Rabu, 18 Mei 2016

Analisi Turn-Taking dalam Pembicaraan Jarak Jauh oleh Penutur Empat Bahasa Daerah di Indonesia

Oleh: Ilsa Dewita Putri Soraya 
Abstract

Turn-taking is a mechanism which  build a conversation to interact in social life of human. Different people will have different ways to manage their turn-taking system in conversation either in formal or informal conversation because they will bring different cultures. I took data from telephone-conversation among the speakers of four local languages in Indonesia in order to see whether the cultural differences take place in influencing the timing of turn-taking in the conversation done in four local languages in Indonesia.
I measured, compared, and analyze the data to know the length of response offset (gaps and tumpang tindihs). The complete measurement of data shows that culture differences gave differences in the length of gaps and tumpang tindih. On the other hand, there is also the time when there is no gap and tumpang tindih meet in one time.
Key words: turn-taking, gap, overlap

1. Pengantar
Percakapan memiliki peranan yang penting di dalam komunikasi antar- manusia dan sekaligus digunakan untuk mempertahankan interaksi sosial.  Percakapan dilakukan oleh dua orang atau lebih sering kali tidak selalu berjalan dengan mulus. Dengan kata lain, baik pembicara dan lawan bicara jarang sepenuhnya menunggu giliran mereka untuk berbicara dalam upaya memberikan respons selama percakapan yang terjadi.  Hal inilah yang biasanya menyebabkan terjadinya gap dan tumpang tindih ‘tumpang tindih’ ketika percakapan terjadi. Sacks, Schegloff, dan Jefferson (1974:726) menyatakan bahwa turn-taking dideskripsikan sebagai sebuah bentuk organisasi umum yang terjadi di dalam sebuah percakapan yang bertujuan mengatur terjadinya pengalihan dan transisi dari satu pembicara ke pembicara lain, termasuk juga di dalamnya gap dan tumpang tindih di dalam sebuah percakapan. Menurut Coulthard (1977:52), bentuk dasar dari sebuah percakapan adalah adanya pergantian atau peralihan fungsi antara penutur dan pendengar. Hal ini merupakan bentuk suatu interaksi  yang ditandai dengan adanya respons  yang diberikan oleh pendengar  sebagai lawan bicara. Bersamaan dengan itu seorang penutur akan menempatkan dirinya sebagai seorang pendengar.  

Konstruksi turn-taking di dalam sebuah percakapan berbeda-beda pada setiap bahasa.  Levinson mencirikan pola distribusi turn-taking secara sederhana sebagai berikut: penutur 1 (A), berbicara, berhenti; penutur 2 (B), bersiap untuk berbicara, berbicara, berhenti; dari dua proses percakapan tersebut maka dapat dibuat  sebuah distribusi pola turn-taking   A-B-A-B-A-B  (Levinson, 1995:296). Sack dalam  Coulhard (1997:52) menjelaskan bahwa lawan bicara tidak selalu mengambil alih gilirannya untuk berbicara  di saat si penutur menyelesaikan tuturannya secara penuh.  Yang kerap terjadi justru munculnya keinginan lawan bicara untuk menyanggah atau secepatnya memberikan respons terhadap tuturan si penutur.  Tumpang tindih akan muncul pada kondisi seperti ini.  Di lain kasus, pendengar juga bisa tidak dengan serta merta merespons tuturan penutur yang berbicara kepadanya ketika tuturan telah selesai.   Si pendengar yang berperan sebagai lawan bicara masih membutuhkan waktu beberapa saat untuk mengambil alih tuturan.  Jeda atau panjang  waktu yang dibutuhkan oleh pendengar atau lawan bicara di sini disebut dengan gap.  

Mengapa tumpang tindih dan gap sulit untuk dihindari dalam sebuah percakapan?  Lebih lanjut Sack, dkk. (1974) menjelaskan bahwa proses turn-taking tidak hanya mengakomodasi unsur-unsur dari sebuah percakapan, tetapi juga coexist dan koordinasi dengan variasi-variasi infinitif di dalam struktur bahasa, orientasi budaya, dan peristiwa-peristiwa khusus. Hal ini mengarah pada faktor-faktor bahasa yang harus dipertimbangkan dalam memberikan kontribusi yang berbeda pada turn-taking di dalam sebuah percakapan. Moermon (1988) mengatakan bahwa budaya, peranan, dan kepribadian akan selalu dialami dan dihasilkan oleh setiap orang ketika mereka berbicara. 

Kesopanan merupakan salah satu faktor yang ada di dalam budaya tempat percakapan itu dilakukan. Sehubungan dengan masalah ini, Stivers, dkk. (2009) melakukan sebuah penelitian yang berkaitan dengan variasi yang bersifat universal dan budaya. Turn-taking pada percakapan dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari sepuluh percakapan tidak resmi yang terjadi secara alami dari sepuluh bahasa dari lima benua.  Hasilnya penelitian tersebut menunjukkan kemiripan yang sangat kuat dalam sifat-sifat turn-taking.  Turn-taking yang ada di dalam bahasa yang dikumpulkannya menunjukkan bahwa kesamaan penyebaran respons yang menggambarkan target tumpang tindih minimal dan jeda minimal di antara pergantian.

Sumber: Jurnal Mlangun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...