Oleh: Zumalal Laeli
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui sikap bahasa guru sekolah dasar di Kabupaten Batanghari, Jambi, terhadap bahasa Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling, penulis mengambil sampel sebanyak 30 orang guru sekolah dasar negeri di Kabupaten Batanghari.
Untuk mendapatkan data, penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa penyebaran kuesioner. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa sikap bahasa guru sekolah dasar di Kabupaten Batanghari terhadap bahasa Indonesia termasuk ke dalam kategori positif. Sikap positif guru terhadap bahasa Indonesia ini meliputi sikap kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran adanya norma bahasa.
Kata kunci: sikap bahasa, guru sekolah dasar, Bahasa Indonesia
Abstract
This research aims to identify language attitude of elementary school teachers in Batanghari regency of Jambi province towards Indonesian language. The method used in this study was descriptive quantitatif. By using Simple Random Sampling technique, the writer selected 30 state elementary school teachers in Batanghari regency. Then, to obtain data, the writer used technique of collecting data by questionnaire distribution. Based on result of the data analysis, the researcher concluded that the language attitude of elementary school teachers in Batanghari regency towards Indonesian language were on positive category. The teachers’ positive attitude towards Indonesian language consisted of language loyalty, language pride, and awareness of the norm.
Key words: language attitude,elementary school teacher, Indonesian Language
1. Pendahuluan
Dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitarnya, seseorang mempergunakan suatu alat yang disebut bahasa. Definisi bahasa menurut Kridalaksana, (2008:24) adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa, sebagai alat untuk berinteraksi antara lain dipergunakan dalam ranah pendidikan, yakni dalam komunikasi antara guru dan siswa begitu pula sebaliknya antara siswa dan guru. Komunikasi secara langsung antara guru dan siswa ini dapat terjadi dalam proses pembelajaran di kelas. Berkenaan dengan hal itu, tanpa disadari selama interaksi antaraguru dan siswa di kelas telah terjadi suatu proses pembelajaran bahasa antara guru dengan siswa tersebut.
Pujiastuti (dalam Efendi, 2008:37) mengatakan, bahwa pembelajaran bahasa diarahkan untuk membentuk kompetensi komunikatif. Komunikasi adalah proses yang memerlukan sebuah kode untuk menjalin pembicaraan dengan orang lain. Penggunaan suatu kode tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan pembicaraan. Untuk partisipan yang kedudukannya berbeda tentu diperlukan kode yang berbeda, untuk situasi resmi dan tidak resmi juga diperlukan kode yang berbeda (Chaer dan Agustina, 2004:149). Akan tetapi, jika dikaji secara mendalam, selain faktor-faktor tersebut terdapat juga sejumlah faktor lain yang turut menentukan pemilihan kode bahasa, salah satunya adalah faktor sikap.
Walgito (1987:54) mengungkapkan bahwa sikap merupakan sesuatu yang diperoleh seseorang melalui interaksi dengan suatu objek sosial atau peristiwa sosial. Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk melalui proses belajar di dalam suatu konteks sosial tertentu. Oleh karena itu, sikap dapat dipelajari dan dibentuk melalui interaksi dengan objek sosial atau peristiwa sosial. Faktor yang mengubah sikap antara lain adalah perasaan, pengetahuan, pengalaman, dan motif. Keempat hal di atas merupakan produk interaksi yang juga ditentukan oleh kondisi lingkungan saat itu (Winkel, 1984:31).
Berkaitan dengan bahasa, pembentukan sikap terhadap bahasa pada seseorang erat kaitannya dengan latar belakang dan gejala yang timbul dalam lingkungan sekitarnya. Hal ini berhubungan dengan status bahasa tersebut di lingkungan, termasuk di dalamnya status ekonomi dan politik. Penggunaan bahasa yang berstatus tinggi dianggap menimbulkan prestise, atau sebaliknya. Pernyataan tersebut mengimplikasikan bahwa sikap seseorang terhadap suatu bahasa erat hubungannya dengan status ekonomi, status politik, dan status bahasa itu sendiri. Perubahan status ekonomi, politik, dan bahasa kiranya ikut mempengaruhi sikap seseorang terhadap suatu bahasa. Sikap bahasa sendiri berkaitan langsung dengan sikap penuturnya dalam memilih dan menetapkan bahasa (Rahayu dan Listiyorini, 2009:3). Sikap bahasa menjadi salah satu fenomena pada masyarakat bilingual.
Penutur maupun mitra tutur dalam hal penggunaan bahasa, seringkali tidak menggunakan satu jenis bahasa saja pada masyarakat bilingual. Dalam suatu tindak bahasa, alih kode dan campur kode seringkali digunakan. Selain hal tersebut, penutur dan mitra tutur juga memiliki sikap yang berkaitan dengan pemakaian bahasa yang digunakan.
Kabupaten Batanghari sebagian besar masyarakatnya menggunakan bahasa Melayu Jambi. Selain digunakan pada ragam tidak resmi, bahasa Melayu Jambi juga digunakan pada ragam resmi, termasuk penggunaan bahasa Melayu Jambi di lingkungan sekolah atau pendidikan. Dalam proses pembelajaran di kelas, guru sering melakukan alih kode dan campur kode. Guru sering menggunakan bahasa Melayu Jambi, baik dalam menyampaikan materi, memberikan pertanyaan kepada siswa, maupun menjawab pertanyaan siswa.
Oleh karena itu, penelitian ini merumuskan permasalahan pada sikap bahasa guru sekolah dasar di Kabupaten Batanghari, Jambi, terhadap bahasa Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap bahasa guru sekolah dasar di Kabupaten Batanghari terhadap bahasa Indonesia.
Sumber: Jurnal Mlangun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...