Oleh: Rissari Yayuk
Abstrak
Dalam penelitian Etika Berbahasa dalam Masyarakat Banjar ini masalah yang dibahas meliputi bagaimana bentuk ujaran dalam tindak tutur berbahasa dan maksim apa saja yang digunakan dalam etika kesantunan berbahasa Banjar. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan bentuk ujaran dalam tindak tutur berbahasa dan maksim yang digunakan dalam etika kesantunan berbahasa Banjar Metode yang digunakan deskriptif kualitatif.
Teknik penelitian adalah rekam, catat dan pustaka. Teori yang digunakan adalah pragmatik. Hasil yang dapat ditarik dari kajian ini yaitu bentuk ujaran saat melakukan etika berbahasa oleh masyarakat Banjar terdiri atas asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Maksim yang direalisasikan dalam etika kesantunan dalam bentuk tindak tutur tersebut meliputi penggunaan maksim denigrasi diri, Maksim sapaan (address), maksim ketimbangrasaan (tact) dan maksim keseimbangan (balance).
Kata kunci: Etika, tindak tutur berbahasa, maxim
Abstract
The research of Banjarese language ethics discussed how the form of utterances in speech act and maxim used in the Banjar’s language ethics of politeness. The purpose of the research to describe the forms of speech in speech acts and maxim used in ethics of politeness Banjar language. The research used descriptive qualitative method by technique of recording, writing, and references. The theory used was pragmatic. The results of which could be drawn from this study were the form speech when speaking with ethical language of Banjar consist of assertive, directive, commissive, expressive, and declarative. Maxim which were realized in the ethics of politeness in the form of the speech acts were self denigrations maxim, greeting maxim, tact maxim, and equilibrium maxim.
Keywords : Ethics , speech acts , maxim
1. Pendahuluan
Chaer dan Leonie Agustina (2010:172) menyatakan, bahwa etika berbahasa erat kaitannya dengan pemilihan kode bahasa, norma-norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam suatu masyarakat. Etika berbahasa antara lain akan “mengatur“; (1) apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu kepada seorang partisipan tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu; (2) ragam bahasa apa yang paling wajar kita gunakan dalam situasi sosiolinguistik dan budaya tertentu; (3) kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita, dan menyela pembicaraan orang lain; (4) kapan kita harus diam; dan (5) bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita dalam berbicara.
Masyarakat Banjar merupakan salah satu suku di Kalimantan Selatan yang kental akan kesopansantunan berbahasa. Kesopansantunan berbahasa mereka disebabkan ikatan norma sosial dan sistem budaya yang melingkupinya. Melalui etika berbahasa mereka ini akan menunjukkan siapa mereka. Etika di masa sekarang mulai bergeser keberadaannya di tengah globalisasi.
Kajian tentang etika berbahasa inilah yang akan dikaji dalam penelitian. Melalui kajian ini akan diketahui budaya Banjar dalam hal berbahasa. Masalah yang akan diangkat adalah berhubungan dengan bentuk etika dalam tindak tutur berbahasa pada masyarakat Banjar. Tujuan yang akan dideskripsikan dalam penelitian ini adalah menggambarkan bentuk tindak tutur dan realisasi etika atau kesantunan berbahasa Banjar.
Penelitian tentang kesantunan berbahasa ini pernah dilakukan oleh Ahmad Zaini (2008) dengan judul Kesantunan Direktif Bahasa Banjar. Penelitian tersebut membahas realisasi kesantunan berbahasa Banjar berdasarkan maksim kesantunan. Selain itu, Musdalifah pada tahun 2010 dengan judul “Kesantunan Meminta dalam Bahasa Banjar”. Penelitian ini hanya membahas mengenai bentuk-bentuk kesantunan meminta dalam bahasa Banjar. Kedua penelitian belum membahas bentuk ujar dalam tindak tutur dan realisasi maksim kesantunan dalam etika berbahasa Banjar dengan menggunakan bentuk ujar tersebut.
Sumber: Jurnal Mlangun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...