Selasa, 14 Juni 2016

Ajaran Budi Pekerti dalam Serat Panitisastra

Oleh: Andi Asmara
Abstrak 

Ajaran budi pekerti  yang adiluhung banyak tersimpan di dalam karya-karya sastra tradisional Jawa, seperti Serat Panitisastra. Tulisan ini bertujuan untuk mengupas ajaran budi pekerti yang terdapat dalam Serat Panitisastra. Terpahaminya ajaran budi pekerti  tersebut diharapkan mampu memberikan pencerahan jiwa terhadap individu-individu di dalam masyarakat.
Dengan demikian tercapailah tata kehidupan yang harmonis, seimbang lahir dan batin. Metode yang digunakan yaitu metode analisis wacana dan interprestasi, sedangkan teori yang dipakai ialah teori pragmatik. Teori pragmatik diterapkan berkait erat dengan manfaat karya sastra bagi pembaca dan masyarakat. Hasil pengkajian ini adalah diketahuinya ajaran budi pekerti dan manfaatnya bagi individu dalam hidup bermasyarakat.
Kata kunci: Ajaran, budi pekerti, Serat Panitisastra

Abstract

The moral teaching are often foundt in the literary work of Java tradition. ‘Serat Panitisastra’ is one them. This paper is aimed to explore the moral teachings in ‘Serat Panitisastra’. By understanding the moral teaching, it was expected that it can light on the lives of individuals in society. Thus the system of harmonious life, both physically and spiritually balance can be reached. The method used is discourse analysis and interpretation methods, while the theory used in this paper is a pragmatic theory. Pragmatic theory applied because it is closely related to literary works for the benefit of readers and the community. The results of this assessment are knowledge of the moral teaching and its benefits to the individual in social life. 
Keywords: moral teaching, Serat Panitisastra
1. Pendahuluan
Dalam tatanan masyarakat modern yang konsumtif dan cenderung materialistis, norma-norma tradisional  yang menekankan sifat kejujuran, kerendahan hati, kesederhanaan, tolong-menolong, dan tepa salira yang dilandasi oleh budi pekerti luhur tampak semakin ditinggalkan.  Akibat pergeseran tuntutan hidup, cara hidup, dan norma hidup tersebut,  manusia modern menjadi sangat individual. Rasa empati  dan simpati atas penderitaan hidup sesamanya semakin menipis  dan yang sangat disayangkan adalah diabaikannya sifat kejujuran.

Sifat jujur dan rendah hati yang menjadi ciri norma tradisional dewasa ini  semakin sulit ditemukan di tengah masyarakat. Ironisnya, apabila  ada individu yang dengan susah payah mempertahankan sikap hidup yang adiluhung,  jujur, dan rendah hati, malah dianggap sebagai sifat nyleneh dan bodoh. Tidak jarang individu yang berwatak adiluhung tersebut malah tersisih dan dikucilkan.

Semakin menipisnya nilai-nilai kemanusiaan tersebut menjadi penyebab utama kian hampanya rasa hidup manusia. Kehampaan hidup itu mengakibatkan perilaku manusia menjadi tidak terkontrol, karena itu pelanggaran terhadap norma-norma kebenaran semakin jamak dilakukan. Manusia menjadi kehilangan arah tujuan hidupnya.  

Nilai-nilai kehidupan yang penuh kelembutan dan cita kasih menjadi sulit di temukan di masyarakat. Karakter ketimuran yang santun dan rendah hati yang dahulu pernah dicontohkan oleh nenek moyang kita dari hari kehari semakin tergerus zaman. Tata nilai dan norma-norma tradisional diangap ketinggalan dan tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Norma kehidupan yang mengacu pada budaya barat  yang sejatinya tidak cocok dengan budaya ketimuran berangsur-angsur menggeser budaya bangsa yang adiluhung. 

Dalam era globalisasi seperti sekarang ini seharusnya kita menyadari pentingnya nilai-nilai tradisional sebagai filter terhadap masuknya budaya asing yang tidak selaras dengan budaya bangsa. Menggali kembali nilai-nilai ketradisionalan bangsa sebagai bekal  menghadapi tantang zaman menjadi keharusan apabila kita tidak ingin menjadi bangsa yang kehilangan jati diri.     

Setiap masyarakat memiliki dan mengenal nilai-nilai dan norma-norma etis ( Bertens, 2011: 31). Nilai dan norma tersebut berkaitan erat dengan perilaku atau moralitas individu di dalam masyarakat. Masyarakat Jawa menyebut moral dengan istilah budi pekerti, unggah-ungguh, sopan santun, dan tata krama. Keseluruhan dari norma yang berlaku di masyarakat tersebut pada dasarnya adalah sebuah bentuk pengendalian diri. Pengendalian ego individu yang merugikan orang lain. Setiap hak yang dimiliki oleh individu bertalian dengan hak yang dimiliki oleh individu lain. Agar antara hak dan kewajiban setiap individu dapat terlaksana  secara baik, dibuatlah norma atau etika.  

Norma –norma di dalam masyarakat itu merupakan tuntunan moral bagi setiap individu agar dapat hidup bahagia lahir dan batin. Cita-cita terhadap kebahagiaan hidup seutuhnya itu tercermin dari prinsip-prinsip moral yang diberlakukan di dalam masyarakat. Kebahagiaan hidup seutuhnya dapat tercapai apabila setiap individu di dalam masyarakat dapat memenuhi kebutuhan lahir dan batinnya. 
Dua kebutuhan tersebut selayaknya dipenuhi secara seimbang. Akan tetapi, di dalam tatanan masyarakat modern  ada kecenderungan pemenuhan kebutuhan lahiriah saja yang diutamakan dan diupayakan. Kebutuhan rohani, di sisi lain seperti  diabaikan. Hal ini terbukti dengan semakin ditinggalkannya sifat jujur dan rendah hati oleh masyarakat modern. 

Kejujuran merupakan jalan untuk menemukan kebenarn mengenai hal-hal yang substansial yang bersifat universal (Kusumohamidjojo, 2010:23). Dengan begitu akan tercapai sebuah kebebasan eksistensial  yaitu kebebasan tertinggi ( Bertens, 2011: 122). Kebebasan eksistensial berkait dengan kebebasan batiniah dari belenggu nafsu.

Berpikir dan bertindak  di bawah kendali budi akan membuat manusia menjadi arif  bijaksana. Segala perilakunya senantiasa ditujukan untuk kebaikan diri dan orang lain sekaligus. Semua nafsu negatif   mampu dikendalikan sehingga terbentuk  pribadi  berbudi bawa laksana. Berpijak dari berbudi pekerti luhur inilah nenek moyang Nusantara menjalani hidup bermasyakat, sehingga tercapai kehidupan yang tata tenteram kerta raharja. 

Ajaran budi pekerti  yang adiluhung, yang merupakan warisan secara turun-temurun nenek moyang itu banyak tersimpan di dalam karya-karya sastra tradisional nusantara. Salah satu karya sastra tradisional nusantara yang kaya dengan ajaran budi pekerti  tersebut adalah karya satra tradisional Jawa. Sastra Jawa sarat dengan petuah-petuah  dan tuntunan moral perihal ajaran budi luhur  yang besar manfaatnya  bagi  bekal hidup lahir batin.

Serat Panitisastra  digubah pada zaman Kerajaan Surakarta mengambil babon Nitisastra zaman Kerajaan Majapahit adalah salah satu cipta sastra tradisional Jawa yang kaya dengan ajaran-ajaran moral atau budi pekerti luhur  yang dapat dijadikan sebagai tuntunan hidup bermasyarakat. Apabila dihayati secara mendalam pesan-pesan tersebut akan mampu memberi pencerahan batin bagi individu dan masyarakat.  

Pengkajian dan pengenalan kembali nilai-nilai budi pekerti luhur yang terekam di dalam karya sastra tradisional, khususnya Serat Panitisastra sebagai sastra piwulang perlu lakukan. Selain sebagai bentuk pelestarian budaya, penelitian terhadap Serat Panitisastra juga sebagai sumbangsih pemikiran kepada masyarakat dalam menghadapi arus globalisasi dan modernisasi yang tidak terelakkan agar masyarakat tidak kehilangan jati dirinya demi tercapainya kehidupan yang tata tenteram kerta raharja, bahagia lahir dan batin.      

Sumber: Jurnal Mlangun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...