Oleh: Jahdiah
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pelanggaran prinsip kesantunan tindak tutur mengkritik dalam bahasa Banjar.Teori yang digunakan dalam penelitian ini teori kesantunan yang dikemukan oleh Leech yang menekankan pada enam maksim, di antaranya maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim permufakatan, dan maksim kesimpatisan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang berusaha menggambarkan sesuatu yang terjadi dengan apa adanya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yakni observasi, pencatatan, dan perekaman. Analisis data selama proses pengumpulan data diawali tahap reduksi, yakni tahap analisis yang terdiri atas 1) identifikasi, 2) klasifikasi, dan 3) pengkodeaan data. Hasil pembahasan dalam tindak tutur mengkritik bahasa Banjar terdapat pelanggaran terhadap prinsip kesantunan yang dikemukakan oleh Leech, yaitu maksim kesimpatisan, penghargaan, permufakatan, dan maksim kebijaksanaan.
Kata kunci: pelanggaran, kesantunan, mengkritik
Abstract
This study aims to describe the violation on the principles of criticism speech acts politeness of Banjarese. This research used politeness theory of Leech that emphasizes on the use of six maxims, they are tact maxim, generosity maxim, approbation maxim, agreement maxim, and sympathy maxim. The study used descriptive method to describe something happens as it is. The technique of collecting data, among others observation, note taking, and recording. During the process of data collecting, the data were analyzed by identification, classification, and making code. The result showed that there were infraction in politeness principle as Leech proposed, they are sympathy maxim, approbation Maxim, agreement maxim, and tact maxim.
Keywords: violation, politeness, criticism
1. Pendahuluan
Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting guna menuangkan ide pokok pikiran, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Ketika seseorang mengemukakan gagasan, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan melainkan juga harus ada pemahaman. Dengan adanya pemahaman, maksud dan tujuan pun akan tersampaikan secara jelas. Setiap bahasa sebenarnya mempunyai ketetapan atau kesamaan dalam hal tata bunyi, tata bentuk, tata kata, tata makna tetapi karena berbagai faktor yang terdapat dalam masyarakat pemakai bahasa itu, seperti pendidikan, agama, bidang kegiatan, profesi, serta latar belakang budaya daerah maka bahasa itu tidak seragam. Bahasa itu menjadi beragam (Chaer dan Agustina, 2010:3). Masyarakat sebagai pemakai bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain, sebagai bentuk komunikasi mereka menggunakan media yang berbeda-beda.
Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi. Komunikasi adalah proses pertukaran informasi antarindividu melalui simbol, tanda atau tingkah laku yang umum. (Chaer dan Agustina, 2010:17) Kalau disimak batasan di atas maka ada tiga komponen yang harus ada dalam setiap proses komunikasi, yaitu 1) pihak berkomunikasi, yakni pengirim dan penerima pesan yang dikomunikasikan yang lazim disebut partisipan; 2) informasi yang dikomunikasi, dan alat yang digunakan dalam komunikasi itu; dan 3) Pihak yang terlibat dalam suatu proses komunikasi tentunya ada dua orang atau dua kelompok orang, yaitu yang pertama mengirim pesan (sender) informasi, dan yang kedua yang menerima pesan (receiver).
Penggunaan bahasa secara nyata yang ada dalam situasi komunikasi selalu melibatkan beberapa komponen, yaitu penyampaian pesan yang dapat berupa pembicara atau penulis, penerima pesan yang juga dapat berupa pendengar atau pembaca. Pada komponen ini, bahasa digunakan untuk menyampaikan apa yang ada pada pikiran penutur kepada lawan tutur.
Perbedaan antara tuturan dan pesan (implikasi) yang ingin disampaikan oleh penutur kadang-kadang menyulitkan penutur untuk memahaminya. Pada umumnya antara penutur dan lawan tutur telah mempunyai pemahaman yang sama tentang apa yang dipertuturkan sehingga percakapan dapat berjalan dan pesan tersampaikan dengan baik.
Penerapan pragmatik dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dengan menganalisis bentuk-bentuk penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tulisan yang berwujud tuturan. Kajian pragmatik berkaitan erat dengan bahasa. Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun kadang kala informasi yang dituturkan olah komunikator memiliki maksud terselubung. Oleh karena itu, setiap manusia harus dapat memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah diujarkan oleh si penutur, tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran tersebut. Kegiatan semacam ini akan dapat dianalisis dan dipelajari dengan pragmatik sedangkan dalam kajian ilmu pragmatik juga membahas tentang prinsip kesantunan.
Sepengetahuan penulis ada penelitian yang membahas mengenai tindak tutur mengkritik yang dilakukan oleh Rusdiana (2005) dengan judul Strategi Mengkrtik dan Respon Petutur dalam Acara Diskusi Formal di Kalangan Mahasiwa. Penelitian ini membahas 1) strategi yang digunakan mahasiswa ketika mengkritik, 2) respon mahasiswa terhadap kritikan, 3) implikatur yang muncul dari mahasiswa ketika menerima kritikan. Berbeda dengan penelitian ini yang membahas pelanggaran prinsip kesantunan tindak tutur mengkritik dalam bahasa Banjar yang didasarkan pada prinsip kesantunan yang dikemukan oleh Leech, yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanana, maksim penghargaan, maksim permupakatan, dan maksim kesimpatisan.
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pelanggaran prinsip kesantunan tindak tutur mengkritik dalam bahasa Banjar? Tujuan penelitian mendeskripsikan pelanggaran kesantunan dalam tindak tutur mengkritik Bahasa Banjar.
Sumber: Jurnal Mlangun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan ke depan silakan tinggalkan saran ataupun komentar...