Oleh: Andiopenta Purba
Abstrak
Lingkungan bahasa adalah situasi suatu wilayah tertentu tempat suatu bahasa tumbuh dan berkembang selalu digunakan oleh para penuturnya. Lingkungan bahasa ini mencakup segala hal yang dapat didengar dan dapat dilihat dan ikut mempengaruhi proses komunikasi berbahasa.
Lingkungan bahasa ada dua: lingkungan formal yang dibentuk secara terencana dan lingkungan informal yang timbul secara alami. Lingkungan formal berperan dalam proses pemerolehan bahasa kedua terutama dalam hal urutan pemerolehan bahasa kedua dan dalam kecepatan atau keberhasilan pemerolehan bahasa kedua. Lingkungan informal memberikan peranan dalam proses pemerolehan bahasa kedua, terutama lingkungan teman sebaya pembelajar maupun lingkungan bahasa pengajar atau guru, orang tua, keluarga serta lingkungan bahasa penutur asing.
Kata kunci : perolehan bahasa kedua, lingkungan bahasa
Abstract
Language is a certain place and circumstance where a language expanded used by the speech community. It consists of everything that can be heard and seen, then, it influences the process of language communication.Language environment can be divided into two categories: formal setting, which is formed by planning, and informal setting, which is formed naturally. Formal setting has important role in second language acquisition process, especially in the sequence of second language acquisition, and the succes acceleration of second language acquisition. Furthermore, informal setting has important role in second language acquisition process, especially in the learner’s peer environment, parents, family, and foreign speaker environment.
Key words : second language acquisition, language environment
1. Pendahuluan
Bahasa kedua secara umum diperoleh setelah seseorang sudah memperoleh bahasa pertamanya. Tidak ada satu orang pun yang memperoleh bahasa pertamanya. Hal inilah agaknya yang mendasari mengapa ada istilah bahasa pertama dan bahasa kedua. Bahasa pertama adalah bahasa yang pertama sekali diperoleh seseorang. Bahasa kedua diperoleh setelah memperoleh bahasa pertama.
Dalam pemerolehan bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua banyak teori yang mendasari bagaimana proses pemrosesan itu terjadi. Teori yang paling umum dan mendasar adalah teori behaviorisme dan teori kognitivisme. Konsep dasar teori behaviorisme dilandasi anggapan bahwa seseorang setelah lahir tidak memiliki apa-apa sehingga dalam pemerolehan bahasa lingkungan sangat berperan penting. Dengan kata lain, lingkunganlah yang banyak memberi sumbangan kepada seseorang sehingga dapat memperoleh bahasa. Lain halnya dengan teori kognitivisme bahwa seseorang setelah lahir sudah memiliki suatu alat pemerolehan bahasa yang disebut Language Acquistition Device (LAD). Melalui alat ini seseorang dapat memperoleh bahasa. Namun demikian, alat pemerolehan bahasa tersebut dapat berfungsi apabila ada lingkungan yang mendukungnya.
Memperhatikan kedua teori tersebut, dapat dikatakan bahwa pemerolehan bahasa tidak terlepas dari lingkungan. Lingkungan adalah suatu hal yang penting bagi seseorang dalam proses pemerolehan bahasa. Tentang peranan lingkungan dalam pemerolehan bahasa, McDonough (1981) mengemukakan bahwa teori- teori behaviorisme yang dipakai untuk memperoleh bahasa sangat menekankan peranan lingkungan dalam memberikan rangsangan imintasi dan juga penguatan dan apakah reaksi-reaksinya bersifat positif atau negatif. Menurut teori ini hanya lingkungan eksternal yang memberikan, baik model bahasa maupun mekanisme reaksi-reaksi: (1) diseleksi untuk kebenaran, (2) dibedakan untuk pantas tidaknya terhadap suatu stimulus dan (3) disamarkan untuk situasi yang baru. Demikian juga halnya dengan Littlewood (1984) mengemukakan bahwa pendekatan behaviorisme terhadap pemerolehan bahasa, lingkungan anak dilihat sebagai faktor pengaruh utama. Lingkungan menyediakan model-model yang ditiru anak dan berbagai ganjaran yang mengakibatkan timbulnya pengetahuan bagi anak.
Sebagaimana halnya pada teori behaviorisme, begitu juga dengan teori kognitivisme. Menurut Littlewood (1984) bahwa minat merupakan suatu faktor yang berperan dalam mencapai proses internal anak. Namun, seharusnya kita tidak melupakan bahwa lingkunganlah yang menstimulasi proses-proses internal itu. Lingkungan akan menyediakan berbagai materi terhadap anak dalam pemerolehan bahasanya tempat ia berada. Hal ini yang sama juga dikemukakan oleh Subyakto (1992) bahwa anak lahir sudah memiliki prosedur-prosedur serta kaidah bahasa yang memungkinkan seseorang anak mengolah data linguistiknya di lingkungannya.
Terlepas dari teori behavariosme dan kognitivisme, peranan lingkungan dalam pemerolehan bahasa sangat besar. Daulay (1985) mengemukakan bahwa kualitas lingkungan bahasa teramat penting bagi seorang pembelajar bahasa untuk bisa berhasil dalam belajar bahasa baru. Pengenalan yang dilakukan oleh guru di dalam kelas akan menentukan proses belajar bahasa yang dialami oleh pembelajar. Di samping itu Huda (1987) mengemukakan juga bahwa hipoteis input yang dikemukakan Krashen yang menyatakan bahwa pembelajaran memperoleh bahasa kedua hanya dengan satu cara, yaitu dengan jalan mengerti makna pesan yang sampai kepadanya. Dengan kata lain, pembelajar bisa berbahasa kedua karena telah mendapat input yang bisa dimengerti maknanya, Pembelajar bisa mengerti wacana yang berisi tata bahasa yang tidak diurutkan penyajiannya (secara alamiah) karena adanya bantuan koneks, pengetahuannya tentang kehidupan dan alam sekitarnya. Kemampuan lingiustik yang telah dikuasai sebelumnya.
Berkenan dengan peran lingkungan dalam pemerolehan bahasa, Ellis (1986) dengan tegas mengemukakan bahwa lingkungan dalam hal pemerolehan bahasa secara garis besar dapat diklasifikasikan atas dua, yaitu 1). lingkungan formal dan 2). lingkungan informal. Bervariasi dalam menggunakan tertentu terhadap pemerolehan bahasa kedua. Sumbangan tersebut meliputi (1) membuat pembelajar lebih banyak bervariasi dalam menggunakan bahasanya yang sesuai dengan situasi penggunaannya, (2) pembelajar dapat menggunakan bahasa secara lebih tepat apabila dilihat dari kebenaran kaidahnya dan (3) pengenalan tersebut dapat memberi kepuasan pada keinginan pembelajar dewasa yang tertarik pada penguasaan kaidah atau aturan bahasa tentang kaidah bahasa yang dipelajarinya.
Memperhatikan pendapat-pendapat itu, jelas bahwa lingkungan sangat besar sumbangannya dalam pemerolehan bahasa. Berdasarkan hal yang demikian, perlu kiranya dibicarakan bagaimana peranan lingkungan itu dalam proses pemerolehan bahasa, baik pada pemerolehan bahasa kedua. Namun, pada kesempatan ini dikhususkan pada pembicaraan peranan lingkungan dalam pemerolehan bahasa kedua.
Lingkungan Bahasa
Lingkungan secara umum adalah suatu wilayah, daerah atau kawasan serta yang tercukup di dalamnya, lingkungan itu dapat melibatkan sejumlah pancaindra manusia khususnya pendengaran dan penglihatan. Batasan dan situasi seperti itu memberi gambaran bahwa lingkungan bahasa adalah situasi suatu wilayah tertentu tempat suatu bahasa tumbuh, berkembang dan digunakan oleh para penuturnya. Dengan kata lain, lingkungan bahasa mencakup situasi segala hal yang dapat didengar dan dilihat oleh penutur pada wilayah tertentu tempat suatu bahasa digunakan. Lingkungan bahasa itu adalah segala hal yang dapat didengar dan dilihat yang turut mempengaruhi proses komunikasi berbahasa. Untuk lebih jelas, yang termasuk lingkungan bahasa adalah seperti situasi di kelas saat proses pembelajaran berlangsung, di pasar, pusat perbelanjaan, restoran, percakapan sekelompok orang, saat menonton televisi, ketika membaca media masa atau berbagai bahan bacaan lain serta situasi-situasi lingkungan lainnya.
Keterkaitan lingkungan dengan proses pemerolehan bahasa terutama pemerolehan bahasa kedua, kualitas lingkungan bahasa penting diperhatikan. Karena, kualitas lingkungan bahasa turut menentukan keberhasilan pemerolehan bahasa maupun dalam pembelajaran bahasa kedua.
Berkenan dengan kualitas lingkungan bahasa, Dulay (1982) mempertegas bahwa kualitas lingkungan bahasa adalah suatu hal yang sangat penting peranannya dalam menentukan keberhasilan para pembelajar dalam mempelajari bahasa kedua.
Secara umum, lingkungan bahasa dalam hubungannya dengan pemerolehan bahasa terbatas dua jenis, yaitu (1) lingkungan formal dan (2) lingkungan informal. Lingkungan formal dapat dikatakan sebagai suatu lungkungan yang resmi atau situasi yang terjadi begitu saja atau situasi yang tidak dibentuk secara resmi.
Krashen (1981) mengemukakan dua jenis lingkungan bahasa, yaitu (1) lingkungan artifisial dan (2) lingkungan natural. Lingkungan artifisial adalah lingkungan formal sebagaimana halnya dengan situasi belajar di dalam ruang kelas. Lingkungan natural adalah lingkungan informal yang terjadi secara alami tanpa dibentuk.
Bertitik tolak pada pandangan dan uraian di atas, jelas bagi kita bahwa lingkungan bahasa itu ada dua bentuk, yaitu lingkungan formal dan lingkungan informal. Lingkungan formal terbentuk secara terencana, sedangkan lingkungan informal terbentuk secara alami atau terjadi begitu saja tanpa ada terencana pembentukannya.
Sumber: Jurnal Mlangun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...