Minggu, 15 Mei 2016

Postmodernisme dalam Cerpen "Sugriwo-Subali" dan "Segulung Cerita Tua" Karya Yanusa Nugroho

Oleh: Baban Banita 
Abstract

Wayang - the traditional puppet based on Ramayana and Mahabharata epics – is  often used as a hypogram of stories by the authors of Indonesia. One of them is Yanusa Nugroho. In this case, he no longer raises accordance with conventions of “Wayang” plot. He makes “Wayang”  as a foundation for the creative process in paradox.
Ones of his work are “Sugriwo Subali” and  “Segulung Cerita Tua” ‘A bulk of the Old Story’. In this Article,  Yanusa’s short story “Sugriwo Subali” was analyzed using a postmodern approach, namely within the framework of the strategy called a contradiction, discontinuity, randomness, and excess .
Keywords: wayang, postmodern, paradoxies


1. Pengantar
Cerita wayang ataupun cerita-cerita tradisional lainnya mempunyai posisi yang kuat dalam dunia kesastraan Indonesia. Cerita-cerita tersebut bisa menjadi bahan yang kaya bagi proses kreatif, baik sebagai bahan puisi, prosa, maupun drama. Ada berbagai cara yang dilakukan pengarang dalam rangka merayakan bahan-bahan tradisional ini. Semuanya mempunyai daya tarik masing-masing untuk dibaca.

Yanusa Nugroho membuat beberapa cerita yang didasari oleh cerita wayang. Yang menarik dari ceritanya adalah penjungkirbalikan atau keberbedaan dari cerita pakemnya. Dalam pemikiran Postmodern (persamaan postmodernisme) Lodge, Yanusa melakukan strategi yang disebut kontradiksi, ketidaksinambungan, keacakan, ekses, dan korsleting yang boleh dikatakan berada di antara kutub-kutub antara metafora dan metonimi. 

Sumber: Jurnal Mlangun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...