Kamis, 21 April 2016

Hubungan Kekerabatan Isolek Hiangtinggi dan Lempurmudik di Kerinci: Sebuah Kajian Leksikostatistik dan Glottokronologi

Oleh: Syaiful Bahri Lubis
Abstrak

Penelitian ini memusatkan perhatian pada hubungan kekerabatan dua isolek yang terdapat di daerah Kerinci. Kedua isolek tersebut adalah Hiangtinggi dan Lempurmudik. Kajian yang dilakukan adalah kajian Linguistik Historis Komparatif dengan menggunakan pendekatan leksikostatistik dan glottokronologi. Metode yang dipergunakan adalah teknik komparatif dengan data kebahasaan berupa leksikon dari kedua isolek.
Instrumen penelitian  berupa 202 kosa kata dasar Swadesh yang telah dimodifikasi yang diambil dari daerah penelitian di Hiangtinggi dan Lempurmudik yang kemudian dianalisis dengan  teknik leksikostatistik, yaitu leksikon yang sama  atau mirip (cognate)  dibagi  200  setelah dikurangi dua glos yang kosong atau tidak berpasangan. Setelah itu ditentukanlah persentase tingkat kekerabatan kedua isolek tersebut untuk menemukan apakah kedua isolek itu dapat dikatakan sebagai dialek atau bahasa. Dapat disimpulkan kedua isolek itu masing-masing berstatus sebagai dialek satu bahasa yang sama, yaitu bahasa Kerinci dengan kosa kata kognat 83,3 % dan waktu pisah kedua isolek ini menjadi satu bahasa proto yang sama.
Kata kunci : isolek, bahasa, dialek, teknik komparatif, glos, leksikostatistik, glottokronologi.    

Abstract

This research attempted to discover the relationship between isolect of Hiangtinggi and Lempurmudik of Kerinci regency.The analysis of research is comparative of linguistic historic that used lexicostatistics and glottochronology approach. The research aimed at describing the relationship level of the two isolect Hiangtinggi and Lempurmudik and their historical relationship. The research conducted in a form of comparative study. The data of the study was taken from 202 basic vocabularies  of Hiangtinggi and Lempurmudik of Kerinci regency. The study concluded that the two isolect  was as a dialect of Kerinci language. It was proved by the calculation of vocabulary cognate was 83 %. Furthermore, the separation period and when these dialects became  the similar proto languages will be discussed in this research.
Keyword : isolect, language, dialect, comporative study, glos, lexicostatistics, glottochronology

1. Pendahuluan
Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa yang majemuk karena terdiri atas berbagai macam suku atau etnik yang tersebar di tanah air. Setiap etnik mempunyai bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam komunikasi, baik sesama etnis, maupun antaretnik. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan yang peranannya sangat penting sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan maksud dan pikiran manusia serta untuk mengekspresikan dirinya di dalam interaksi kemasyarakatan dan pergaulan hidupnya. Jadi, bahasa senantiasa perlu dibina, dikembangkan, dilestarikan atau dalam bahasa yang sederhana bahasa perlu dihargai sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman. 

Bahasa perlu dihargai karena bahasa menunjukkan berbagai budaya manusia. Bahasa dapat mencerminkan ciri khas pemakai bahasa tersebut.  Di Indonesia, di samping terdapat bahasa Indonesia yang dipakai sebagai bahasa resmi negara, terdapat juga beraneka ragam bahasa daerah seperti bahasa Aceh, Batak, Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Makassar, dan lain-lain. Bahasa daerah dipakai sebagai bahasa pengantar dan bahasa pergaulan yang mendukung bahasa nasional, yang dipakai oleh penutur suku-suku bangsa Indonesia. 

Pembinaan bahasa yang tumbuh berdampingan dengan bahasa Indonesia dan sebagai landasan hukumnya dapat dilihat dalam UUD 1945, Bab XV, pasal 36 ayat 2, yang mengatakan bahwa di samping bahasa resmi negara, bahasa daerah sebagai salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh negara. Dalam penjelasan  UUD 1945 disebutkan bahwa bahasa di daerah-daerah yang mempunyai bahasa daerah sendiri dipelihara oleh rakyatnya dengan baik. Bahasa-bahasa itu merupakan sebahagian dari kebudayaan Indonesia. Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sudah dirumuskan dalam seminar bahasa nasional yang diselenggarakan pada bulan Februari 1975 di Jakarta. Kesimpulan seminar tersebut antara lain:  Bahasa-bahasa daerah seperti Sunda, Jawa, Bali, Madura, Makasar, Batak, dan bahasa-bahasa lain yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia, dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, berfungsi sebagai: lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, dan alat penghubung di dalam keluarga dan masyarakat daerah.  

Dalam hubungannya   dengan  bahasa Indonesia, bahasa  daerah berfungsi sebagai : (a) Pendukung bahasa pengantar di sekolah dasar (SD) tingkat permulaan ; (b) Bahasa pengantar di sekolah dasar tingkat permulaan untuk mempelancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya, dan (c)   alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah.

Bagaimana sikap dan kewajiban kita terhadap bahasa daerah telah diisyaratkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta lagu Kebangsaan, Pasal 42, ayat (1) Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagaian dari kekayaan budaya Indonesia. (2) Pengembangan, pembinaan, dan perlindungan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah kordinasi lembaga kebahasaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Berkaitan dengan bahasa daerah ini Kongres Bahasa Indonesia X yang berlangsung di Grand Sahid, Jakarta, tanggal 28 s.d. 31 Oktober 2013 merekomendasikan beberapa hal yang berkaitan dengan bahasa daerah (1) Pelindungan bahasa-bahasa daerah dari ancaman kepunahan perlu dipayungi dengan produk hukum di tingkat pemerintah daerah secara menyeluruh ; (2) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu meningkatkan perencanaan dan penetapan korpus bahasa daerah untuk kepentingan pemerkayaan dan peningkatan daya ungkap bahasa Indonesia sebagai bahasa penjaga kemajemukan Indonesia dan pilar NKRI ; (3) Pemerintah perlu memperkuat peran bahasa daerah pada jalur pendidikan formal melalui penyediaan kurikulum yang berorientasi pada kondisi dan kebutuhan faktual daerah dan pada jalur pendidikan nonformal/informal melalui pembelajaran bahasa berbasis komunitas.

Untuk itu, penelitian terhadap bahasa daerah perlu digalakkan dan diberi porsi yang lebih. Salah satu bahasa daerah yang menjadi perhatian penulis adalah bahasa Kerinci. Penelitian ini mencermati dua isolek di daerah Kerinci yang letaknya cukup berjauhan, yaitu isolek Hiangtinggi, Kecamatan Sitinjau Laut dan isolek Lempurmudik, Kecamatan Siulak Deras. Pemilihan kedua isolek tersebut dengan angggapan adanya perbedaan diantara kedua isolek tersebut.

Bekenaan dengan hal tersebut penelitian ini selanjutnya akan melihat kekerabatan bahasa antarisolek tersebut, masa pisah bahasa, dan sekaligus prediksi usia bahasa antara keduanya dengan menggunakan kajian leksikostatistik dan glotokronologi (glottochronology). Kajian glotokronologi mengutamakan perhitungan waktu, sedangkan kajian leksikostatistik merupakan bagian linguistik historis komparatif, yakni bidang linguistik yang menyelidiki perkembangan bahasa dari masa ke masa serta menyelidiki perbandingan suatu bahasa lain, (Ridwan, 1995:3). Linguistik historis komparatif dapat menentukan hubungan kekerabatan antara bahasa-bahasa yang seasal. Dalam hal ini pemilihan kedua isolek tersebut dengan pertimbangan Hiangtinggi sebagai wakil dari wilayah utara dan Lempurmudik sebagai wakil dari daerah selatan di wilayah Kerinci. 

Sumber: Jurnal Mlangun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...