat. Jika kita melihat tradisi Mecaq Undat di masyarakat suku Dayak Kenya di Kalimantan yang dulunya menggunakan mantra-mantra sebagai ucapan syukur habis panen kepada dewa-dewa, sekarang mantra-mantra itu berganti dengan doa-doa syukur kepada Tuhan. Begitu pula dengan masyarakat Kerinci dengan tradisi Ngayun Luci-nya, Kenduri Sko, dan berbagai tradisi yang menandakan peninggalan nenek moyang pada masa berkeyakinan animisme.  

Petaka hilangnya suatu tradisi seolah menjadi hal yang tak dapat dihindari. Hal ini disebabkan suatu tradisi peninggalan nenek moyang yang animisme akan bertentangan nilai-nilai dengan agama modern. Hal lain yang dapat dijadikan sebab hilangnya suatu tradisi disebabkan terputusnya ahli waris sebagai pelaku tunggal sebuah tradisi lisan. Penyebab putusnya pelaku tradisi lisan adalah tidak terwarisi ke generasi berikutnya dan tidak adanya upaya penyelamatan dalam bentuk rekam ataupun visual.

Di dalam tradisi lisan, yang di dalamnya terdapat pepatah-petitih, pantun, syair-syair, mantra-mantra, atau cerita rakyat dan lain sebagainya adalah bentuk dari sastra lisan. Setiap sastra lisan yang terkandung di dalam suatu tradisi masyarakat tentulah memiliki makna dan fungsi yang berguna bagi masyarakat pemiliknya karena sastra lisan merupakan bagian dari kehidupan masyarakatnya. Tradisi lisan itu akan tetap ada dan masih melekat di masyarakatnya sekalipun zaman berubah apabila makna dan fungsi di dalam sastra lisan itu masih dijadikan nilai-nilai, norma-norma, dan pedoman bagi masyarakat pemiliknya.

Adat istiadat dan norma-norma yang terdapat di dalam masyarakat sangat memiliki pengaruh dalam lahirnya sebuah karya sastra, baik tertulis ataupun lisan. Sebab sastra adalah bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Apa yang diungkap dalam karya sastra merupakan proses karya budaya yang panjang dari pemilik dan pendukung sastra tersebut. Oleh karena itu, sastra banyak memberikan manfaat kepada masyarakat selaku pemilik dan pendukungnya. 

Sastra lisan merupakan bagian dari folklor. Danandjaja (1991: 19) mengatakan folklor itu sendiri ialah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun. Sebagai bagian dari warisan budaya nasional, sastra lisan patut dikembangkan dan dimanfaatkan pada masa sekarang atau masa datang dalam hal pembinaan sastra. Sastra lisan juga telah lama berperan sebagai wahana pemahaman gagasan pewarisan tata nilai yang tumbuh di masyarakat. Bahkan, sastra lisan telah berabad-abad berperan sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat, dalam arti ciptaan yang berdasarkan lisan akan lebih mudah digauli karena ada unsur yang dikenal masyarakat (Rusyana, 1978).

Sastra lisan itu tuturan, didengar, dan dihayati secara bersama-sama dalam suatu peristiwa dengan maksud tertentu. Peristiwa-peristiwa tersebut yang telah disebutkan di atas berkaitan dengan upacara perkawinan, upacara menanam dan menuai padi, kelahiran bayi, dan upacara yang bertujuan magis. Sastra lisan yang mengandung ajaran, pikiran, gagasan, dan harapan masyarakat biasanya digemari dan bertahan lama. Sastra lisan yang dapat memberikan kekuatan positif dalam membangun suasana kolektif dapat memberikan ikatan batin bagi masyarakat pemiliknya. Dalam hal ini, sastra lisan memiliki fungsi di dalam masyarakat, baik secara kolektif maupun individu.

Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut) (Hutomo, 1991: 1). Jadi, segala kebudayaan yang dituturkan secara lisan dan diwariskan dengan metode lisan termasuk dalam kajian sastra lisan, yang meliputi cerita rakyat, teka-teki rakyat, drama kerakyatan, syair, gurindam, dan lain sebagainya. Karya sastra lisan berdasarkan bentuknya dibagi menjadi dua, yaitu bentuk puisi dan prosa. Karya-karya yang berbentuk puisi di antaranya mantra, teka-teki, peribahasa, dan pantun, sedangkan karya-karya yang berbentuk prosa, yaitu cerita-cerita rakyat, seperti mitos, legenda, sage, dan fabel. 

Pada masyarakat Kerinci di Provinsi Jambi terdapat tradisi lisan yang masih dilestarikan oleh masyarakatnya. Tradisi lisan itu adalah Kenduri Sko. Tradisi lisan ini adalah satu dari berbagai tradisi lisan yang masih banyak dan dapat ditemukan pada masyarakat Kerinci. Hampir seluruh masyarakat Kerinci mengenal tradisi Kenduri Sko. Di dalam tradisi ini terdapat sastra lisan yang menjadi salah satu bentuk dan fungsi yang penting di dalam keberlangsungan tradisi tersebut. 

Sudah tentu sastra lisan ini adalah hal yang paling penting dalam tradisi lisan tersebut. Akan tetapi, tidak banyak orang yang bisa melakukannya dan mengetahui makna serta fungsinya. Jika sastra lisan lahir dari kepekaan fenomena-fenomena yang ada di sekitar masyarakatnya, mempelajarinya adalah upaya memahami dan memaknai apa yang menjadi tradisi dan kultur suatu masyarakat.  Mengetahui dan mempelajari sastra lisan tersebut akan memberikan pengetahuan kita tentang kehidupan dan ideologi masyarakat pemiliknya. Sering kali kekurangtahuan atau kekurangpedulian, baik oleh masyarakat umum maupun masyarakat pemiliknya, terhadap makna dan fungsi yang ada di dalam sastra lisan tersebut menjadi faktor hilangnya esensi dari tradisi tersebut, yang ironisnya justru menjadi penyebab hilangnya sastra lisan tersebut. Oleh sebab itu, penelitian ini akan memfokuskan pada tradisi lisan Kenduri Sko yang dimiliki oleh masyarakat Kerinci. Dari tradisi lisan inilah akan dilihat dan ditemukan makna dan fungsi tradisi lisan tersebut bagi masyarakat Kerinci.  

Sumber: Antologi Hasil Penelitian KBPJ 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...