Oleh: Uniawati
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk menggali makna yang terkandung dalam cerita ”Indarapitara dan Sirapare” melalui kajian semiotik. Metode yang digunakan adalah metode semiotik dengan mengacu pada tiga langkah pemaknaan, yaitu pembuatan skema naratif dasar, penentuan signifier utama, dan analisis sintagmatik-paradigmatik yang selanjutnya penjabaran makna simbol cerita.
Hasil analisis menemukan tiga simbol utama, yaitu keris, angin topan, dan ketupat. Ketiga simbol merepresentasikan makna tentang kejantanan, bencana dan peringatan, dan bekal hidup. Makna yang terkandung dalam cerita secara keseluruhan memuat suatu ajaran moral yang penting, terutama untuk anak-anak, seperti tidak congkak dan suka menolong yang patut untuk dijadikan teladan dalam menjalani hidup.
Kata kunci: simbol, makna, semiotik.
1. Pengantar
Karya sastra adalah karya yang imajinatif, baik lisan maupun tulis. Sebagai karya yang imajinatif karya sastra bersifat rekaan meski inspirasinya diperoleh dari dunia nyata. Oleh karena itu, realitas dalam suatu karya sastra dengan realitas yang terdapat dalam dunia nyata tidak dapat diharapkan sama (Noor, 2005:11). Karya sastra hanya merupakan gambaran atau cerminan tentang keadaan masyarakat tertentu. Ia mewakili kebudayaan, kepribadian, dan segala aspek sosial masyarakat sehingga mudah untuk dipahami.
Karya sastra sebagai bagian dari sastra memiliki fungsi yang menyenangkan dan juga berguna (dulce et utile) sehingga penikmat dan pembacanya dapat mengambil isi dari teks karya sastra tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Namun, perlu dipahami bahwa setiap karya sastra tidak begitu saja menyodorkan apa sesungguhnya isi dan makna dari karya sastra itu. Untuk itu, perlu adanya suatu pemahaman untuk dapat merebut makna itu. Hal tersebut berarti bahwa pemahaman dan apresiasi adalah syarat yang lebih penting harus dipahami sebelum kita mengembangkan lebih jauh pemikiran terhadap karya sastra. Akan tetapi, bagaimanapun pentingnya sebuah pemahaman dan apresiasi, seorang pembaca hendaknya juga mampu menguasai studi sastra.
Pentingnya penguasaan terhadap studi sastra dimaksudkan agar lebih memudahkan setiap pembaca untuk menangkap dan memahami isi dari suatu karya sastra (Wellek dan Warren, 1995:9). Setiap karya sastra yang tercipta selalu diiringi dengan makna tertentu yang hendak disampaikan oleh penulis atau pengarangnya, baik secara tertulis maupun secara tersirat.
Cerita “Indarapitara dan Siraapare” adalah salah satu wujud karya sastra yang pada awalnya berbentuk cerita lisan. Cerita ini mengisahkan tentang dua saudara kembar yang masing-masing memiliki kelebihan yang dibawa sejak mereka dilahirkan. Kelebihan itu membuat mereka menjadi nakal dan sombong sehingga meresahkan masyarakat. Kenyataan itu membuat orang tua mereka menyuruhnya untuk pergi meninggalkan negeri. Dalam perantauan mereka terpisahkan oleh sebuah bencana dan nasib yang pada akhirnya mengantarkan mereka pada keadaan yang jauh lebih baik, yaitu menjadi pemimpin negeri karena keberanian yang dimilikinya.
Cerita tersebut tentu saja tidak hadir begitu saja tanpa membawa pesan moral yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh penuturnya kepada generasinya. Pesan itu terkandung dalam sebuah tanda yang tidak secara langsung dapat ditangkap maknanya. Oleh sebab itu, cerita ini perlu dikaji lebih serius agar makna pesan yang terkandung lewat tanda-tanda itu dapat digali dengan optimal.
Untuk dapat meraih makna cerita tersebut diperlukan suatu kajian khusus. Kajian yang dianggap tepat adalah kajian semiotik, yaitu kajian yang menitikberatkan pada tanda dan sistem tanda. Tanda-tanda tersebut akan diidentifikasi untuk selanjutnya diberikan pemaknaan sesuai dengan konteks cerita dan konteks budaya tempat cerita tersebut berasal. Dengan demikian, pemaknaan ini penting dilakukan selain untuk memahami cerita ini dengan lebih baik juga dapat membantu untuk mengenal identitas budaya daerah dan kearifan-kearifan lokal di dalamnya sebagai tempat awal cerita tersebut dituturkan.
Kajian seperti ini masih kurang tersentuh khususnya di daerah Sulawesi Tenggara. Beberapa kajian semiotik yang sudah ada di antaranya adalah Sastra Lisan Muna: Analisis Semiotik atas Lirik Kantola Muna yang dilakukan oleh Ader Lepe, dkk. (2005). Hasil penelitian tersebut berupa deskripsi makna yang terdapat pada lirik Kantola Muna. Kajian tersebut sama sekali belum menyentuh cerita rakyat Muna. Padahal, hal itu penting dilakukan sebab banyak mengandung unsur pendidikan moral, terutama untuk anak-anak.
Sumber: Jurnal Mlangun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...