Minggu, 21 Agustus 2016

Peningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 5 Kerinci Pokok Bahasan Prisma Dan Limas Melalui Model Learning Cycle “5E ””

Oleh: Zahrun

A. Latar Belakang Masalah 
Masalah aktual yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia dewasa ini adalah bagaimana meningkatkan mutu pendidikan agar proses yang berlangsung dapat memberikan output yang mampu bertahan menghadapi persaingan global. Oleh karena itu sudah selayaknya pendidikan mendapatkan perhatian yang serius serta membutuhkan pembaharuan dari waktu ke waktu. 

Salah satu pembelajaran yang dapat membawa siswa agar siap menghadapi persaingan global dan dapat meningkatkan kualitas intelektual adalah dengan pembelajaran yang bermakna. Dalam pembelajaran ini siswa tidak hanya belajar untuk mengetahui sesuatu tetapi juga belajar memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Tujuan pembelajaran matematika pada kurikulum 2006 adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, aktual ef isien dan tepat dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat-sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengkomunikasikan gagasan  dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006: 434). Berdasarkan tujuan pembelajaran tersebut, sudah sepantasnya pemecahan masalah matematika mendapat perhatian dan perlu dikembangkan. 

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menetapkan pemecahan masalah sebagai salah satu dari lima standar proses matematika sekolah. Oleh karenanya pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan utama pendidikan matematika dan merupakan salah satu bagian utama dalam aktivitas matematika. NCTM juga menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan fokus dari pembelajaran matematika, karena pemecahan masalah merupakan sarana mempelajari ide dan keterampilan matematika      (Van de Walle, 2008: 4). 

Berdasarkan hasil pembelajaran Matematika pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 di kelas VIII B SMP Negeri 5 Kerinci dan hasil pengamatan peneiliti yang kebetulan mengajar dikelas tersebut, diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih relatif rendah. Hal ini terlihat ketika diberikan latihan soal yang tingkat kesulitannya yang lebih tinggi, hanya beberapa siswa saja yang mampu menyelesaikan soal tersebut dengan benar, sedangkan siswa yang lain masih mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya. Beberapa siswa bahkan terlihat enggan menyelesaikan masalah yang mereka anggap sulit, sehingga mereka hanya mengandalkan jawaban teman lain atau menunggu penjelasan dari guru tanpa berusaha untuk menemukan sendiri solusi dari permasalahan yang mereka hadapi. Salah Satu penyebab permasalahan tersebut diatas adalah  model pembelajaran yang diterapkan masih konvensional dimana pembelajaran yang berpusat pada guru.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Penerapkan model pembelajaran yang dinilai efektif sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih memecahkan masalah yang mereka hadapi. Salah satunya dengan model pembelajaran Learning Cycle “5E ”. Di SMP Negeri 5 Kerinci sendiri belum pernah menerapkan model pembelajaran ini secara optimal. 

Learning Cycle merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa serta didasarkan pada pandangan konstruktivisme di mana pengetahuan dibangun dari pengetahuan siswa itu sendiri (Siti Djumhuriyah, 2008: 12). Pada mulanya model ini terdiri dari tiga tahap, yaitu exploration , concep interduction dan concep aplication . Tiga tahap terebut saat ini berkembang menjadi lima tahap yang terdiri atas engagement, exploration , explanation, elaboration serta evaluation. Learning Cycle dengan lima tahap ini dikenal dengan Learning Cycle “5E ”. 

Pada tahap engagement, guru berusaha membangkitkan minat dan keingintahuan siswa tentang materi yang akan dipelajari, hal ini dapat dilakukan guru dengan mengaitkan materi pembelajaran pada kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat membantu siswa dalam memahami atau mengidentifikasi masalah-masalah yang akan mereka hadapi. Tahap exploration , dan explanation memungkinkan siswa membangun pengetahuannya sendiri dan mengungkapkan kembali konsep yang telah mereka peroleh dengan bahasa mereka. Konsep ini yang nantinya akan mereka gunakan sebagai bekal dalam merencanakan pemecahan masalah. Pada tahap elaboration, siswa secara individu maupun kelompok, berlatih menerapkan konsep yang telah mereka peroleh sebelumnya untuk memecahkan masalah. Hal ini membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Sedangkan pada tahap terakhir, yakni evaluation, siswa dimungkinkan untuk mengevaluasi tahapan yang telah dilaksanakan. Implementasinya dalam pemecahan masalah, siswa dapat mengecek kembali langkah-langkah yang telah dilakukan serta menginterpretasikan penyel esaian yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya. Dengan demikian, penerapan model ini dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. 

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Peningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 5 Kerinci  Pokok Bahasan Prisma Dan Limas Melalui Model Learning Cycle “5E ””

Sumber: Pelatihan KTI untuk Guru SLTP dan SLTA 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...