Oleh: Eka Suryatin
Abstrak
Penelitian ini membahas bentuk dan nilai ungkapan nasihat bahasa Banjar. Tujuan penelitian untuk mendapatkan gambaran bentuk dan nilai ungkapan nasihat bahasa Banjar. Metode yang digunakan deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah lisan dan tertulis, sumber data lisan berupa ungkapan yang dituturkan masyarakat Banjar dan sumber data tertulis berupa buku Paribasa Urang Banjar.
Hasil penelitian menunjukkan bentuk dan nilai ungkapan yang berupa nasihat dalam masyarakat Banjar itu, antara lain: (1) nasihat agar selalu bersabar dan tidak berputus asa, (2) nasihat agar selalu berbuat baik, (3) nasihat agar selalu berhati-hati, (4) nasihat agar selalu berusaha keras, (5) nasihat agar selalu hidup hemat, (6) nasihat agar selalu saling menyayangi, (7) nasihat agar selalu bertakwa kepada Allah, (8) nasihat agar selalu bersyukur, dan (9) nasihat agar pandai membawa diri.
Kata Kunci: bentuk, nilai, ungkapan, bahasa Banjar
Abstract
This study discusses the value of the expression forms and advice Banjar language. Research purposes to get a picture of the shape and value expressions counsel Banjar language. Used descriptive qualitative method. Data sources of this study is spoken and written, oral data sources in the form of spoken expression of Banjar people and data resources such as books written Paribasa Urang Banjar. The results showed that the shape and form of expression of the value of advice in the Banjar society, among others: (1) counsel to always be patient and do not despair, (2) the advice to always do good, (3) counsel to always be careful, (4) the advice to always try hard, (5) the advice to always live frugally, (6) the advice to always love each other, (7) the advice to always have fear of Allah, (8) the advice to always be grateful, and (9) advice that clever carry yourself.
Keywords: forms, values, expressions, language Banjar
1. Pendahuluan
Bahasa merupakan alat komunikasi bagi masyarakat. Selain itu, bahasa juga merupakan salah satu unsur penting budaya. Bahasa dapat berfungsi sebagai media untuk menyimpan, mewariskan, dan mengembangkan unsur budaya yang lain kepada generasi yang akan datang. Dalam peranannya sebagai penyimpan, bahasa berpotensi untuk merekonstruksi nilai kehidupan masyarakat pada masa tertentu berdasarkan data-data tertulis yang ada (Nursaini, 2012: 224).
Salah satu bahasa daerah yang digunakan sebagai alat komunikasi masyarakat Kalimantan Selatan adalah bahasa Banjar. Bahasa Banjar yang berakar dari bahasa Melayu ini memiliki dua dialek besar, yaitu dialek Bahasa Banjar Hulu (BBH) dan dialek Bahasa Banjar Kuala (BBK). Dialek Bahasa Banjar Hulu (BBH) dipakai oleh penduduk di daerah Hulu Sungai umumnya, yaitu daerah-daerah Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, dan Tabalong, sedangkan dialek Bahasa Banjar Kuala (BBK) umumnya dipakai oleh penduduk ‘asli’ sekitar Banjarmasin.
Bahasa Banjar merupakan bahasa daerah yang menjadi aset budaya bangsa. Oleh karena itu, bahasa Banjar harus dijaga dan dipelihara serta dibina dan dikembangkan agar mampu menjadi ungkapan budaya masyarakat yang mendukung kebhinekaan budaya bangsa. Salah satu aset budaya daerah Banjar yang masih dijaga, dipelihara, dan dikembangkan adalah peribahasa. Peribahasa dalam bahasa Banjar disebut paribasa (Hapip dalam Ganie, 2010: V). Dalam kedudukannya sebagai kekayaan budaya milik bersama (kolektif), masyarakat Banjar dapat mempergunakan peribahasa Banjar sebagai (a) media untuk mengekspresikan atau mempresentasikan konstruksi realitas nilai sosial budaya yang khas suku bangsa mereka, (b) media komunikasi untuk mewariskan semua ajaran, informasi, nasihat, dan semua kearifan lokal lainnya kepada generasi penerusnya sehingga kearifan lokal dalam bentuk ungkapan tradisional berbahasa Banjar ini tetap lestari dari generasi ke generasi, (c) media komunikasi untuk menampilkan gagasan, hayatan, ingatan, pandangan, pikiran dan renungan mereka sebagai sebuah kolektif suku bangsa, dan (d) wacana yang sekaligus juga inspirasi yang dapat difungsikan untuk mempresentasikan proses dialektika yang berkembang dalam konteks konstruksi realitas sosial budaya masyarakat Banjar. Setiap bahasa memiliki ungkapan dan peribahasa. Banyaknya ungkapan dan peribahasa tersebut tergantung pada penutur yang bersangkutan (Pateda dalam Nusarini, 2012: 225).
Sumber: Jurnal Mlangun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...