Oleh: Sudaryono
Abstrak
Wacana puisi memiliki keunikan dalam pemaparan bahasa sebagai cara ungkap masalah kehidupan. Berbagai masalah kehidupan, baik berupa peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sesuatu yang dialami sastrawan, masalah sejarah-sosial-politik-ekonomi-budaya, maupun berbagai fenomena kehidupan yang menjadi bahan renungan, hayatan, pemikiran sastrawan diekspresikan secara unik dan menarik.
Keunikan dan daya tarik wacana tersebut realisasinya antara lain diungkapkan melalui pasemon. Kajian ini berusaha memaparkan dialektika makna dan estetika pasemon dalam wacana puisi Indonesia.
Kata-kata Kunci : pasemon, wacana puisi, dialektika makna, estetika.
1.Pendahuluan
Karya sastra yang berbentuk puisi dengan estetika pasemon dapat dipandang sebagai sistem lambang budaya yang intersubjektif dari masyarakat Jawa (bandingkan Cassier, 1987:287;Kuntowijoyo, 1987:127-150;Kurtodirdjo, 1987:24;Faruk, 1988:30-31; Kayam,1988; 1990; 1990a;1991). Sebagai lambang budaya yang intersubjektif, karya puisi yang estetika pasemon bukanlah sekedar artefak (artefact) atau fakta kebendaan sebagaimana dinyatakan oleh ahli sastra (Teeuw, 1984: 191; Pradopo, 1995: 106). Karya puisi dengan estetika pasemon adalah sebuah wacana yang merupakan inskripsi yang menjadi fakta mentalitas (mentifact, fakta kesadaran kolektif budaya, dan fakta sosial (sociofact) dari masyarakat yang menghasilkannya (Durkheim, 1986:32; Brinton, 1985;201;Kartodirdjo, 1992: 176-179; Soedjatmoko, 1994; 87; Saryono, 1997; 1). Sebagai sistem lambang budaya puisi Indonesia yang estetika pasemon berhubungan dengan dunia hayatan, renungan, ingatan, pikiran, gagasan, dan pandangan terhadap nilai tertentu dalam konteks dialektika budaya Indonesia.
Wacana puisi Indonesia yang ditulis oleh penyair berlatar belakang budaya Jawa dengan estetika pasemon selalu berhubungan dengan konstruksi pengetahuan budaya Jawa (Damono, 1984; 1993;Kleden, 1986 Kartodirdjo, 1987; 1992; Kuntowijoyo, 1972; 1991; Soedjatmoko, 1984; Nasr, 1993; 1994; Pearson, 1994). Puisi Indonesia yang ditulis oleh penyair berlatar belakang budaya Jawa dengan estetika pasemon ini merupakan representasi konstruksi realitas nilai budaya Jawa dalam proses dialektika budaya Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa puisi Indonesia yang ditulis dengan estetika pasemon selalu erat berkaitan dengan nilai budaya Indonesia karena keberadaan dan kedudukannya sebagai sistem lambang budaya membuatnya selalu terlekati nilai budaya dalam konteks dan proses dialektika budaya (Teeuw, 1982; Mulder, 1987; Damono, 1995; Ajidarma, 19955;Saryono, 1997).
Makalah ini memaparkan dialektika makna dan estetika pasemon dalam wacana puisi Indonesia. Dalam puisi, pasemon mencirikan adanya dialektika cara ekspresi, mengungkapkan makna, dan menyiratkan penggunaan estetika yang khas. Ketiga hal ini menarik dikaji dan dipaparkan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, sebagai lambang budaya yang intersubjektif, puisi dengan estetika pasemon bukan sekedar artefak (artefact) atau fakta kebendaan sebagaimana dinyatakan oleh beberapa ahli sastra (Teeuw, 1984:191; Pradopo, 1995:106). Karya puisi dengan estetika pasemon adalah sebuah wacana yang merupakan inskripsi yang menjadi fakta mentalitas (mentifact), fakta kesadaran kolektif budaya, dan fakta sosial (sosiofact) dari masyarakat yang menghasilkannya. Kedua, estetika pasemon menampilkan hayatan, renungan, ingatan, pikiran, gagasan, dan pandangan tentang konstruksi realitas budaya Jawa di tengah konwacana dan proses dialektika budaya Indonesia. Puisi Indonesia yang ditulis dengan estetika pasemon dengan demikian selalu membayangkan dan menghadirkan tentang konstruksi realitas budaya Indonesia yang dihayati, direnungi, diingat, dipikirkan, digagas, dan dipandang oleh penyair. Ketiga, wacana puisi Indonesia yang ditulis oleh penyair berlatar belakang budaya Jawa dengan estetika pasemon selalu berhubungan dengan konstruksi budaya Jawa.
Kajian dialektika pasemon didasarkan pada sejumlah asumsi berikut ini: Pertama, puisi selain merupakan bentuk karya sastra tertua, merupakan wacana di dalamnya penuh dengan misteri. Kemisterian itu antara lain tampak ketika dilakukan pembacaan puisi. Pembaca sering mengalami kesulitan dalam memahami keseluruhan makna puisi, sebab dalam reliatasnya penyair sering menggunakan cara pengungkapan yang unik. Cara pengungkapan yang unik tersebut antara lain dapat berbentuk pasemon. Oleh karena itu, fenomena pasemon dalam wacana puisi Indonesia perlu dipaparkan dan diberi penjelasan secukupnya sehingga pembaca puisi Indonesia memperoleh informasi yang diperlukan dalam memahami kemisterian puisi yang diungkapkan melalui pasemon.
Kedua, di dalam wacana puisi terdapat cara ekspresi atau strategi komunikasi yang bercorak pasemon mengandung unsur permainan, ekspresi yang ’menunjukkan’ tanpa kata-kata, berisi kias, lambang, dan lain-lain. Fenomena pasemon tersebut berkaitan dengan pemakaian bahasa kias dan lambang serta strategi komunikasi yang dipilih oleh penyair dalam fungsinya menkomunikasikan ide-idenya. Fenomena pasemon dalam persfektif perpuisian Indonesia merupakan persoalan baru yang masih merupakan misteri. Oleh karena itu, pemaparan dan penjelasan hal-ikhwal pasemon dapat memberikan informasi yang cukup bagi pembaca untuk memahami puisi yang dibaca.
Ketiga, wacana puisi yang terekspresikan melalui pasemon mengandung nilai-nilai budaya, yakni nilai edukatif, nilai religius, nilai filosofis, nilai etis, dan nilai estetis. Nilai edukatif berhubungan dengan ajaran, pesan, atau amanat yang terungkap melalui pasemon. Nilai religius berhubungan dengan keterikatan manusia kepada kekudusan dan kesucian Tuhan Yang Maha Esa. Nilai filosofis berhubungan dengan keterikatan manusia kepada kebenaran dan ketepatan. Nilai etis berhubungan dengan persoalan kebaikan dan kesusilaan. Nilai estetis berhubungan dengan persoalan keindahan dan keelokan fenomena estetis. Beragam nilai budaya itu perlu dipaparkan dan dijelaskan sehingga dapat menambah kekayaan rohani pembaca terhadap khazanah budaya bangsanya.
Keempat, realitas yang disebut puisi merupakan ’gejala komunikasi khas berupa bahasa yang diabdikan dalam fungsi estetis’ (Aminuddin, 1990:61). Puisi mengandung unsur-unsur yang hadir secara simultan, yaitu paparan bahasa, struktur isi, dan aspek keindahan. Berdasarkan ciri hubungan, ciri kehadiran, dan tingkatan hubungan antar-unsur dalam membangun totalitas puisi dapat diketahui bahwa unsur pembangun itu bersifat internal, yaitu unsur yang hadir secara simultan, mengandung pasangan langsung, dan saling berinter-depensi, dan unsur yang bersifat eksternal, yakni unsur yang apabila ditinjau dari perfektif entitas puisi merupakan unsur-unsur yang memiliki hubungan kausal dan fungsional. Penjelasan dan pemaparan aspek intrinsik dan ekstrinsik wacana puisi akan menambah khazanah wawasan pembaca dalam upaya merebut maknanya.
Kelima, secara teoritis-metodologis dapat dikemukakan bahwa (1) pasemon merupakan salah satu unsur gejala komunikasi bahasa yang secara objektif terwujud dalam unit struktur tertentu ; (2) pasemon merupakan unit struktur yang dapat disegmentasikan tanpa melepaskan dari ciri relasi dalam totalitas wacananya ; (3) pemberian makna dan penjelasan setiap segmentasi pasemon tidak dapat dilepaskan dari ciri relasi struktur dalam totalitas wacananya ; dan (4) antara pembaca dengan wacana yang dibaca atau antara yang diketahui pembaca dengan pemberian penjelasan tidak dapat dilepaskan.
Sumber: Jurnal Mlangun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...