Sabtu, 20 Agustus 2016

Taklukkan Matematika dengan PMR

Oleh: Zahrun

Mungkin selama ini kita sering mendengar kata PMR baik di sekolah ataupun di tempat lain. Kata ini tidak asing ditelinga kita karena hampir sebagian sekolah dindonesia tentu memilikinya. PMR adalah suatu organisasi siswa di sekolah yang dikelola oleh Osis yang aktif dalam kegiatan sekolah di bidang kesehatan. 

Dalam matematika juga dikenal dengan PMR. Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal (1905 – 1990) seorang penulis, pendidik, dan matematikawan berkebangsaan Jerman/Belanda yang berpendapat bahwa “matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas”. 

Pada dasarnya, matematika adalah pemecahan masalah karena itu, matematika sebaiknya diajarkan melalui berbagai masalah yang ada disekitar siswa dengan memperhatikan usia dan pengalaman yang mungkin dimiliki siswa. Matematika diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.  (Puskur, 2008).  Oleh karena itu, pembelajarannya harus kontak dengan kehidupan nyata siswa.

Akhir-akhir ini keluhan banyak muncul bahwa tidak sedikit siswa yang memandang matematika sebagai suatu mata pelajaran yang sangat membosankan, menyeramkan, menakutkan bahkan  menjengkelkan. Banyak siswa yang berusaha menghindari mata pelajaran tersebut. Hal ini jelas sangat berakibat buruk bagi perkembangan pendidikan matematika ke depan. Oleh karena itu, perubahan proses pembelajaran matematika yang menyenangkan harus menjadi prioritas utama. Hasil empiris di atas jelas merupakan suatu permasalahan yang merupakan faktor penting dalam mewujudkan tujuan pembelajaran matematika sesuai yang diamanatkan dalam kurikulum pendidikan matematika. 

Salah satu faktor penyebab rendahnya pengertian siswa terhadap konsep-konsep matematika adalah pola pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Pembelajaran matematika di Indonesia dewasa ini, “dunia nyata” hanya digunakan untuk mengaplikasikan konsep dan kurang mematematisasi “dunia nyata”. Bila dalam pembelajaran di kelas, pengalaman anak sehari-hari dijadikan inspirasi penemuan dan pengkonstruksian konsep (pematematisasian pengalaman sehari-hari) dan mengaplikasikan kembali ke “dunia nyata” maka anak akan mengerti konsep dan dapat melihat manfaat matematika. (I Gusti Putu Suharta, 2001).

Untuk mengatasi permasalahan di atas perlu dicari suatu pendekatan yang dapat mendukung proses pembelajaran matematika yang menyenangkan dan bukan menyeramkan sehingga dapat meningkatkan motivasi sekaligus mempermudah pemahaman siswa dalam belajar matematika. Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang saat ini sedang dalam uji coba adalah pendekatan matematika realistik.  Pendekatan matematika realistik (PMR) ini sesuai dengan perubahan paradigma pembelajaran, yaitu dari paradigma mengajar ke paradigma belajar atau perubahan paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru ke paradigma pembelajaran yang berpusat pada siswa. Hal ini adalah salah satu upaya dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan matematika. 

Melalui Pendekatan Matematika Realistik yang pengajarannya berangkat dari persoalan dalam dunia nyata, diharapkan pelajaran tersebut menjadi bermakna bagi siswa, dengan demikian mereka termotivasi untuk terlibat dalam pelajaran, dan pada akhirnya berimbas pada prestasi belajaar mereka. Untuk mendukung proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa diperlukan suatu pengembangan materi pelajaran matematika yang difokuskan kepada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa, serta penggunaan metode evaluasi yang terintegrasi pada proses pembelajaran. 

PMR mempunyai ciri antara lain, bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru (Gravemeijer, 1994), dan bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia riil” (de Lange, 1995).

Pengalaman yang diperoleh siswa akan semakin berkesan apabila proses pembelajaran yang diperolehnya merupakan hasil dari pemahaman dan penemuannya sendiri.  Pembelajaran yang bermakna akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan. Pengalaman yang diperoleh siswa akan semakin berkesan apabila proses pembelajaran yang diperolehnya merupakan hasil dari pemahaman dan penemuannya sendiri. Dalam konteks ini Proses pembelajaran yang berlangsung melibatkan siswa sepenuhnya untuk merumuskan sendiri suatu konsep. Keterlibatan guru hanya sebagai fasilitator, motivator  dan moderator dalam proses pembelajaran tersebut. 

Soedjadi dalam Sudarsiah (2005 : 2) mengemukakan bahwa, di Negeri Belanda telah dikembangkan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Dalam pendekatan PMR, pembelajaran matematika lebih memusatkan kegiatan belajar pada siswa dan lingkungan serta bahan ajar yang disusun sedemikian sehingga siswa lebih aktif mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.

Sumber: Pelatihan KTI untuk Guru SLTP dan SLTA 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...