Rabu, 06 Juli 2016

Personifikasi dalam Bataram: Sutan Pangaduan dari Pesisir Minangkabau

Oleh: Kartika Sari
Abstrak

Pembahasan tentang gaya bahasa yang dipentingkan adalah makna kata atau kalimat yang menggunakan gaya bahasa tersebut. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan makna kata atau kalimat yang menggunakan gaya personifikasi dalam Bataram: Sutan Pangaduan dari Pesisir Minangkabau. Bataram merupakan salah satu ragam tradisi bakaba ‘berkaba’ di Minangkabau, khususnya di Kabupaten Pesisir Selatan,
Sumatera Barat. Dalam pertunjukannya, Bataram menggunakan adok ‘rebana besar’ sebagai alat musik pengiring. Cerita yang dibawakan hanya satu, yaitu Kaba Sutan Pangaduan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini menemukan deskripsi benda-benda mati yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
Kata kunci: gaya bahasa, personifikasi, kaba

Abstract

Discussion about the style of language emphasized on the meaning of a word or phrase that uses the style of the language. This study aims at revealing the meaning of a word or a sentence that uses personification style in Bataram: Sutan Pangaduan from Pesisir Minangkabau. Bataram is a variety of tradition bakaba 'bakaba' in Minangkabau, particularly in Pesisir Selatan, West Sumatera. In their performances, Bataram uses  adok  'large tambourine' as a musical accompaniment. There is only one story in bakaba, that is Kaba Sutan Pangaduan. This research used descriptive method. The result of the research shows that the description of inanimate objects performs as an human.
Keywords : language style, personification, kaba

1. Pendahuluan 
Setiap orang yang membaca sebuah karya sastra dituntut untuk memahami makna setiap kata dan juga dituntut untuk menerka makna kiasan yang terdapat di dalamnya. Kata yang digunakan oleh para sastrawan adalah kata yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh pemakai bahasa. Namun, penempatannya diatur sedemikian rupa sehingga pembaca tertarik membaca hasil karya sastra tersebut. Gaya bahasa yang digunakan para sastrawan secara tepat akan menimbulkan rasa tertarik pembaca untuk membaca hasil karya sastra tersebut.  

Rusyana (1975) mengemukakan bahwa cerita rakyat atau sastra lisan merupakan sastra yang hidup secara lisan, tersebar dalam bentuk tidak tertulis dan disampaikan dengan bahasa lisan. Cerita lisan sebagai bagian dari folklore merupakan bagian sediaan cerita dan sudah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat, baik yang belum mengenal huruf, maupun yang telah mengenal huruf. 

Pembahasan mengenai gaya bahasa yang diutamakan adalah makna kata atau kalimat yang menggunakan gaya bahasa tersebut. Ada makna yang berhubungan dengan gaya metafora, metonomia, dan personifikasi. Tulisan ini membahas personifikasi dalam Bataram. Bataram merupakan salah satu ragam tradisi bakaba ‘berkaba’ di Minangkabau. Kaba merupakan sastra Minangkabau yang berisi cerita dan berbentuk prosa liris (Junus, 1984). 

Bakar (1979) menyatakan bahwa masyarakat Minangkabau hidup di negeri yang penuh kaba, yang ditimba dari tata nilai perikehidupan tradisional, namun tetap mekar di tengah-tengah masyarakat yang nontradisional. Djamaris (2002) mengemukakan bahwa karya sastra yang utama dan yang paling populer dalam sastra Minangkabau adalah kaba. Dari segi isi cerita, kaba sama dengan hikayat dalam sastra Indonesia lama atau novel dalam sastra Indonesia modern.

Gaya bahasa banyak dibicarakan dalam karya sastra. Namun, bukan soal gaya bahasa yang dipentingkan, tetapi makna kata atau kalimat yang menggunakan gaya bahasa tersebut. Permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimanakah makna kata atau kalimat yang menggunakan gaya personifikasi dalam Bataram: Sutan Pangaduan dari Pesisir Minangkabau. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan makna kata atau kalimat yang menggunakan gaya personifikasi dalam Bataram: Sutan Pangaduan dari Pesisir Minangkabau.

Penelitian mengenai gejala bahasa pernah dilakukan oleh Irawan (2012). Penelitian tersebut membahas konsep perang dalam ujaran metafora. Metafora sepak bola merupakan refleksi peperangan di lapangan hijau dan refleksi perilaku suporter di luar lapangan. Melalui metafora, pembaca diajak untuk memahami dan mengalami peristiwa dengan konsep-konsep dalam ruang lingkup ranah perang. Penelitian tersebut (1) menemukan 40 kota kosakata metaforis yang berkaitan dengan konsep perang dalam pertandingan sepak bola dan (2) merinci struktur metafora sepak bola yang berkaitan dengan konsep perang. 

Sumber: Jurnal Mlangun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...