Kamis, 26 Mei 2016

Penulisan Bahan Ajar Bahasa Indonesia Berdasarkan Tata Bahasa Transformasi

Oleh: Andiopenta Purba
Abstrak

Tata bahasa transformasi adalah tata bahasa yang didasarkan atas dua struktur, yaitu struktur dalam dan struktur permukaan. Kedua struktur ini akan dihubungkan dengan apa yang disebut transformasi. Struktur tersebut paling didasarkan atas atas komponen morfologi, sintaksis, semantik dan fonologi. Dalam penerapan tata bahasa transformasi sebagai bahan ajar dapat diterapkan melalui penyusunan silabus gramatikal yang didasarkan atas bentuk, makna dan pemakaian bahasa.
Bahan ajar yang disusun berdasarkan tata bahasa transformasi diurutkan dari unsur yang lebih kecil hingga unsur yang lebih besar. Bahan-bahan tersebut yang harus adalah unsur morfologi, sintaksis, semantik dan fonologi. Urutan pengajaran juga diurutkan dari unsur yang pertama sekali diajarkan yaitu morfologi, kedua sintaksis dan ketiga fonologi. Sedangkan semantik sudah secara otomatis terlaksana langsung.
Katakunci : transformasi, morfologi, sintaksis, semantik dan fonologi

Abstract
Transformational grammar is grammar based on two structures they are deep structure and sorface structure. Both of them wil bee continued that is we call transformation. That structures is of leat based on syntax, morphology semantics, and phonolgy component in transformation grammar aplication ac lesson material can be implicated through sylabus construction based on from meaning and language usage. Lesson material is constructed based on the transformation grammar from the simplest component and the more complicated component will appear later. In the lesson material there must be morphology, sintax, semantic, and phonology aspect. They must bee ordered like this morphology, sintax, and the last is phonology. While semantic has been aplead automatic ally.
Keyword : transformation,morphology,syntax,semantics,phonology 

1. Pendahuluan
Pengajaran bahasa merupakan masalah yang penting untuk diperhatikan, mengingat pengajaran mediator dan penentu kompetensi berbahasa setiap individu. Pengajaran bahasa Indonesia terutama kepada anak didik secara formal melalui lembaga pendidikan akan ikut menentukan kualitas keterampilan berbahasa anak didik tersebut. Pengajaran bahasa Indonesia merupakan bidang studi yang dipelajarinya akan dibawa ke tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran bahasa Indonesia perlu diperhatikan baik dari segi kebutuhan maupun kualitasnya. Akhirnya anak didik terbiasa menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kebutuhan serta penggunaan bahasa Indonesia yang berkualitas.

Untuk mencapai harapan itu, pemerintah telah mengusahakan berbagai strategi, salah satunya memperbaiki sistem kurikulum. Dalam usaha memperbaiki sistem kurikulum itu, tentunya tidak cukup pemerintah saja bekerja keras tetapi dituntut keterlibatan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, khusus untuk bidang studi bahasa Indonesia dalam pemakaiannya dituntut para pemakai bahasa terlibat di dalamnya.

Dalam pengajaran bahasa Indonesia, salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan adalah aspek tata bahasa. Tata bahasa dasar utama dalam menentukan kompetensi berbahasa seseorang. Melalui tata bahasa seseorang akan dapat menyusun berbagai pola tentang bagaimana berbahasa atau menyampaikan informasi yang diinginkannya. Informasi itu akan disampaikan kepada pihak lain secara sempurna apabila pola bahasa yang digunakan tersusun dengan baik dan benar. 

Sejak petumbuhan dan perkembangan tata bahasa ada tiga bentuk tata bahasa yang sudah diperkenalkan dan diterapkan para pakar bahasa dalam bahasa Indonesia. Ketiga tata bahasa tersebut, yaitu  (1) Tata bahasa tradisional ; (2) Tata bahasa structural; dan (3) Tata bahasa transformasi. Ketiganya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. 

Tata bahasa transformasi didasarkan pada anggapan bahwa bahasa mempunyai struktur dalam dan struktur permukaan. Struktur dalam merupakan bagian struktur bahasa yang melalui kaidahnya menghasilkan pengertian bahasa itu. Sedangkan struktur permukaan merupakan bagian bahasa dengan berbagai kaidahnya menghasilkan ujaran bahasa (Rusyana dan Samsuri, 1976). Tata bahasa transfromasi sudah membicarakan struktur dalam dan struktur permukaan dan hubungannya. Hubungan itu merupakan suatu proses yang disebut dengan proses tranformasi. 

Pengertian dan Kaidah Dasar Tata Bahasa Transformasi
Tata bahasa transformasi pertama kali diperkenalkan oleh Naom Chomsky pada tahun 1957. Tata bahasa transformasi adalah tata bahasa yang terdiri atas seperangkat kaidah-kaidah yang dapat bergandengan tata bahasa struktur frasa atau suatu tata bahasa mengenai transformasi- transformasi (Chomsky, 1956). Pengertian yang lain mengenai tata bahasa transformasi ini, penulis  mengutip berbagai pendapat dari pakar bahasa, Pastal (1964), mengemukakan bahwa tata bahasa transformasi adalah suatu teori tata bahasa yang mandiri dan umum serta memberi ciri kesemestaan linguistik sebagai bentuk kaidah-kaidah gramatikal dalam semua bahasa. Kemudian Comsky (1961) dalam karyanya yang lain kembali menyempurnakan pengertian itu, ia mengatakan tata bahasa transformasi adalah tata bahasa yang terdiri dari suatu urutan terbatas mengenai suatu kaidah-kaidah penulisan kembali yang berkonteks terbatas dan seperangkat transformasi yang terbatas. Kemudian Less (1963), kembali mengemukakan tata bahasa transformasi adalah tata bahasa generatif yang mengandung kaidah-kaidah transformasional. Resembaun (1965) mengemukakan tata bahasa transformasi adalah suatu tata bahasa yang menampakkan karakteristik kompetensi linguistik yang terdiri atas kaidah-kaidah yang teratur dan berulang-ulang dalam rangka membentuk kalimat- kalimat dalam suatu bahasa. Silitonga dan Samsuri (1976), mengemukakan bahwa tata bahasa transformasi ditandai dcngan adanya struktur dalam (deep structure) dan struktur permukaan (surface structure). Struktur dalam memiliki semua unsur yang diperlukan untuk intrepertasi sematik dan fonologi, sehingga kalimat yang berbeda artinya akan mempunyai struktur dalam berbeda pula. 

Kaidah tata bahasa transformasi dapat menambah, mengurangi, dan mengubah urutan unsur yang terdapat dalam unsur dalam yaitu pada phrase marker. Dalam penambahan, pengurangan maupun pengubahan itu hanya mengubah deretan unsur yang ada. Kaidah transformasi ini juga memiliki unsur yang wajib (abligatory) yang diucapkan pada deretan unsur yang dideskripsikannya memenuhi syarat, dan ada kaidah yang tidak wajib (optimal).

Memperhatikan kaidah-kaidah tersebut jelaslah  bahwa kaidah yang mendasari tata bahasa ini unsur dalam dan unsur permukaan. Kedua unsur tersebut dihubungkan dengan apa yang disebut hubungan transformasi. Struktur dalam merupakan bagian struktur bahasa yang melalui kaidah akan menghasilkan makna dari bahasa. Struktur permukaan merupakan bagian bahasa yang melalui kaidah-kaidahnya akan menghasilkan ujaran bahasa. Dengan demikian, struktur dalam akan berkaitan dengan sematik dan struktur permukaan akan berkaitan dengan fonologi dan hubungan antara kedua struktur itu ditandai dengan adanya transformasi.

Mengenai kaidah-kaidah di dalam bahasa transformasi, Tarigan (1990) mengutip berbagai pendapat dari berbagai pakar bahasa. Kaidah transformasi atau transformasional rule adalah suatu transformasi sederhana atau suatu transformasi yang digeneralisasikan (Chomsky, 1957). Chomsky (1962) juga mengatakan kaidah-kaidah transformasi adalah kaidah yang mcngakibatkan struktural dalam suatu pemberian deskripsi struktural. Kemudian pakar lain yaitu Koutsoudas (1966) mengemukakan kaidah transformasi adalah kaidah yang wajib berupa suatu kaidah; “T-“  yang mengubah penanda frasa pokok menjadi penanda frasa turunan. Kemudian pendapat lain mengemukakan bahwa kaidah transfommsi adalah kaidah yang selalu menulis ulang kalimat-kalimat lengkap, sekalipun kalimat itu hanya mempengaruhi unsur tunggal dalam kalimat (Less, 1960). Semua pendapat di atas menurut pandangan tata bahasa transformasi merupakan generasi partama.

Dari sudut pandang transformasi generasi kedua seperti dikemukakan Rosenboum (1965)  kaidah transformasi adalah salah satu dari seperangkat ( kaidah-kaidah yang dapat disebut transformasi, dan menampilkan operasi-operasi tunggal yang penting untuk membentuk struktur permukaan. Tetapi perlu diperhatikan bahwa transformasi itu bukan untuk mengubah satu kalimat menjadi kalimat lain ataupun untuk menggabungkan dua kalimat. Kemudian Palmatier (1971) mengemukakan kaidah transformasi merupakan suatu komponen sintaktik yang mengintrepertasikan suatu subjek yang disediakan atau diajukan oleh kaidah-kaidah struktur frasa dan sekaligus untuk menandai terbentuk secara untuk atau kacau serta merupakan struktur utama yang tersusun rapi menjadi suatu struktur turunan baru. Dengan kata lain, bahwa kaidah transformasi itu dapat dikatakan suatu kaidah dengan kekuatan transformasi sebagai saringan. 

Antara transformasi generasi pertama dengan generasi kedua tampaknya ada sedikit perbedaan pendapat mengenai kaidah transformasi. Generasi pertama hanya terfokus pada kaidah dengan anggapan bahwa transformasi itu hanya berupa pertukaran atau pendeskripsian struktural. Sedangkan generasi kedua memandang kaidah transformasi ditekankan pada struktur dalam menjadi struktur permukaan. Inilah perbedaan yang terdapat dari kedua generasi transformasi itu.

Pendapat lain yang berkenaan dengan kaidah transformasi ini, yaitu Pateda (1988) mengemukakan bahwa menurut teori transformasi tiap manusia menggunakan bahasa tersendiri dari kalimat-kalimat. Tiap kalimat yang ada bagaimanapun bentuknya terdiri atas sejumlah elemen dasar dan mempunyai struktur. Tiap kalimat yang lahir barangkali akan muncul lagi pada situasi yang lain. Hal ini seperti disebut presedur rekursif (recurcive procedure). Tiap kalimat yang dihasilkan oleh alat bicara manusia menampakkan diri secara bersama-sama yang terdiri dari struktur dalam dan struktur permukaan. Struktur luar berwujud seperti apa yang kita lihat kalau tertulis. Struktur dalam merupakan abstraksi dari apa yang didengar atau dilihat. Untuk menghasilkan kalimat tersebut manusia harus memiliki kompetensi tentang bahasanya dan bagaimana ia harus menampilkan apa yang diinginkan dalam wujud bahasa. Pendapat tersebut ditandai dengan adanya penekanan pada anggapan bahwa peristiwa itu selalu tampil struktur dalam dan struktur luar bahasa tersebut.

Sumber: Jurnal Mlangun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...