BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Teori
belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori
ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa
saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa
yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
B. TUJUAN
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
Agar
mahasiswa dapat mengetahui aplikasi dari teori behaviorisme dalam proses
pembelajaran.
Agar
mahasiswa dapat lebih memahami tentang teori pembelajaran behaviorisme.
BAB
II
PEMBAHASAN
Kaum
behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang
pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka
behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan
menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu.
Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana
sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan
teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari
semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti
Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran
lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan
faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori
behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi
belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus
dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan
behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi
pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan
ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan
pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu
pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat
kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon
yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori
behavioristik juga cenderung mengarahkan pelajar untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar
merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pelajar menuju atau
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses
belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner
dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut
dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pelajar
untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut
Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada
beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
Pengaruh
hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
Dampak
psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si
terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
Hukuman
yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk)
agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si
terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan
yang diperbuatnya.
Skinner
lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif
tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang
sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar
respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pelajar perlu dihukum
karena melakukan kesalahan. Jika pelajar tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan
pelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan
pengurangan ini mendorong pelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah
yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan
positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.
Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah
mengurangi agar memperkuat respons.
APLIKASI
Aliran
psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar,
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
pelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian
halnya dalam pembelajaran, pelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pelajar diukur hanya pada
hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi
dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi pelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pelajar kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena
teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan
teratur, maka pelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan
dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri pelajar.
Tujuan
pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut
pelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam
bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada
ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke
keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga
aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib
tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi
menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang
benar. Maksudnya bila pelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan
guru, hal ini menunjukkan bahwa pelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran,
dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini
menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
Aplikasi
teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal
seperti tujuan pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa, media
dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)ke orang yang belajar atau
siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag
sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga
makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng,
2006).
Demikian
halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh
para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada
hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat
unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Dalam
arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan.
Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini,
timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah
Mementingkan
faktor lingkungan
Menekankan
pada faktor bagian
Menekankan
pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
Bersifat
mekanis
Mementingkan
masa lalu
Mengutamakan
unsur-unsur dan bagian kecil
Mementingkan
pembentukan reaksi atau respon
Menekankan
pentingnya latihan
Mementingkan
mekanisme hasil belajar
Mementingkan
peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku
yang diinginkan.
Pada
teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku
manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement
dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan
yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang
menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi
terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Aplikasi
teori belajar behaviorisme menurut tokoh-tokoh antara lain :
a.
Aplikasi Teori Pavlov
Contohnya
yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar
mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap
murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang
ditunjukkan gurunya.
b.
Aplikasi Teori Thorndike
Sebelum
guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu.
Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya.
Guru
mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau sistem
drill.
Guru
memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman
sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar.
c.
Aplikasi Teori Skinner
Guru
mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa yang telah diperiksa dan
dinilai sesegera mungkin.
Kekurangan
Dan Kelebihan Teori Behavoiristik
Kekurangan
Sebuah
konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah
siap
Tidak
setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini.
Penerapan
teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan
bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi
berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari
murid.
Murid berperan sebagai pendengar dalam proses
pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara
belajar yang efektif
Penggunaan
hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa
Murid
dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan guru.
Kelebihan
Membiasakan
guru untuk bersikap jeli dan peka pada
situasi dan kondisi belajar
Metode
behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang menbutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan,
spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
Guru
tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika
menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan
Teori
ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau
pujian.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori
behaviorisme memiliki ciri khas masing-masing. Teori belajar behavioristik
merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara
stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru. Aplikasinya
dalam pembelajaran adalah bahwa guru memiliki kemampuan dalam mengelola
hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar
siswa dapat optimal.
Implikasi
perkembangan teori pembelajaran sekarang sangatlah beragam. Guru dapat
menerapkan menurut aliran-aliran teori tertentu. Seperti teori behavioristik
dalam pembelajaran guru memperhatikan tujuan belajar, karakteristik siswa, dan
sebagainya.
Teori
behavioristik tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak
variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang
dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Pandangan
behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi
pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.
Penerapan
teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu
guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Metode behavioristik
ini sesuai untuk diperolehnya kemampaun yang membutuhkan praktek dan pembiasaan
juga sesuai diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa.
B. Saran
Pengertian,
prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para
pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan
pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori
belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang
berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan out put-out put yang
berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...