Jumat, 06 Mei 2016

Fonologi Bahasa Mandailing

Oleh: Syaiful Bahri Lubis
Abstrak

Mempelajari suatu bahasa dapat dilakukan dengan mengenali bunyi-bunyi bahasa. Pengenalan bunyi bahasa ini disebut fonologi. Ruang lingkup fonologi mencakup dua hal yaitu, pembedaan bunyi-bunyi segmental dan bunyi-bunyi suprasegmental. Bunyi-bunyi segmental terdiri atas fonem dan konsonan, sedangkan suprasegmental berupa nada, intonasi, dan bunyi panjang atau pendek.
Bahasa Mandailing sebagai bagian dari bahasa daerah yang ada di Indonesia memiliki bunyi-bunyi segmental dan suprasegmental dalam jumlah yang terbatas. Khusus bunyi-bunyi suprasegmental tidak semua bahasa memilikinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan tiga tahapan yaitu, penjaringan data, penganalisisan data, dan penyajian hasil analisis data.
Kata kunci : fonologi, vokal, konsonan, fonem, segemental, suprasegmental

I. Pendahuluan
Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan pesan kepada orang lain agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh Di samping dapat diperoleh semenjak kita lahir, bahasa juga dilakukan dengan mengenali bunyi-bunyi bahasa itu sendiri. Di dalam teori keterampilan berbahasa disebutkan adanya listening, speaking, reading dapat diperoleh dengan cara mempelajarinya.penerima pesan. Di samping dapat diperoleh semenjak kita lahir, bahasa juga dilakukan dengan mengenali bunyi-bunyi bahasa itu sendiri. Di dalam teori keterampilan berbahasa disebutkan adanya listening, speaking, reading dapat diperoleh dengan cara mempelajarinya. Mempelajari suatu bahasa dapat, danwriting. Dalam hal ini mempelajari bunyi bahasa disebut dengan fonologi.
Secara umum bidang yang menjadi lingkup fonologi adalah mempelajari bunyi bahasa yang dibedakan atas bunyi segmental dan suprasegmental. Bunyi segmental terdiri atas vokal, konsonan, dan semivokal (Jones dalam Marsono, 2006:16); (Verhaar, 2006:27). Pembedaan ini didasarkan atas ada tidaknya hambatan pada alat bicara. Bunyi vokal adalah bunyi yang terjadi dengan tidak ada hambatan pada alat bicara. Artikulasi tidak ada karena hambatan pada bunyi vokal yang hanya terjadi pada pita suara saja. Menurut Verhaar (2006:18) bahwa hambatan yang hanya terjadi pada pita suara tidak lazim disebut artikulasi. Pita suara bergetar karena dihasilkan  oleh hambatan pita suara. Meskipun dalam keadaan tidak rapat sekali, glotis dalam keadaan tertutup. Oleh karena itu, semua vokal adalah bunyi bersuara.

Konsonan adalah bunyi yang terjadi dengan menghambat arus udara pada sebagian alat bicara. Ini artinya ada artikulasi. Proses hambatan atau artikulasi ini dapat disertai dengan bergetarnya pita suara. Bila hal ini yang terjadi, terbentuklah konsonan bersuara. Sebalikya, jika artikulasi itu tidak disertai bergetarnya pita suara, glotis dalam keadaan terbuka, bunyi yang dihasilkan adalah konsonan takbersuara. Sementara itu semivokal disebut sebagai bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi pada waktu diartikulasikan belum membentuk konsonan murni. Bunyi-bunyi itu disebut semivokal atau semikonsonan.

Fonologi sebagai ilmu yang mempelajari bunyi bahasa telah banyak ditulis ahli linguistik dan menjadi bahan penelitian oleh para peneliti. Meskipun demikian, penulis ingin meneliti fonologi bahasa Mandailing, salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia.

Bahasa Mandailing terdapat di Kabupaten Mandiling Natal, Sumatera Utara, tepatnya di daerah Mandailing. Penuturnya adalah etnis Mandailing yang mendiami wilayah bagian selatan Provinsi Sumatera Utara. Daerah pemakai bahasa ini merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat. 

Banyak orang yang menggeneralisasi bahwa bahasa Mandailing sama dengan bahasa Angkola meskipun ada perbedaan, tetapi tidak begitu signifikan. Oleh karena sebagian besar orang menganggap bahwa bahasa Mandailing sama dengan bahasa Angkola, akibatnya pembicaraan terhadap bahasa Mandailing menjadi sedikit. Sebuah studi yang dilakukan tentang bahasa Mandailing menggunakan data bahasa Angkola. Bahasa Mandailing hanyalah bahasa yang dituturkan masyarakat di daerah  Mandailing Julu dan Mandailing Godang. Mandailing Julu atau Hulu meliputi Kecamatan Pakantan, Kecamatan Muara Sipongi, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, dan Kecamatan Tambangan. Sementara Mandailing Godang atau Raya meliputi Kecamatan Siabu, Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan Panyabungan Utara, Kecamatan Panyabungan Kota, Kecamatan Panyabungan Timur, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Lingga Bayu, Kecamatan Batahan, Kecamatan Muara Batanggadis. Kecamatan-kecamatan ini hanyalah pemekaran dari tujuh kecamatan besar, yaitu Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Muara Sipongi, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Natal, Kecamatan Muara Batanggadis, Kecamatan Panyabungan, dan Kecamatan Siabu.

Masih kurangnya pembicaraan tentang bahasa Mandailing secara eksklusif menyebabkan  tulisan ini sedikit patut dicermati. Penelitian ini menggunakan data asli atau bahasa asli yang dipakai di daerah Mandailing saja. Diharapkan tulisan ini dapat memperlihatkan perbedaan dengan bahasa sekitarnya, terutama dengan bahasa Angkola. Penutur bahasa lain pun diharapkan bisa membandingkan tataran fonologi yang ada dengan bahasa masing-masing. Sebagai penutur bahasa Indonesia akan  bisa membandingkan kesederhanaan bahasa Mandailing dari segi keterbatasan fonem, vokal, dan konsonannya. Bahasa Mandailing tidak sekaya bahasa Indonesia dari jumlah fonem vokal dan konsonan yang dimiliki. 

Ada beberapa fonem yang  berbeda dalam bahasa Indonesia, tetapi dituturkan sama dalam bahasa Mandailing. Contohnya, bahasa Indonesia memiliki fonem-fonem /f/, /v/, dan /p/, sementara bahasa Mandailing ketiga fonem tersebut hanyalah diwujudkan dengan /p/. Kata /fokus/, /sifat/, /aktif/, /volume/, dan /revolusi/ hanya dilafalkan /pokus/, /sipat/, /aktip/, /polume/, dan /repolusi/. Demikian pula fonem /s/, /z/, dan /s/ dianggap sama saja. Jika penutur bahasa Mandailing mengucapkan /sarat/, /masarakat/, /zakat/, dan /zaman/, hanya dengan /sarat/, /masarakat/, /sakat/, dan /saman/ saja. Fonem /x/, dan /q/ dalam bahasa Mandailing dianggap sama dengan fonem /k/ saja. Hal ini bisa dilihat dalam contoh /ekspor/, /ekspres/, /quran/, /qurban/, dan /maqbul/, dilafalkan /ekpor/, /ekpres/, /kur?an/, /kurban/, dan /mukobul/. Demikian juga halnya fonem vokal /e/, /ε/, dan /ə/ dalam bahasa Indonesia yang jelas berbeda, dalam bahasa Mandailing hanya menjadi /ε/ dan /e/ saja. Untuk melafalkan kata /ember/ dengan kata /tantə/ hanya dengan /ember/ dan /tante/. Akan tetapi, bila /e/ berada pada ultima tertutup, bunyi /e/ akan berubah menjadi /ε/ baik yang menempati posisi ultima, maupun penultima.

Sisi lain yang yang dibicarakan adalah adanya unsur suprasegmental. Berbeda dengan bahasa Indonesia, bahasa Mandailing  memunyai fonem vokal yang dapat membedakan makna karena panjang-pendek bunyinya akan berbeda. Hal ini akan kita temukan meskipun dalam jumlah yang sangat terbatas. Kata /bagas/ berbeda dengan /baga:s/. Kata /bagas/ bermakna ‘rumah’, sedangkan kata /baga:s/ bermakna ‘kedalaman sungai’. Demikian pula kata /i sadu/ berbeda dengan /i sadu:/. Kata /i sadu/ bermakana ‘di dalam sado’, sedangkan /i sadu:/ bermakna ‘di sana’. Contoh lain adalah kata /salapan jujar/ berbeda dengan /sala: panjujar/. Ujaran /salapan jujar/ bermakna ‘delapan kali dijolok’ sedangkan /sala: panjujar/ bermakna ‘salah cara menjolok’. 

Sumber: Jurnal Mlangun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...